Maksiat bukan sekadar dosa yang mengotori jiwa, tetapi juga membawa akibat besar bagi kehidupan seorang hamba. Setiap kali manusia pa dalam perbuatan maksiat, ada konsekuensi yang tidak hanya berdampak pada akhirat, tetapi juga kehidupan dunia. Para ulama, termasuk Ibnu Qayyim rahimahullah, banyak menjelaskan bahwa maksiat dapat menghilangkan keberkahan umur, rezeki, ilmu, amal, serta ketaatan.
1. Hilangnya Keberkahan Umur
Orang yang sibuk dengan maksiat akan kehilangan waktu berharga dalam hidupnya. Umurnya habis sia-sia untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, bahkan bisa membawa penyesalan yang panjang. Seharusnya umur digunakan untuk mendekat kepada Allah, tetapi maksiat membuat umur terasa pendek dan tidak produktif.
2. Hilangnya Keberkahan Rezeki
Rezeki tidak hanya diukur dari jumlah, tetapi juga dari keberkahannya. Makanan yang halal dan penuh keberkahan akan menambah energi untuk taat. Namun, rezeki yang tercampur maksiat akan membawa kegelisahan, penyakit hati, dan hilangnya rasa cukup. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar terhalang dari rezeki karena dosa yang ia lakukan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
3. Hilangnya Keberkahan Ilmu
Ilmu adalah cahaya dari Allah. Maksiat dapat memadamkan cahaya tersebut, sehingga hati menjadi gelap. Imam Syafi’i pernah mengadu kepada gurunya, Waki’, tentang buruknya hafalan. Gurunya pun menasihatinya agar meninggalkan maksiat, karena ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat.
4. Hilangnya Keberkahan Amal
Orang yang sering berbuat maksiat akan sulit menjaga konsistensi amal. Semangat beribadah menjadi lemah, hati terasa berat untuk shalat, malas membaca Al-Qur’an, bahkan amal kebaikan yang sudah dilakukan bisa kehilangan ruh ikhlas karena bercampur dengan dosa.
5. Hilangnya Ketaatan
Maksiat membawa rantai yang mengikat hati. Semakin sering dilakukan, semakin berat untuk kembali kepada ketaatan. Inilah yang disebut dengan istidraj – ketika seseorang diberikan kenikmatan duniawi, tetapi hatinya semakin jauh dari Allah. Na’udzubillah.
Jalan Keluar dari Jerat Maksiat
Meski maksiat memiliki dampak besar, Allah ﷻ selalu membuka pintu taubat bagi hamba-Nya. Caranya:
1. Segera bertaubat dengan tulus – menyesali perbuatan dosa, meninggalkannya, dan bertekad kuat tidak mengulanginya.
2. Mengganti maksiat dengan amal shalih – memperbanyak istighfar, sedekah, shalat sunnah, dan amal kebaikan lainnya.
3. Menjaga lingkungan dan pergaulan – karena teman dan suasana sangat berpengaruh pada perilaku.
4. Mendekat kepada Al-Qur’an dan majelis ilmu – agar hati senantiasa tercerahkan.
Penutup: Segera Kembali Kepada Allah
Maksiat adalah racun hati yang perlahan mengikis keberkahan hidup. Ia bisa membuat hidup sempit, hati gelisah, rezeki terasa seret, bahkan menjauhkan seseorang dari jalan hidayah.
Oleh karena itu, menjaga diri dari maksiat dan segera kembali kepada Allah adalah kunci untuk meraih keberkahan umur, rezeki, ilmu, amal, dan ketaatan.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Thalaq: 2–3)
Takut Kepada Allah, Bukan kepada Manusia
Dalam salah satu nasihatnya yang penuh hikmah, Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata:
“Jika engkau bertakwa kepada Allah, Dia pasti akan melindungimu dari (gangguan) manusia. Adapun jika engkau takut kepada manusia, mereka tidak bisa memberi perlindungan kepadamu sedikit pun dari (siksaan) Allah.” (Al-Fawaid, 1/54)
Kalimat ini sederhana, namun sarat dengan makna mendalam yang menyentuh hati orang-orang yang beriman.
Ketika Takwa Menjadi Perisai
Takwa kepada Allah berarti menempatkan Allah di atas segala sesuatu. Ia adalah kesadaran bahwa hanya Allah yang mengatur hidup dan mati, rezeki dan musibah, bahagia dan derita. Dengan takwa, seorang hamba meyakini bahwa tidak ada satu pun makhluk yang dapat mencelakakan dirinya tanpa izin Allah. Inilah yang membuat hati menjadi tenang sekalipun berada dalam tekanan manusia.
Bahaya Takut kepada Manusia
Rasa takut kepada manusia sering kali melahirkan kehinaan. Orang rela berbohong, menjilat, bahkan menggadaikan prinsip agamanya demi mencari ridha manusia. Padahal, sejatinya manusia tidak memiliki kuasa sedikit pun untuk menahan azab Allah. Sehebat apa pun mereka di mata dunia, semuanya lemah di hadapan-Nya.
Keberanian Lahir dari Iman
Sejarah para nabi dan ulama menunjukkan bahwa kekuatan terbesar seorang mukmin lahir dari iman, bukan dari jumlah pasukan atau harta yang dimiliki. Nabi Musa ‘alaihis salam tetap tegar menghadapi Fir’aun. Rasulullah ﷺ tidak gentar menghadapi Quraisy. Demikian pula para ulama, seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang tetap teguh di masa fitnah. Semua keberanian itu muncul karena keyakinan bahwa perlindungan Allah lebih besar daripada ancaman manusia.
Relevansi untuk Kita Hari Ini: Di zaman ini, banyak orang tergoda untuk mencari aman di hadapan manusia. Mereka takut kehilangan jabatan, takut dihina, takut dimusuhi. Akhirnya, mereka berani melanggar perintah Allah. Padahal, jika kita teguh dalam takwa, Allah sendiri yang akan menjaga, melindungi, dan menguatkan langkah kita.
Maka marilah kita menguatkan hati dengan keyakinan bahwa:
Hanya Allah yang patut kita takuti.
Hanya Allah yang mampu melindungi kita.
Dan hanya dengan takwa, hidup kita akan tenang dan mulia.
Allah Ta’ala berfirman:
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar, dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Renungan: Lebih baik kita dimusuhi manusia karena taat kepada Allah, daripada kita dimurkai Allah hanya demi menyenangkan manusia. (Tengku)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
