Pendidikan
Beranda » Berita » Pesantren Lansia: Menyemai Cahaya di Ujung Usia

Pesantren Lansia: Menyemai Cahaya di Ujung Usia

Ketika usia senja, saat kesepian, pensiun, dan keterbatasan fisik mulai datang, kerinduan untuk menenangkan jiwa melalui ilmu agama semakin kuat, Pesantren Lansia menjadi tempatnya.

SURAU.CO. Ada satu pemandangan yang indah sekaligus menyejukkan hati: sekelompok orang lanjut usia duduk melingkar di serambi masjid, melantunkan ayat-ayat al-Qur’an dengan suara yang meski bergetar, tapi penuh kesungguhan. Di sela-sela itu, terdengar tawa kecil, kadang juga tangis lirih ketika mengingat masa lalu. Inilah wajah pesantren lansia—sebuah gagasan sederhana namun penuh makna, salah satunya program NU-CARE LAZISNU Kulon Progo di area di Masjid Gede Wongsokarto, Terbah, Wates, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta yang peka melihat kebutuhan spiritual kaum sepuh di hari tuanya.

Memang sampai hari ini masyarakat seringkali mengaitkan pesantren dengan anak-anak dan remaja. Padahal, Islam mengajarkan bahwa mencari ilmu tak mengenal batas usia. Thalabul ‘ilmi minal mahdi ilal lahdi (menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat) adalah prinsip yang menjadi landasan utama pesantren lansia.

Menyapa Kebutuhan Kaum Lansia

Banyak orang lanjut usia merasa seolah masih “berhutang” dalam hal pendidikan agama. Di masa muda, mereka mungkin sibuk bekerja, membesarkan anak, atau tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk mendalami ajaran Islam. Kini, di usia senja, ketika kesepian, pensiun, dan keterbatasan fisik mulai datang, kerinduan untuk menenangkan jiwa melalui ilmu agama semakin kuat.

Pesantren lansia hadir sebagai jawaban atas kerinduan itu. Di tempat ini, para orang tua dan nenek-nenek bukan hanya belajar membaca al-Qur’an atau memperdalam fikih dasar, tetapi juga menemukan suasana yang santun, hangat, dan penuh kasih sayang. Pesantren menjadi ruang teduh, tempat mereka menambatkan hati pada Allah Swt sekaligus mempererat persaudaraan dengan sesama.

Konsep Unik Pesantren Lansia

Pesantren lansia bukan sekadar “panti jompo bernuansa Islam”. Ini adalah pusat pembelajaran dan pembinaan spiritual yang dirancang khusus untuk lansia.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

  • Kurikulum yang Sederhana: Materi pembelajaran difokuskan pada kebutuhan praktis. Misalnya, memperbaiki bacaan al-Qur’an, memahami fikih ibadah, menghafal doa sehari-hari, dan mempelajari akhlak. Tidak ada beban akademik yang berat. Semua dilakukan dengan pengulangan lembut, hafalan pendek, dan diskusi santai.
  • Metode Belajar yang Ramah Lansia: Jadwal pembelajaran fleksibel, biasanya pagi dan sore hari. Metode yang digunakan sederhana: mendengar, menirukan, mengulang, dan mempraktikkan. Suasana dijamin hangat dan penuh kasih sayang tanpa kompetisi.
  • Fasilitas dan Kegiatan yang Mendukung: Asrama dirancang ramah lansia, dengan akses kursi roda dan kamar mandi yang aman. Kegiatan harian meliputi shalat berjamaah, dzikir bersama, hadrah atau sholawat, bahkan senam ringan. Layanan kesehatan juga diberikan secara rutin.
    Pendampingan Sosial dan Spiritual: Lansia memiliki ruang untuk bercerita, berbagi pengalaman, dan diarahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
  • Tujuan utamanya adalah ketenangan batin, sebagai bekal menuju akhir hayat yang husnul khatimah (akhir yang baik).

Tujuan Mulia Pesantren Lansia

Pesantren lansia tidak mengejar ijazah duniawi, tetapi ridha Allah SWT. Tujuannya sangat jelas: mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan penuh kesadaran, ketenangan, dan kebersamaan di usia senja.

Selain tujuan itu, kaum lansia mencari cara untuk memperkuat iman dan takwa, mengurangi rasa kesepian, sekaligus membuktikan bahwa Islam ramah terhadap semua usia. Mereka butuh ruang yang memberi tempat layak, terutama ketika keluarga sering lalai memperhatikan. Pesantren lansia hadir untuk memenuhi kebutuhan itu dengan ibadah, kebersamaan, dan kasih sayang.

Contoh Nyata dan Harapan Masa Depan

Program serupa telah berkembang di berbagai daerah. Pesantren Lansia Mbah Moen di Rembang, meskipun tidak menggunakan nama formal, menjadi tempat para jamaah sepuh menghabiskan masa tua mereka dengan mengaji. Di Bandung, Pesantren Lansia Darut Tauhid berfokus pada pembinaan ibadah lansia. Di Magelang, Pondok Pesantren Putri Masjid Agung Payaman rutin menyelenggarakan program pesantren lansia saat bulan Ramadhan. Hal ini menjadi inspirasi bagi banyak pesantren lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk membuka program serupa.

NU-CARE LAZISNU Kulon Progo mengambil inisiatif untuk mengembangkan pesantren lansia. Mereka tidak hanya menjadikannya tempat belajar, tetapi juga ruang pemberdayaan, silaturahmi, dan pelayanan kesehatan.

Tantangan dan Harapan

Tentu saja, setiap program yang baik memiliki tantangan. Pesantren lansia membutuhkan fasilitas khusus, tenaga pendamping yang sabar, dan dukungan dana berkelanjutan. Namun, harapan jauh lebih besar: semakin banyak pesantren membuka program lansia. Pendidikan agama harus menjadi milik semua usia, tanpa terkecuali.

Menerapkan Parenting Nabawi: Panduan Mendidik Karakter Anak Lewat Riyadus Shalihin

Pesantren lansia mengajarkan bahwa usia senja bukanlah masa menunggu tanpa arti. Justru, di sinilah kesempatan untuk semakin dekat kepada Sang Pencipta. Mereka yang duduk di serambi pesantren dengan kitab kecil di tangan sedang menyiapkan cahaya untuk perjalanan selanjutnya.

Para lansia tidak mengejar sebuah gelar, melainkan ketenangan batin. Mereka ingin mengisi sisa usia dengan kebaikan, agar kelak pulang kepada Allah Swt dalam keadaan husnul khatimah. Di sinilah pesantren lansia menjadi sangat penting. Ia mengajarkan bahwa masa tua bukan titik berhenti, melainkan kesempatan emas untuk menyucikan hati, menebus kekurangan masa lalu, sekaligus menebar teladan kesabaran dan keikhlasan.(kareemustofa)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement