Fiqih
Beranda » Berita » Cara Wudhu Jika Anggota Tubuh Tidak Lengkap

Cara Wudhu Jika Anggota Tubuh Tidak Lengkap

Ilustrasi berwudhu (sumber: canva.com)

SURAU.CO – Wudhu adalah syarat mutlak sahnya shalat. Ia menjadi kunci yang membuka pintu ibadah agung ini. Oleh karena itu, setiap Muslim wajib menyempurnakan wudhunya sesuai tuntunan. Namun, bagaimana jika seseorang memiliki keterbatasan fisik? Misalnya, salah satu anggota wudhunya buntung atau tidak lengkap karena sebuah penyakit atau kecelakaan. Bagaimana ia harus bersuci agar ibadahnya tetap sah?

Pertanyaan ini sangat penting dalam khazanah fiqih thaharah. Jawaban atasnya menunjukkan betapa Islam adalah agama yang realistis dan penuh rahmat. Syariat tidak pernah membebani seorang hamba di luar batas kemampuannya. Untuk kondisi khusus seperti ini, para ulama telah memberikan penjelasan yang sangat jelas. Penjelasan ini didasarkan pada kaidah fiqih yang adil, logis, dan menenangkan.

Prinsip Dasar: Kewajiban Terikat pada Keberadaan Objeknya

Untuk memahami masalah ini, kita perlu merujuk pada sebuah prinsip dasar fiqih. Para ulama menetapkan bahwa sebuah kewajiban (taklif) selalu terikat pada objeknya (mahal). Ketika syariat memerintahkan kita untuk “membasuh tangan”, maka objek dari perintah ini adalah “tangan” itu sendiri.

Lantas, apa yang terjadi jika objeknya tidak ada? Secara logis, kewajiban itu pun otomatis gugur. Jika seseorang tidak memiliki tangan, maka kewajiban untuk membasuh tangan pun hilang darinya. Ia tidak perlu melakukan apa-apa sebagai pengganti, seperti membasuh ujung lengannya yang buntung secara simbolis.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan kaidah ini dengan sangat baik:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Jika ada seseorang yang tangannya buntung dari siku, maka tidak ada kewajiban apa pun atasnya. Tidak wajib membasuh ujung lengannya. Karena bagian yang wajib dibasuh (yaitu tangan) sudah tidak ada. Maka kewajibannya menjadi gugur.”

Prinsip yang sama berlaku untuk semua anggota wudhu, baik itu tangan, lengan, ataupun kaki. Jika bagian tubuh yang Allah perintahkan untuk dibasuh sudah tidak ada, maka kewajiban untuk membasuhnya pun gugur.

Kasus Pertama: Anggota Wudhu Buntung Seluruhnya

Mari kita perjelas kasus pertama. Seseorang mengalami amputasi pada tangannya hingga di atas siku. Maka, seluruh bagian tangan yang wajib ia basuh (dari ujung jari hingga siku) sudah tidak ada. Dalam kondisi ini, ia sama sekali tidak perlu membasuh apa pun pada bagian tersebut. Ia bisa langsung melanjutkan ke rukun wudhu berikutnya, yaitu mengusap kepala.

Kasus Kedua: Anggota Wudhu Buntung Sebagian

Selanjutnya, bagaimana jika anggota tubuh itu buntung sebagian? Misalnya, tangannya buntung di bawah siku, atau kakinya buntung di bawah mata kaki. Apakah kita tetap wajib membasuh sisa anggota wudhu tersebut? Jawabannya adalah iya.

Dalam kasus ini, syariat hanya menggugurkan kewajiban pada bagian yang hilang. Sementara itu, kita tetap wajib membasuh sisa bagian yang masih ada hingga batas yang telah ditentukan. Syaikh Al-‘Utsaimin melanjutkan penjelasannya:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“Jika tangannya buntung di bawah siku, maka ia wajib membasuh sisa tangannya yang ada hingga siku. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, ‘Basuhlah wajah kalian dan tangan kalian sampai siku.’ (QS. Al-Maidah: 6). Maka, ia wajib membasuh sisa tangannya yang ada.”

Penjelasan ini sangat adil. Syariat hanya meringankan apa yang memang tidak ada. Dan tetap mewajibkan apa yang masih ada dan mampu kita lakukan.

Fondasi Syariat: Mengangkat Kesulitan (Raf’ul Haraj)

Keringanan ini menjadi bukti nyata dari sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim Allah. Allah tidak pernah ingin menyulitkan hamba-Nya. Prinsip mengangkat kesulitan adalah salah satu fondasi utama syariat Islam. Setiap perintah-Nya selalu Ia sesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan manusia. Allah SWT berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Oleh karena itu, seseorang dengan keterbatasan fisik tidak perlu merasa rendah diri. Ia juga tidak perlu khawatir tentang kesempurnaan ibadahnya. Selama ia telah menjalankan wudhu sesuai kemampuannya, maka wudhunya sah dan shalatnya pun diterima di sisi Allah, insya Allah. Kesempurnaan ibadah tidak Allah ukur dari kelengkapan fisik, melainkan dari kesungguhan dan ketakwaan hati.

Kesempurnaan dalam Keterbatasan

Kita dapat menarik kesimpulan yang sangat menenangkan mengenai cara wudhu anggota tubuh buntung.

  1. Jika seluruh bagian anggota wudhu (misalnya tangan hingga siku) hilang, maka kewajiban untuk membasuhnya gugur total.

  2. Jika hanya sebagian yang hilang, maka kita wajib membasuh sisa bagian yang masih ada hingga batas yang telah ditentukan syariat.

Inilah kemudahan yang Islam tawarkan. Ia menunjukkan bahwa setiap orang, dalam kondisi apa pun, tetap bisa beribadah dengan sempurna. Sempurna menurut standar kemampuannya masing-masing. Dan di mata Allah, kesempurnaan itulah yang paling berharga.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement