SURAU.CO – Prinsip wasathiyyah atau moderasi Islam telah lama menjadi ruh dakwah Islam Nusantara. Hal ini tercermin jelas dalam metode Wali Songo yang memadukan syariat dengan kearifan lokal, tanpa menimbulkan benturan dengan tradisi masyarakat.
Realistis Tapi Bukan Menyerah
Salah satu prinsip syariat yang paling utama sekaligus menjadi ciri khas agama Islam yang penting adalah al-wasathiyyah. Hal ini ada dalam firman Allah Swt.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةًۭ وَسَطًۭا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًۭا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (Qs. Al-Baqarah:143)
Wasathiyyah erat dengan kata moderasi memiliki beberapa makna. Salah satu maknanya adalah al-waqi’iyyah (realistis).Realistis dalam artian bukan taslim atau menyerah pada keadaan yang terjadi. Melainkan tidak menutup mata dari realitas yang ada dengan tetap berusaha untuk mencapai kondisi ideal.
Acuan Prinsip Waqi’iyyah
Beberapa kaidah fikih yang mengacu pada prinisp waqi’iyyah, yakni
الضَّرَرُ يُزَالُ
“kemudaratan harus dihilangkan.”
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menolak kerusakan didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan.”
Strategi dakwah Wali Songo tersebut mencerminkan penerapan beberapa kaidah dakwah Islam, terutama yang oleh Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus.
Dakwah Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga terkenal sangat toleran terhadap kearifan dan budaya setempat. Ia meyakini bahwa masyarakat akan menjauhi dakwah jika pendirian mereka diserang secara frontal. Karena itu, pendekatan masyarakat harus secara sistematis dan bertahap, sementara para ulama mengikuti tradisi mereka sambil secara perlahan memengaruhi dan mengarahkan.
Sunan Kalijaga dalam pendapatnya ia yakin jika Islam sudah benar-benar terpahami baik oleh masyarakat, maka otomatis kebiasaan lama akan hilang. Ajarannya memang tampak sinkretis (penyesuaian antara ajaran lama dan baru) dalam mengenalkan wajah Islam. Namun hasil pendekatan ini terbukti efektif. Media seni ukir, wayang, gamelan, dan seni suluk untuk berdakwah ia gunakan. Sunan Kalijaga pula yang menciptakan perayaan sekaten (syahadatain), grebeg maulud, kisah Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja.
Strategi dakwah tersebut bukan hanya kreatif dan inovatif, tetapi juga sangat efektif. Hampir sebagian besar adipati Jawa akhirnya bersyahadat melalui perantara Sunan Kalijaga, yakni Adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, dan Pajang.
Dakwah Sunan Kudus
Sunan Kudus pun menggunakan pendekatan persuasif dan budaya melalui simbol-simbol yang Hindu dan Buddha. Pendekatan terlihat jelas pada arsitektur Masjid Menara Kudus: bentuk menara, gerbang, serta pancuran wudhu yang melambangkan delapan jalan Buddha. Semua adaptasi itu merupakan wujud kompromi yang bijaksana.
Masyhur sebuah kisah, ketika Sunan Kudus ingin menarik perhatian masyarakat agar datang ke masjid dan mendengarkan tabligh. Ia menambatkan seekor sapi–Kebo Gumarang–pada halaman masjid. Orang-orang Hindu yang sangat mengagungkan sapi kemudian merasa simpati. Terlebih setelah mendengar penjelasan Sunan Kudus mengenai Surah al-Baqarah yang berarti “sapi betina.” Hingga kini, sebagian masyarakat tradisional Kudus masih menolak menyembelih sapi, dan menggantinya dengan kerbau atau kambing.
Selain itu, Sunan Kudus juga menggubah kisah-kisah ketauhidan yang tersusun secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk terus mengikuti ceritanya. Pendekatan ini mirip dengan kisah 1001 Malam dari kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Dengan kisah berseri itu, Sunan Kudus berhasil mengikat dan memikat masyarakat dalam dakwahnya.
Prinsip Fikih Ibadah dan Muamalat
Namun, tidak semua ajaran syariat dapat diadaptasi dengan budaya dan realitas setempat. Perlu pembeda prinsip antara fikih ibadah (ritual) dan muamalat (sosial). Salah satu kaidah fikih ibadah menyatakan:
“Allah tidak boleh disembah kecuali dengan cara yang disyariatkan-Nya.”
Sebaliknya pula, dalam fikih muamalat berlaku kaidah:
“Hukum asal muamalat adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya.”
Dengan demikian, dakwah Wali Songo berporos pada prinsip wasathiyyah (moderasi). Islam nusantara merupakan hasil dialektika antara teks syariat dengan realitas budaya setempat, sehingga melahirkan pemahaman dan praktik keislaman yang khas, ramah, dan penuh kearifan.(St.Diyar)
Referensi: K.H. Afifudin Muhajir, Islam Nusantara, (Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia), 2015.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
