SURAU.CO. Indonesia terletak di zona aktif tektonik dunia, yaitu pertemuan tiga lempeng utama yang terus bergerak dan saling bertumbukan. Kemudian, banyak sesar aktif yang melintasi Indonesia dan berada di Cincin Api Pasifik, sebuah area dengan aktivitas vulkanik dan tektonik tinggi. Akibatnya, di Indonesia sering kali terjadi gempa. Jika kita lihat data BMKG, hampir setiap hari terjadi gempa di berbagai wilayah di Indonesia. Hanya saja magnitudonya kecil, sehingga tidak berdampak. Dan ketika gempa besar, seluruh rakyat berduka. Tidak jarang gempa besar di Indonesia yang menyebabkan kerusakan, bahkan korban jiwa.
Gempa bumi bukan sekadar getaran fisik yang mengguncang daratan. Bagi sebagian orang, ia hanyalah peristiwa geologis biasa dan ilmu pengetahuan modern bisa menjelaskan dengan baik. Namun, dalam perspektif yang lebih luas dan mendalam, terutama bagi umat Islam, gempa bumi memuat dimensi spiritual yang penting. Gempa adalah ayat Allah yang mengandung pesan dan peringatan.
Gempa bumi terjadi karena adanya pergeseran lempeng tektonik di lapisan bumi. Ilmu geologi menjelaskan bahwa kerak bumi tersusun atas beberapa lempeng besar yang mengapung di atas lapisan mantel. Ketika dua lempeng bertemu atau saling bergesekan, energi yang terkumpul dapat dilepaskan dalam bentuk getaran atau gempa. Inilah yang menjadi penjelasan ilmiah atas terjadinya gempa.
Namun, bagi seorang Muslim, penjelasan ilmiah tidak lantas menafikan keterlibatan kehendak Allah dalam setiap kejadian. Dalam keyakinan Islam, tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi di alam semesta ini kecuali atas izin-Nya. Sebagaimana firman Allah :
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Al-Hadid:22)
Ayat ini menegaskan bahwa semua bencana, termasuk gempa bumi, telah tercatat di Lauhul Mahfudz, sebuah kitab takdir yang menunjukkan bahwa segala sesuatu berada dalam kendali Allah. Pandangan ini membentuk fondasi penting dalam akidah Islam tentang takdir.
Gempa Sebagai Ayat Allah
Gempa bumi bukan semata akibat pergerakan bumi, tetapi juga bagian dari sunnatullah (ketetapan Allah) sebagai peringatan dan teguran terhadap manusia. Dalam Surah Al-Isra’ ayat 59, Allah menegaskan: “Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti (manusia).”
Imam besar seperti Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan bahwa tanda-tanda semacam ini bertujuan agar manusia merasa takut dan kembali kepada jalan yang benar. Maksud dari rasa takut bukanlah ketakutan irasional. Tetapi menyadari bahwa hidup ini fana dan manusia harus segera meninggalkan maksiat serta mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, ulama besar dari kalangan salaf, mengumpamakan bumi sebagai makhluk yang hidup. Allah –Subhanah- terkadang mengizinkan bumi untuk bernafas maka terjadilah gempa bumi yang dasyat, sehingga hamba-hamba Allah ketakutan dan mau kembali kepada-Nya, meninggalkan kemaksiatan dan merendahkan diri kepada Allah dan menyesal” (Miftah Daris Sa’adah 1/221).Dengan cara ini, Allah ingin mengingatkan hamba-Nya agar kembali ke jalan yang benar.
Musibah Akibat Ulah Manusia Sendiri
Allah menjelaskan dalam Al-Quran bahwa banyak musibah yang terjadi di bumi, sebenarnya akibat ulah tangan manusia sendiri. Allah berfirman: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Rum: 41)
Allah menginginkan agar manusia menyadari kesalahan mereka dan memperbaiki diri. Ketika manusia terus melakukan kerusakan moral, sosial, maupun ekologis, maka konsekuensinya bisa berupa bencana, baik dalam bentuk kekeringan, banjir, maupun gempa bumi.
Dalam Surah lain disebutkan: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Kemudian, Allah berfirman: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (An-Nisa: 79)
Rasulullah SAW pun memperingatkan dalam sabdanya riwayat oleh Ibnu Majah, bahwa ketika maksiat telah menjadi gaya hidup masyarakat dan mereka melakukan secara terang-terangan, maka Allah akan menurunkan bala yang belum pernah menimpa generasi sebelumnya.
Beliau bersabda, “Hai orang-orang Muhajirin, lima perkara, jika kamu ditimpa lima perkara ini, aku mohon perlindungan kepada Allah agar kamu tidak mendapatkannya. Tidaklah muncul perbuatan keji (Zina,merampok, minum khamr, judi, dan lainnya) pada suatu masyarakat, sehingga mereka melakukannya dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang sebelum mereka. Dan tidaklah mereka menahan (tidak mengeluarkan) zakat hartanya, kecuali hujan dari langit juga akan ditahan dari mereka. Seandainya bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan. Tidaklah orang-orang mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan disiksa dengan kezhaliman pemerintah, kehidupan yang susah, dan paceklik. Dan selama pemimpin-pemimpin (negara, masyarakat) tidak berhukum dengan kitab Allah, dan memilih-milih sebagian apa yang Allah turunkan, kecuali Allah menjadikan permusuhan yang keras di antara mereka” (HR Ibnu Majah).
Sikap Seorang Muslim Menghadapi Gempa
Ketika menghadapi gempa, reaksi seorang Muslim seharusnya bukan hanya panik atau sekadar menyelamatkan diri secara fisik. Islam mengajarkan untuk segera kembali kepada Allah melalui doa, istighfar, dan introspeksi. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Kewajiban ketika terjadi gempa bumi dan lainnya semisal gerhana, angin kuat, banjir, yaitu menyegerakan taubat, merendahkan diri kepada-Nya, meminta keselamatan, memperbanyak dzikir dan istighfar.” (Majmu’ Fatawa 150/152-9).
Reaksi ini tidak hanya menunjukkan sikap spiritual yang matang. Akan tetapi juga menjadikan bencana sebagai momen untuk mengingat kebesaran dan kekuasaan Allah. Dalam peristiwa semacam ini, seorang Muslim seharusnya memperbanyak istighfar, berdoa memohon perlindungan, serta memperbaiki amal dan akhlak.
Merenungi Hikmah di Balik Guncangan
Gempa bumi seharusnya menjadi pelajaran penting bagi manusia bahwa mereka bukan penguasa sejati atas bumi ini. Meski ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju, manusia tetap makhluk lemah yang bergantung penuh kepada Allah. Oleh karena itu, setiap bencana, sekecil apa pun itu, sepatutnya memicu refleksi keimanan, menumbuhkan kesadaran untuk taat, serta meningkatkan kepedulian terhadap sesama dan alam sekitar.
Islam tidak melarang kita mempelajari penyebab ilmiah dari bencana, bahkan mendorong umatnya untuk menjadi ahli dalam ilmu pengetahuan. Namun, ilmu harus bersanding dengan iman. Gempa bumi bukan hanya peristiwa geofisika, melainkan juga ayat yang berbicara dalam bahasa guncangan: “Kembalilah kepada Tuhanmu sebelum terlambat.”
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
