Khazanah
Beranda » Berita » Mati Mendadak: Istirahat bagi Mukmin, Siksaan bagi Pendosa

Mati Mendadak: Istirahat bagi Mukmin, Siksaan bagi Pendosa

Ilustrasi (Sumber: canva.com)

SURAU.CO – Banyak orang memandang kematian mendadak sebagai pertanda buruk. Ia datang tanpa aba-aba dan meninggalkan duka yang mendalam. Akan tetapi, Islam memberikan pandangan yang berbeda dan lebih dalam. Kematian tiba-tiba bukanlah tolok ukur kebaikan atau keburukan seseorang. Statusnya bergantung penuh pada kondisi iman dan amal orang yang mengalaminya.

Bagi seorang mukmin yang saleh, kematian mendadak justru menjadi sebuah rahmat. Ia adalah bentuk istirahat yang Allah segerakan. Sebaliknya, bagi seorang pendosa, ia adalah siksaan yang datang tiba-tiba. Ia merenggutnya tanpa memberinya kesempatan untuk bertaubat. Pandangan ini bersumber dari sebuah hadits yang sangat jelas dari Rasulullah SAW.

Hadits Sebagai Landasan Utama

Landasan utama pembahasan ini adalah hadits yang ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayatkan. Beliau pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang kematian mendadak (mautul faj’ah). Kemudian, Nabi SAW memberikan jawaban yang sangat mencerahkan. Beliau bersabda:

هُوَ رَاحَةٌ لِلْمُؤْمِنِ، وَأَخْذَةُ أَسَفٍ لِلْفَاجِرِ

“Ia (kematian mendadak) adalah istirahat bagi seorang mukmin. Dan merupakan siksaan penyesalan bagi seorang fajir (pendosa).” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, dinilai shahih oleh Al-Albani).

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Hadits ini secara tegas membagi kematian mendadak menjadi dua kondisi. Keduanya sangat bertolak belakang. Satu sisi adalah kenikmatan, sedangkan sisi lainnya adalah penyesalan abadi. Perbedaan ini tidak terletak pada cara kematiannya, melainkan pada siapa yang menjalaninya.

Kenikmatan dan Istirahat bagi Orang Beriman

Lantas, mengapa kematian mendadak menjadi istirahat bagi seorang mukmin? Para ulama menjelaskan bahwa ia adalah rahmat dari Allah. Melalui cara ini, Allah ingin meringankan penderitaan hamba-Nya yang saleh. Ia membebaskannya dari sakitnya sakaratul maut yang panjang. Ia juga melindunginya dari penderitaan penyakit yang menyiksa.

Seorang mukmin yang istiqamah selalu mengisi hidupnya dengan ketaatan. Ia membiasakan dirinya dengan zikir, shalat, dan amal saleh. Baginya, kematian adalah pintu gerbang untuk bertemu dengan Rabb yang ia cintai. Akibatnya, kematian mendadak justru mempercepat pertemuannya dengan pahala dan surga. Allah segera memindahkannya ke tempat peristirahatan yang abadi.

Siksaan dan Penyesalan bagi Pelaku Maksiat

Sebaliknya, kematian mendadak adalah bencana besar bagi seorang pendosa. Hadits menyebutnya sebagai akhdzatu asafin atau siksaan yang penuh penyesalan. Hal ini karena kematian itu datang saat ia sedang tenggelam dalam kelalaian dan kemaksiatan.

Kematian itu memutus semua angan-angannya secara paksa. Ia tidak diberi waktu sedikit pun untuk bertaubat. Akibatnya, pintu penyesalan di dunia tertutup selamanya baginya. Ia dicabut dari kenikmatan dunianya yang fana. Kemudian, ia langsung berhadapan dengan siksa dan azab di alam kubur. Ini adalah bentuk hukuman yang Allah segerakan bagi para pembangkang.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Penentunya Adalah Kebiasaan Hidup

Lalu, bagaimana kita bisa mengetahui status seseorang saat meninggal mendadak? Kuncinya terletak pada kebiasaan hidupnya. Allah akan mewafatkan seseorang sesuai dengan kebiasaan yang paling dominan dalam dirinya.

Untuk memperjelas hal ini, Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan:

“Adapun yang dikenal di antara para ulama, bahwasanya kematian mendadak itu dimakruhkan. Karena dikhawatirkan ia wafat dalam keadaan belum sempat bertaubat dari dosa-dosanya. Akan tetapi, jika ia wafat di atas kebaikan, maka itu adalah tanda kebaikan.”

Dengan kata lain, jika seseorang terbiasa shalat dan membaca Al-Qur’an, maka kematian mendadak adalah husnul khatimah baginya. Namun, jika ia terbiasa berbuat maksiat, maka kematian mendadak adalah su’ul khatimah.

Fokus pada Kualitas Hidup

Pada akhirnya, kita tidak perlu takut pada cara kematian itu datang. Yang perlu kita khawatirkan adalah kondisi kita saat kematian itu menjemput. Tujuan kita bukanlah menghindari kematian tiba-tiba, melainkan meraih husnul khatimah (akhir yang baik).

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Oleh karena itu, tugas kita adalah mengisi setiap detik kehidupan dengan ketaatan. Kita harus selalu mempersiapkan diri seolah-olah kematian akan datang kapan saja. Dengan begitu, entah kematian itu datang tiba-tiba atau perlahan, kita akan siap. Kita akan menyambutnya sebagai pintu istirahat menuju ridha Allah SWT.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement