Setiap manusia, tak terkecuali, pasti pernah menghadapi kritik dan cacian. Dalam kehidupan modern yang serba terhubung ini, kritik bahkan seringkali datang dengan mudah melalui berbagai platform. Lantas, bagaimana sebaiknya kita menyikapi hal tersebut? Nabi Muhammad SAW telah memberikan teladan sempurna dalam menghadapi kritik, bahkan celaan dan fitnah, dengan kebijaksanaan dan kemuliaan akhlak. Kisah hidup beliau adalah sumber inspirasi tak terbatas, terutama dalam konteusi pengelolaan emosi dan respons terhadap hal-hal negatif.
Dakwah Nabi Muhammad SAW pada awalnya bukan perkara mudah. Beliau berhadapan dengan penolakan keras dari kaum Quraisy, bahkan dari kerabat dekatnya sendiri. Sejarah mencatat, paman beliau, Abu Lahab, adalah salah satu penentang paling vokal. Ketika Nabi Muhammad menyerukan tauhid di Bukit Shafa, Abu Lahab dengan lantang mencaci, “Celaka engkau Muhammad! Untuk inikah engkau mengumpulkan kami?”
Tuduhan lain yang kerap dilontarkan adalah kemusyrikan. Kaum Quraisy menganggap ajaran Nabi menyimpang karena menolak berhala-berhala mereka. Namun, Nabi Muhammad tidak membalas dengan kemarahan. Beliau tetap fokus pada misinya. Nabi tahu bahwa setiap ujian akan menguatkan dakwahnya. Kesabaran beliau adalah kunci.
Ayat Al-Qur’an sebagai Penguat: Allah SWT telah berfirman dalam Surah Al-An’am ayat 108: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” Ayat ini dengan jelas mengajarkan pentingnya menjaga lisan dan tidak memprovokasi.
Menyikapi Label Penyihir dan Tukang Sihir
Para penentang juga melabeli Nabi Muhammad sebagai penyihir atau tukang sihir. Mereka menggunakan retorika ini untuk menakut-nakuti orang agar tidak mengikuti ajaran Islam. Bahkan, mereka menuduh bahwa Nabi Muhammad memiliki jin atau setan yang membantunya. Tuduhan-tuduhan ini bertujuan merusak reputasi beliau.
Bagaimanapun, respons Nabi Muhammad tetap tenang. Beliau tidak pernah terpancing. Nabi memahami bahwa tuduhan-tuduhan ini hanyalah upaya untuk menggoyahkan imannya. Beliau selalu berpegang teguh pada kebenaran. Keteguhan hati beliau adalah pelajaran berharga.
Pelajaran penting lainnya datang dari kisah seorang wanita tua. Wanita ini selalu membuang kotoran di depan rumah Nabi Muhammad setiap kali beliau lewat. Namun, Nabi tidak pernah membalas perbuatan wanita itu. Beliau selalu menyikapinya dengan sabar.
Suatu hari, wanita tua tersebut tidak muncul. Nabi Muhammad pun bertanya tentang keberadaannya. Beliau bahkan menjenguk wanita itu ketika mengetahui wanita tersebut sakit. Perbuatan mulia Nabi ini membuat wanita tua tersebut tersentuh. Akhirnya, wanita itu menyatakan keislamannya. Kisah ini menunjukkan kekuatan akhlak. Ini membuktikan bahwa kebaikan bisa menaklukkan kebencian.
Ayat Al-Qur’an sebagai Penuntun: Allah SWT juga berfirman dalam Surah Al-Qalam ayat 4: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” Ayat ini menegaskan karakter agung Nabi Muhammad.
Teladan dalam Toleransi dan Keadilan
Nabi Muhammad SAW tidak hanya bersabar dalam menghadapi kritik. Beliau juga menunjukkan toleransi tinggi. Bahkan kepada mereka yang berbeda keyakinan. Beliau mengajarkan pentingnya menghormati sesama.
Suatu waktu, seorang Yahudi mendatangi Nabi Muhammad. Orang Yahudi ini menagih utang dengan kasar. Para sahabat yang melihat hal tersebut merasa geram. Mereka ingin membalas perlakuan Yahudi itu. Namun, Nabi Muhammad melarang mereka. Beliau justru meminta para sahabat untuk membayar utang orang Yahudi tersebut.
Nabi Muhammad kemudian bertanya kepada para sahabat, “Mengapa kalian tidak membantuku membayarnya?” Perkataan ini mengejutkan para sahabat. Mereka pun langsung membayar utang tersebut. Bahkan, mereka memberikan tambahan dua puluh sha’ kurma. Ini adalah bentuk kompensasi atas kekasaran yang terjadi.
Orang Yahudi itu sangat terkesan. Ia bertanya, “Apa yang mendorongmu melakukan ini?” Nabi Muhammad menjawab, “Karena kami tahu bahwa hak-hak harus dihormati.” Kisah ini menjadi bukti nyata. Ini menunjukkan bagaimana Nabi mengedepankan keadilan. Ini juga menunjukkan toleransi beliau. Akhirnya, orang Yahudi itu masuk Islam.
Mengambil Pelajaran untuk Kehidupan Modern
Dari berbagai kisah ini, kita dapat menarik banyak hikmah. Pertama, kesabaran adalah kunci. Jangan mudah terpancing emosi. Kedua, akhlak mulia adalah senjata terampuh. Kebaikan akan selalu mengalahkan keburukan. Ketiga, fokus pada tujuan utama. Jangan biarkan kritik mengalihkan perhatian kita. Keempat, menjaga lisan itu penting. Jangan membalas cacian dengan cacian. Kelima, toleransi dan keadilan harus selalu dijunjung tinggi.
Di era digital ini, mudah sekali bagi seseorang untuk melontarkan kritik atau cacian. Namun, kita memiliki pilihan dalam meresponsnya. Mengikuti teladan Nabi Muhammad SAW berarti memilih jalan kebijaksanaan. Ini berarti memilih jalan kemuliaan.
Bagaimana kita bisa menerapkan teladan ini? Kita bisa mulai dengan mengendalikan diri. Pikirkan sebelum bereaksi. Kemudian, kita bisa mencoba memahami sudut pandang orang lain. Mungkin ada alasan di balik kritik mereka. Selanjutnya, fokus pada perbaikan diri. Jadikan kritik sebagai bahan evaluasi. Terakhir, doakan kebaikan bagi mereka. Bahkan bagi mereka yang mengkritik kita.
Nabi Muhammad SAW adalah panutan sempurna. Beliau mengajarkan kita cara menghadapi cobaan. Beliau mengajarkan kita cara merespons keburukan. Dengan meneladani beliau, kita dapat membangun masyarakat yang lebih damai. Kita juga bisa membangun masyarakat yang lebih berakhlak mulia. Kisah-kisah ini menegaskan bahwa kepemimpinan sejati terletak pada karakter.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
