Opinion
Beranda » Berita » Istri yang Tidak Bersyukur Dibenci oleh Allah

Istri yang Tidak Bersyukur Dibenci oleh Allah

Istri yang Tidak Bersyukur Dibenci oleh Allah
Istri yang Tidak Bersyukur Dibenci oleh Allah

SURAU.CO.Seorang perempuan menjadi istri ketika ia menikah dengan seorang laki-laki yang disebut suami. Lebih lanjut, sebagai pendamping hidup, ia bisa menjadi teman dalam suka dan duka, atau bahkan berperan sebagai mempelai wanita saat upacara pernikahan berlangsung. Selain itu, status seorang istri berbeda-beda di setiap budaya dan zaman, sebab hukum dan adat istiadat mengatur hal tersebut.

Kata “istri” merujuk pada perempuan dalam suatu hubungan pernikahan, sedangkan “suami” merujuk pada laki-lakinya. Hukum menetapkan bahwa seorang perempuan yang sudah bercerai dari pasangannya masih bisa disebut istri hingga pernikahan dibubarkan secara sah. Setelah suaminya meninggal, hukum menetapkan ia sebagai janda.

Dalam Islam, istri adalah seorang perempuan yang sudah menikah secara sah dengan seorang suami dan menjadi pendamping hidupnya dalam rumah tangga. Istri adalah amanah yang memiliki peran penting sebagai mitra, pendorong, dan penasihat yang bijaksana bagi suami. Serta bertanggung jawab menjaga keharmonisan keluarga, mendidik anak, dan menciptakan ketenangan di rumah. Selanjutnya Istri juga menjadi partner bagi suami dalam mengelola rumah tangga. Sebagai teman berdiskusi secara terbuka, dan bersama-sama mencapai tujuan keluarga demi meraih ridha Allah.

Istri memiliki peran sebagai pendorong bagi suami, serta memberikan nasihat yang bijaksana dalam berbagai situasi kehidupan. Istri bertugas menjaga rahasia suami dan harta keluarga, serta membantu menciptakan ketentraman dan rasa kasih sayang di dalam rumah tangga. Salah satu peran penting istri adalah membantu dan mendidik anak-anak dalam keluarga. Suami memiliki kewajiban untuk menghormati, menjaga, dan memenuhi hak-hak istrinya, serta menjadi pemimpin yang bertanggung jawab atas keluarga. Sesuai ajaran Islam, istri taat dan patuh kepada suami sebagai bentuk tanggung jawabnya dalam menjalankan rumah tangga.

Surat An-Nisa Ayat 34

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Arab-Latin: Ar-rijālu qawwāmụna ‘alan-nisā`i bimā faḍḍalallāhu ba’ḍahum ‘alā ba’ḍiw wa bimā anfaqụ min amwālihim, faṣ-ṣāliḥātu qānitātun ḥāfiẓātul lil-gaibi bimā ḥafiẓallāh, wallātī takhāfụna nusyụzahunna fa’iẓụhunna wahjurụhunna fil-maḍāji’i waḍribụhunn, fa in aṭa’nakum fa lā tabgụ ‘alaihinna sabīlā, innallāha kāna ‘aliyyang kabīrā

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Meskipun suami bertindak sebagai pemimpin, peran istri tetaplah vital dan tidak kalah penting. Kesuksesan keluarga tidak lepas dari kerjasama yang harmonis, saling pengertian, dan penghargaan antara suami dan istri untuk menciptakan lingkungan yang saling mendukung dan melengkapi.

Ajaran Islam mengategorikan perilaku ini sebagai ‘kufur nikmat’ atau ‘nusyuz’ yang berkonsekuensi serius seperti kehilangan rahmat Allah dan ancaman siksa. Suami dapat mengatasi kondisi ini dengan mengevaluasi diri, berkomunikasi jujur dan terbuka, serta memimpin secara bijaksana dan tegas tanpa kekerasan.

Penyebab Istri Tidak Bersyukur

Penyebab seorang istri tidak bersyukur dapat berasal dari faktor internal seperti rasa tidak puas diri dan egoisme, serta faktor eksternal seperti perbandingan dengan orang lain, komunikasi yang buruk dalam rumah tangga, atau ketidakpuasan terhadap kondisi finansial dan material yang tidak sesuai harapan. Selain itu, bisikan-bisikan negatif dari setan juga bisa memicu seseorang menjadi tidak menghargai nikmat yang diberikan.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Penyebab dari Faktor Internal

Egoisme dan Rasa Berhak:

Merasa pantas mendapatkan sesuatu dapat menghambat rasa syukur, karena seseorang mungkin tidak menganggap sesuatu sebagai nikmat yang harus disyukuri.

