SURAU.CO – Di banyak rumah modern, ada sebuah pemandangan yang sangat lazim. Ayah sibuk dengan pekerjaannya, sementara ibu lelah dengan urusan rumah tangga. Lalu, siapa yang menemani anak-anak? Seringkali, jawabannya adalah sebuah kotak elektronik: televisi. Tanpa kita sadari, kita telah mengizinkan televisi untuk menjadi “orang tua ketiga”. Ia mengambil alih peran kita dalam mendidik dan membentuk karakter buah hati kita.
Masalahnya, televisi adalah “orang tua” yang sangat buruk. Ia tidak memiliki cinta, hikmah, ataupun nilai-nilai tauhid. Sebaliknya, ia adalah guru yang menanamkan racun secara perlahan, racun yang bisa merusak fitrah suci seorang anak. Oleh karena itu, sudah saatnya kita menyadari bahaya ini dan merebut kembali peran kita sebagai pendidik utama.
Jebakan “Babysitter Elektronik”
Banyak orang tua tanpa sadar terjebak dalam lingkaran ini. Mereka butuh waktu untuk menyelesaikan pekerjaan, dan televisi menjadi solusi yang paling mudah. Cukup nyalakan, maka anak-anak akan duduk tenang selama berjam-jam. Ini memang sebuah kenyamanan sesaat, namun ia membawa dampak buruk jangka panjang.
Melalui kebiasaan ini, kita secara tidak langsung sedang mengajarkan anak untuk menjadi pribadi yang pasif. Kita juga menjauhkannya dari interaksi sosial yang sehat. Akibatnya, ia tidak lagi belajar berkomunikasi dengan orang tuanya, melainkan hanya menerima informasi satu arah dari layar kaca. Ikatan emosional antara orang tua dan anak pun perlahan terkikis.
Guru yang Mengajarkan Keburukan
Sekarang, mari kita lihat apa saja yang televisi ajarkan. Ia adalah guru yang sangat sabar dalam menanamkan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Pertama, ia mengajarkan kekerasan. Banyak sekali tontonan anak yang ternyata penuh dengan adegan perkelahian. Anak-anak menyerap ini dengan sangat cepat, lalu mulai meniru adegan memukul atau menendang saat bermain.
Kedua, ia menanamkan gaya hidup konsumtif. Iklan-iklan yang silih berganti secara efektif meracuni pikiran anak. Mereka mulai merengek meminta mainan terbaru atau merajuk karena ingin makanan cepat saji yang tidak sehat.
Ketiga, ia merusak rasa malu dan akhlak. Tontonan di televisi seringkali menampilkan aurat yang terbuka serta hubungan antara laki-laki dan perempuan tanpa batas. Musik dan nyanyian juga menjadi hal yang biasa. Semua ini secara perlahan akan mengikis benteng keimanan seorang anak.
Pencuri Waktu dan Kreativitas
Waktu anak-anak adalah aset yang sangat berharga. Ini adalah masa emas bagi mereka untuk belajar dan bermain. Sayangnya, televisi datang sebagai pencuri waktu yang ulung. Setiap jam yang anak habiskan di depannya adalah kerugian besar. Ia kehilangan kesempatan untuk membaca buku, bermain di luar rumah, atau sekadar bercengkrama dengan keluarganya.
Lebih dari itu, televisi juga mematikan kreativitas. Menonton adalah kegiatan yang pasif, di mana anak hanya menerima gambar dan suara yang sudah jadi. Hal ini sangat berbeda dengan membaca. Saat membaca, otak anak bekerja aktif untuk berimajinasi tentang tokoh dan latar cerita, sehingga kreativitasnya pun terasah dengan baik.
Merebut Kembali Peran Kita
Lalu, apa yang harus kita lakukan? Jawabannya sederhana, namun butuh komitmen yang kuat dari kita sebagai orang tua.
-
Hadirkan diri Anda. Luangkan waktu berkualitas setiap hari untuk anak. Ajak mereka mengobrol, bermain, dan belajar bersama.
-
Batasi waktu menonton. Buat aturan yang tegas mengenai jam menonton TV dan jangan pernah meletakkan televisi di kamar anak.
-
Dampingi anak saat menonton. Jika anak harus menonton, duduklah di sampingnya. Jelaskan mana yang baik dan mana yang buruk.
-
Sediakan alternatif yang menarik. Isi rumah dengan buku-buku cerita yang bermanfaat dan ajak anak melakukan aktivitas fisik di luar ruangan.
Jadilah Pendidik Sejati
Pada akhirnya, anak adalah amanah terbesar dari Allah. Kita akan dimintai pertanggungjawaban atas pendidikan mereka kelak. Maka dari itu, jangan pernah serahkan amanah agung ini kepada televisi. Jadilah orang tua yang sesungguhnya; orang tua yang mendidik dengan cinta, teladan, dan nilai-nilai Islam. Itulah jalan untuk mencetak generasi rabbani yang kita dambakan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
