SURAU.CO- Kitab Akhlaq lil Banat lahir dari tangan Sayyid Umar bin Ahmad Baraja, seorang ulama abad ke-20 yang mengabdikan hidupnya untuk pendidikan akhlak. Beliau menulis kitab ini khusus bagi santri putri, agar mereka tumbuh dengan budi pekerti Islami yang lembut dan terjaga. Tujuannya jelas membimbing generasi muda agar mampu menyeimbangkan kecerdasan dan kesantunan. Hingga kini, kitab ini tetap menempati posisi penting dalam khazanah pendidikan Islam klasik, terutama di pesantren dan madrasah.
Guru, Penjaga dari Api Akhirat
Kitab ini menegaskan bahwa guru memikul jasa besar, setara bahkan melebihi orang tua. Orang tua menjaga tubuh anak dari api dunia, sementara guru menjaga jiwa murid dari api akhirat.
وَهُوَ قَدْ حَفِظَكِ مِنْ نَارِ الْآخِرَةِ وَوَجَّهَ نَفْسَكِ وَرَبَّى أَخْلَاقَكِ وَنَوَّرَ عَقْلَكِ وَعَلَّمَكِ الْعِلْمَ النَّافِعَ
“Ia memeliharamu dari api akhirat, mengarahkan jiwamu, mendidik akhlakmu, menerangi pikiranmu, serta mengajarkan ilmu yang berguna.”
Karena itu, seorang murid wajib mencintai dan menghormati guru, bukan karena takut, tetapi karena ikhlas ingin meraih keberkahan ilmu.
Tata Krama Seorang Murid
1. Ikhlas menerima nasihat
Murid sebaiknya mengikuti bimbingan guru dengan penuh kesadaran, seperti orang sakit yang memercayai obat dari dokter. Jangan membantah, sebab kesombongan menutup cahaya ilmu. Sayyidina Ali k.w. berkata:
أَنَا عَبْدٌ لِمَنْ عَلَّمَنِي حَرْفًا
“Aku adalah hamba dari orang yang mengajarku satu huruf. Jika ia mau, ia boleh menjualku, membebaskanku, atau memperbudakku.”
Perkataan ini menegaskan betapa besarnya jasa seorang guru.
2. Belajar dengan tekun dan tujuan mulia
Guru selalu menasihati murid agar menuntut ilmu demi ridha Allah, bukan demi pujian atau harta. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa menuntut ilmu untuk menyaingi orang bodoh atau mencari perhatian manusia, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.” (HR. Tirmidzi)
Karena itu, murid harus mengulang pelajaran, menjaga kebersihan buku, datang tepat waktu, dan menjauhi kemalasan. Penyair mengingatkan:
“Tuntutlah ilmu dan jangan malas, karena kebaikan jauh dari orang yang malas.”
3. Menghormati kehadiran guru
Adab berikutnya menuntut murid untuk berdiri ketika guru hadir, duduk setelah diizinkan, bertanya dengan sopan, dan tidak memotong ucapan. Dengan begitu, murid bukan hanya mendapat ilmu, tetapi juga keberkahan dari sikap hormatnya.
4. Menjalin hubungan hormat dan setia
Seorang murid dianjurkan memberi salam setiap hari, menjabat tangan, mengunjungi guru saat sakit, dan mendoakan kebaikan baginya. Kesetiaan tidak berhenti setelah lulus, bahkan setelah guru wafat, murid tetap mengirim doa, membaca Al-Qur’an, serta bersedekah untuknya.
Kesetiaan yang Tidak Pernah Padam
Kesetiaan murid kepada guru ibarat lilin yang menyala sepanjang waktu. Bahkan ketika guru sudah tiada, doa murid tetap mengalir sebagai bukti cinta. mengingatkan, di era digital ini murid mudah mengakses ilmu tanpa guru, tetapi adab tetap menjadi pintu keberkahan. Ilmu yang dicari tanpa rasa hormat hanya meninggalkan kepandaian kering tanpa cahaya.
Cahaya Ilmu dan Adab
Ilmu hanya akan bercahaya bila hati murid penuh adab. Mari kita bertanya pada diri sendiri: sudahkah kita menghormati guru kita dengan tulus? Sudahkah doa kita mengalir untuk mereka yang telah berjasa?
Semoga Allah menjadikan kita murid yang rendah hati, setia, dan tekun. Dengan begitu, ilmu yang kita peroleh akan bermanfaat, menguatkan iman, serta membawa keselamatan dunia dan akhirat.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