Kurangnya Kepuasan Diri:

Kecenderungan untuk selalu merasa ada yang kurang, meskipun sudah banyak mencapai keberhasilan atau kebahagiaan, dapat membuat seseorang tidak pernah merasa puas. Perbedaan pendapat yang terus-menerus, kurangnya komunikasi yang baik, dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dapat memicu perasaan sedih, kecewa, dan akhirnya tidak bersyukur.

Penyebab dari Faktor Eksternal dan Lingkungan

Perbandingan dengan Orang Lain:

Melihat kelebihan dan nikmat orang lain secara berlebihan, terutama jika banyak bergaul dan mendengar cerita tentang kemewahan orang lain, dapat menimbulkan rasa iri dan ketidakpuasan.

Komunikasi yang Buruk:

Perbedaan pendapat yang terus-menerus dan kurangnya komunikasi yang baik dengan suami bisa memicu rasa sedih, kecewa, dan ketidakbahagiaan.

Kebutuhan Tidak Terpenuhi:

Ketidakpenuhan kebutuhan dasar dalam rumah tangga atau ketidakpuasan terhadap materi, seperti rumah atau finansial, dapat memicu rasa tidak bersyukur.

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Kondisi Rumah Tangga:

Perselisihan antara istri dan keluarga suami (misalnya ibu mertua) juga dapat menjadi sumber konflik dan ketidakbahagiaan yang berujung pada ketidakbersyukuran.

Penyebab Spiritual/Religius

Godaan Setan:

Dalam pandangan agama, setan membisikkan pikiran dan keraguan (was-was) yang membuat seseorang tidak menghargai nikmat Allah SWT, dan bisikan ini juga mencegah seseorang mensyukuri nikmat-nikmat tersebut.

Kufur Nikmat:

Dalam konteks agama, tidak bersyukur dapat diartikan sebagai “kufur nikmat” atau tidak menghargai pemberian suami, yang dapat mengundang murka Allah SWT.

Dalam Perspektif Islam

Ancaman Allah:

Istri yang tidak bersyukur kepada suami, terutama karena sering menuntut atau tidak menghargai pemberian nafkahnya, akan dibenci oleh Allah dan tidak dipandang dengan rahmat-Nya pada hari kiamat.

Konsekuensi Berat:

Selain mendapat murka Allah, perilaku ini juga dapat mengundang azab berat, seperti musibah, kegelisahan hidup, dan kehancuran.

Cara Mengatasi Istri yang Tidak Bersyukur

Evaluasi Diri:

Suami perlu melakukan evaluasi secara objektif terhadap dirinya sendiri dan hubungan yang ada sebelum menyalahkan istri.

Komunikasi Terbuka:

Melakukan komunikasi yang jujur dan terbuka dengan istri untuk memahami akar masalahnya.

Kepemimpinan yang Lembut dan Tegas:

Suami harus bersikap lembut dalam memberikan arahan tetapi tetap tegas dengan prinsip-prinsip yang dipegang, serta menghindari sikap mengalah berlebihan yang bisa dianggap lemah.

Melibatkan Pihak Ketiga:

Untuk membantu menyelesaikan permasalahan perlu melibatkan pihak ketiga yang bijaksana, jika diperlukan.

Pertimbangkan Pilihan Bijak:

Setelah melakukan segala upaya, suami dapat menimbang pilihan-pilihan lain, termasuk kemungkinan perceraian, jika hubungan tidak dapat diperbaiki.

Sebagai kesimpulan, Orang yang tidak pandai bersyukur dapat menghadapi azab dan siksa dari Allah SWT, kehilangan nikmat yang ada, merasa hidupnya sempit dan sulit, serta mengalami hati yang tidak tenang, mudah marah, dan sombong karena selalu merasa kurang. Ketidakpuasan ini juga bisa menyebabkan sifat rakus dan iri hati, serta menghilangkan pahala amal kebaikan, karena kufur nikmat adalah dosa besar dan perbuatan tercela. Sebaliknya, Allah mencintai hamba-Nya yang bersyukur, namun membenci orang yang tidak tahu diri dan ingkar akan nikmat-Nya.

(Budi: mengutip dari berbagai sumber)

 

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement