Khazanah
Beranda » Berita » Maulidan: Jalan Cinta Nahdliyin kepada Nabi

Maulidan: Jalan Cinta Nahdliyin kepada Nabi

Tradisi Maulid Nusantara
Tradisi Maulid Nusantara

SURAU.CO – Di Indonesia, terutama di kalangan warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyin), tradisi Maulidan telah menjadi bagian penting dari kehidupan beragama sekaligus sosial budaya. Bagi para ulama, Maulidan bukan sekedar perayaan kelahiran Nabi, melainkan juga sarana untuk mendekatkan umat kepada sosok Rasulullah ﷺ.

Jejak Maulid dalam Tradisi Islam

Maulid Nabi tidak muncul begitu saja. Sejarah mencatat, peringatan kelahiran Rasulullah sudah berlangsung sejak berabad-abad yang lalu. Salah satu tokoh yang terkenal memprakarsai peringatan Maulid secara besar-besaran adalah Sultan Al-Mudzaffar Abu Said Kukuburi, seorang penguasa Muslim di Irbil, Irak, pada abad ke-12. Ia menjadikan perayaan Maulid sebagai momentum untuk menghidupkan semangat cinta kepada Nabi.

Di Nusantara, tradisi ini kemudian masuk bersama para ulama dan penyebar Islam. Para wali songo misalnya, menggunakan momentum Maulid untuk memperkuat dakwah Islam melalui seni, budaya, dan syair. Dari sini, Maulid Nabi berkembang menjadi tradisi yang akrab dengan masyarakat, hingga akhirnya menjadi ciri khas umat Islam Indonesia, khususnya warga Nahdliyin.

Maulidan dalam Tradisi Nahdliyin

Di kalangan Nahdliyin, Maulidan menjadi ruang untuk meneguhkan identitas keislaman sekaligus mempererat hubungan sosial. Di banyak daerah, jamaah NU memperingati Maulid dengan membaca Barzanji, Simthud Durar, atau Diba’, yang berisi kisah hidup Nabi, doa, dan pujian kepada beliau.

Ulama NU memandang Maulid sebagai momentum emas. Mereka memanfaatkannya untuk mengajarkan cinta Nabi, akhlak mulia, dan keteladanan Rasulullah. Tidak jarang, setelah pembacaan maulid, jamaah dilanjutkan dengan pengajian atau ceramah yang berisi nasehat agama. Dengan cara ini, umat tidak hanya larut dalam suasana gembira, tetapi juga mendapatkan pencerahan spiritual dan ilmu keislaman.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Dalam setiap acara Maulid, ulama mengarahkan umat agar rasa cinta kepada Nabi tidak berhenti pada seremonial, melainkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika ulama membaca kisah perjuangan Nabi, jamaah merasakan seolah-olah mereka hidup bersama Rasulullah. Ketika ulama membawakan shalawat, jamaah merasa lebih dekat dengan beliau. Inilah yang menjadikan Maulid menjadi sarana efektif bagi ulama untuk mendidik hati umat, menumbuhkan rasa cinta, sekaligus mempersatukan mereka dalam bingkai kebersamaan.

Spirit Cinta dan Teladan

Bagi Nahdliyin, mencintai Nabi tidak hanya diwujudkan dengan shalawat dan doa. Lebih dari itu, cinta harus hadir dalam sikap dan perilaku. Melalui Maulid, ulama menyampaikan pentingnya meneladani akhlak Nabi. Misalnya, Nabi selalu sabar menghadapi cobaan, selalu ramah sesama, serta penuh kasih sayang kepada keluarga. Pesan ini menjadi relevan dalam kehidupan modern. Di tengah derasnya arus informasi dan tantangan zaman, umat membutuhkan teladan moral.

Melalui Maulid, ulama berhasil menanamkan rasa cinta kepada Nabi dalam hati umat. Mereka mengajarkan bahwa mencintai Nabi bukan hanya dengan kata-kata, melainkan juga dengan sikap hidup yang mencerminkan akhlak mulia beliau.

Dengan demikian, Maulidan tidak hanya menjadi bagian dari tradisi, tetapi juga menjadi jembatan spiritual yang menghubungkan Nahdliyin dengan sosok yang paling mereka cintai: Rasulullah Muhammad ﷺ.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement