SURAU.CO – Perang Uhud tercatat sebagai salah satu perang besar pada tahun ke-3 Hijriyah di kaki Gunung Uhud, Madinah. Saat itu, umat Islam yang jumlahnya masih sedikit harus menghadapi pasukan Quraisy Makkah yang jauh lebih besar. Di balik teriakan perang dan darah yang tumpah, ada sebuah kisah yang begitu menyentuh hati. Kisah itu terjadi ketika Rasulullah ﷺ terluka parah, namun beliau justru menahan darahnya agar tidak jatuh ke bumi.
Awal Perang Uhud
Pada awal pertempuran, umat Islam berhasil meraih kemenangan. Pasukan Quraisy sempat kocar-kacir. Namun, kemenangan itu tidak berlangsung lama. Sebagian pasukan pemanah yang ditugaskan Rasulullah ﷺ untuk menjaga strategi di bukit justru turun karena melihat harta rampasan perang.
Hal itu langsung dimanfaatkan Khalid bin Walid yang saat itu belum masuk Islam untuk menyerang dari arah belakang. Serangan itu membuat keadaan berubah drastis. Pasukan muslim yang tadinya unggul menjadi tercerai-berai.
Rasulullah ﷺ Terluka
Di tengah kekacauan itu, Rasulullah ﷺ menjadi sasaran utama musuh. Para pemanah Quraisy dan prajuritnya berusaha menghabisi beliau. Para sahabat setia berjuang mati-matian melindungi Nabi, namun beberapa serangan berhasil melukai tubuh mulia beliau.
Kening Rasulullah ﷺ terluka oleh pedang, gigi serinya patah karena hantaman batu, dan wajah beliau robek akibat hantaman besi. Darah pun mengalir dari wajah beliau yang suci.
Para sahabat segera membantu beliau. Mereka membersihkan luka, mencabut besi yang menancap, dan berusaha menghentikan darah. Namun, darah tetap terus mengalir.
Di tengah luka itu, Rasulullah ﷺ tidak memikirkan dirinya sendiri. Beliau justru mengangkat tangan seraya berdoa,
“Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”
Bayangkan, tubuhnya penuh luka dan darah terus mengalir, tetapi lisannya tidak mengeluarkan keluhan atau amarah. Justru doa penuh kasih sayang yang keluar untuk orang-orang yang menyakitinya. Inilah bukti betapa luasnya kasih sayang Rasulullah ﷺ kepada umat manusia.
Menahan Darah Jangan Sampai Menyentuh Tanah
Saat darah terus mengalir dari wajahnya, Rasulullah ﷺ berusaha menahannya agar tidak menetes ke bumi. Beliau menadahi tetesan darah itu dengan tangan, lalu mengusapkannya ke dada, meski dalam keadaan genting.
Setelah perang mereda, seorang sahabat memberanikan diri bertanya. Ia ingin tahu mengapa Rasulullah ﷺ menadahi darahnya lalu mengusapkannya ke dada.
Rasulullah ﷺ menjawab dengan lembut:
“Aku mendengar apa yang tidak kalian dengar. Malaikat penjaga gunung berkata, jika setetes darahku menyentuh bumi, maka Allah akan menurunkan azab dari langit kepada mereka yang memerangiku.”
Mendengar jawaban itu, para sahabat bertanya lagi, “Mengapa Engkau tidak berdoa agar Allah menurunkan azab kepada musuh-musuh itu supaya celaka?”
Rasulullah ﷺ kembali menjawab dengan penuh kasih:
“Sungguh, aku tidak diutus untuk melaknat. Aku diutus untuk menyebarkan rahmat kepada semesta alam.”
Subhanallah. Betapa mulianya hati beliau. Kasih sayang beliau begitu besar, bahkan kepada orang-orang yang menyakitinya. Beliau bahkan menolak tawaran malaikat untuk membinasakan musuh, meski beliau menanggung luka yang begitu parah.
Dalam momen genting itu, para sahabat menunjukkan pengorbanan yang luar biasa. Abu Dujanah melindungi Nabi dengan tubuhnya, sampai tubuhnya dipenuhi panah. Thalhah bin Ubaidillah mengangkat tangannya untuk menahan serangan musuh hingga tangannya lumpuh. Ummu ‘Ammarah, seorang perempuan ikut melindungi Rasulullah dengan pedang dan perisai.
Namun, meski para sahabat setia melindungi, Rasulullah ﷺ tetap menanggung luka yang dalam.
Pelajaran dari Kisah Rasulullah ﷺ
Perang Uhud memang meninggalkan duka. Namun, di balik peristiwa itu tersimpan cahaya pelajaran yang abadi. Rasulullah ﷺ mengajarkan kita arti kasih sayang sejati, bahkan kepada orang yang menyakiti. Beliau menjaga darahnya agar tidak jatuh ke bumi, demi menyelamatkan umat dari azab.
Kisah ini seharusnya membuat kita merenung. Rasulullah ﷺ yang terluka parah saja masih mendoakan musuhnya, sedangkan kita sering marah hanya karena persoalan kecil. Beliau menahan darahnya agar bumi tidak menjadi Saksi kebinasaan umat, sedangkan kita sering gagal menahan lidah dari kata-kata yang melukai hati orang lain.
Jika kita benar mencintai Rasulullah ﷺ, maka cinta itu seharusnya tercermin dari usaha kita meneladani akhlak beliau. Kita bisa meniru kesabarannya, kasih sayangnya, dan keteguhannya, bukan hanya dengan kata-kata, melainkan dengan tindakan nyata.
Perang Uhud memang menjadi ujian berat bagi umat Islam. Namun, di balik peristiwa itu, Allah memperlihatkan betapa agungnya akhlak Rasulullah ﷺ. Beliau tidak hanya menahan luka dan darah, tetapi juga menahan murka demi keselamatan umat.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
