Khazanah
Beranda » Berita » Mencium Mushaf Al-Quran: Antara Cinta, Tradisi, dan Syariat

Mencium Mushaf Al-Quran: Antara Cinta, Tradisi, dan Syariat

Ilustrasi (sumber: canva.com).

SURAU.CO – Banyak dari kita tentu akrab dengan sebuah pemandangan yang menenangkan. Seseorang selesai membaca Al-Qur’an, kemudian dengan penuh hormat ia menutup mushaf itu, lalu mengangkat dan menciumnya. Pemandangan ini begitu umum di tengah masyarakat kita, menjadi simbol cinta dan penghormatan kepada Kalamullah.

Namun, di era digital saat ini, tindakan personal ini terkadang menjadi konten publik. Kita melihatnya di video atau unggahan foto, di mana momen khusyuk ini kini bisa disaksikan oleh ribuan orang. Fenomena ini kemudian memicu pertanyaan yang lebih dalam: Apa sebenarnya hukum mencium Mushaf Al-Quran? Apakah ia sebuah sunnah yang dianjurkan, sekadar tradisi baik, atau jangan-jangan termasuk perbuatan bid’ah?

Akar Perbuatan: Bentuk Penghormatan (Ta’zhim)

Pertama-tama, kita perlu memahami bahwa dasar dari perbuatan ini adalah niat untuk memuliakan (ta’zhim). Tidak diragukan lagi, setiap Muslim wajib memuliakan Al-Qur’an. Dalam budaya manusia, mencium adalah salah satu cara untuk mengekspresikan cinta dan penghormatan. Logika inilah yang kemudian sebagian orang terapkan pada mushaf Al-Qur’an. Akan tetapi, dalam Islam, tidak semua bentuk penghormatan itu disyariatkan. Di sinilah para ulama hadir untuk memberikan penjelasan.

Apakah Ada Dalil Khusus?

Para ulama sepakat bahwa tidak ada satu pun dalil yang shahih, baik dari Rasulullah SAW maupun para sahabatnya, yang secara khusus mencontohkan atau memerintahkan amalan ini. Ini adalah poin penting yang harus kita pahami. Mencium mushaf bukanlah sebuah sunnah yang memiliki landasan dalil spesifik.

Pandangan Para Ulama Kontemporer

Karena tidak ada dalil khusus, maka masalah ini masuk ke dalam ranah ijtihad. Para ulama besar kontemporer telah memberikan fatwa yang sangat menenangkan mengenai hal ini. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, saat ditanya, menjawab:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Kami tidak mengetahui adanya dalil mengenai hal tersebut. Akan tetapi, diriwayatkan dari ‘Ikrimah bin Abi Jahl radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya beliau dahulu mencium mushaf dan berkata, ‘Ini adalah kalam Rabb-ku’. Maka, perkaranya mudah. Jika seseorang menciumnya dalam rangka memuliakan dan mengagungkan, maka tidak mengapa, insya Allah. Ini bukanlah suatu sunnah dan tidak pula bid’ah. Perkaranya mudah, walillahil hamd.”

Fatwa ini sangat jelas. Beliau menyatakan hukumnya boleh (laa ba’sa bihi). Kuncinya adalah niat untuk memuliakan, bukan untuk beribadah. Komite Tetap Riset dan Fatwa Arab Saudi (Al-Lajnah Ad-Daimah) juga memberikan pandangan serupa:

“Boleh mencium mushaf Al-Qur’an dalam rangka memuliakan dan mengagungkannya. Sebagaimana halnya ‘Ikrimah bin Abi Jahl radhiyallahu ‘anhu melakukan hal tersebut. Karena perbuatan ini tidak termasuk dalam kategori ibadah yang membutuhkan dalil khusus.”

Kedua fatwa ini menggarisbawahi bahwa mencium mushaf bukanlah ibadah, sehingga ia tidak bisa kita sebut sebagai bid’ah.

Relevansi di Zaman Digital

Di sinilah letak tantangan zaman sekarang. Ketika sebuah amalan personal dipertontonkan di media sosial, niatnya bisa bergeser. Seseorang mungkin mengunggah video saat ia mencium mushaf dengan tujuan baik, yaitu untuk menunjukkan kecintaan pada Al-Qur’an.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Namun, ia harus waspada terhadap dua hal. Pertama, bahaya riya’ (pamer). Jangan sampai perbuatan ini menjadi ajang untuk mencari pujian manusia. Kedua, bahaya formalitas. Jangan sampai orang lain, terutama generasi muda, menganggap bahwa mencium mushaf adalah puncak dari pemuliaan Al-Qur’an.

Pemuliaan yang Paling Utama

Sesungguhnya, pemuliaan yang hakiki bukanlah pada ciuman di sampulnya, melainkan pada interaksi kita dengan isinya. Ada bentuk penghormatan yang jauh lebih agung dan wajib kita lakukan, yaitu:

  1. Membacanya secara rutin. Jangan biarkan mushaf kita hanya menjadi pajangan.

  2. Merenungkan maknanya (tadabbur). Berusaha memahami pesan-pesan agung yang Allah sampaikan.

  3. Mengamalkan isinya. Menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan hidup dalam setiap aspek.

    Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Inilah bentuk penghormatan yang paling Allah cintai. Apa gunanya kita mencium mushaf setiap hari jika perintah di dalamnya kita langgar?

Letakkan pada Porsinya

Pada akhirnya, kita mendapatkan sebuah pemahaman yang seimbang. Hukum mencium mushaf Al-Quran adalah boleh sebagai ekspresi cinta, bukan sebagai ritual ibadah. Ia bukan sunnah, dan bukan pula bid’ah.

Namun, janganlah kita berhenti di situ. Jadikan ciuman itu sebagai pengingat akan tanggung jawab kita yang lebih besar: untuk membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan. Itulah cinta yang sesungguhnya.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement