SURAU.CO- Kisah selalu menjadi jembatan terbaik untuk menanamkan akhlak. Kitab Akhlaq lil Banat karya Umar bin Ahmad Baraja memuat kisah-kisah hidup penuh makna: dari Rasulullah ﷺ hingga para wanita salehah di sekitarnya. Dengan bahasa sederhana, kitab ini mengajarkan bahwa teladan itu bukan sekadar teori, melainkan nyata dalam perilaku sehari-hari.
Umar bin Ahmad Baraja adalah ulama asal Hadramaut pada abad ke-20. Beliau menulis Akhlaq lil Banat sebagai pedoman etika bagi anak perempuan Muslim, agar tumbuh dengan akhlak mulia. Kitab ini mengajarkan adab kepada Allah, orang tua, guru, dan sesama. Dalam tradisi pendidikan Islam klasik, ia menjadi bacaan wajib di madrasah dan pesantren, terutama bagi santri perempuan.
1. Rasulullah ﷺ: Hamba yang Paling Bersyukur
Nabi Muhammad ﷺ menjadi teladan utama dalam ketakwaan. Baraja menulis bahwa Nabi mendirikan shalat malam sampai kedua kakinya bengkak. Ketika Sayyidah Aisyah bertanya, “Bukankah dosamu telah diampuni, wahai Rasulullah?”, beliau menjawab:
«أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا»
“Bukankah aku seorang hamba yang bersyukur?”
Hati beliau selalu hidup dengan dzikir, bahkan ketika tidur. Ketika mendapat sesuatu yang menyenangkan, beliau mengucap: “Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya sempurna amal shalih.” Dan ketika menghadapi hal yang tidak disukai, beliau tetap berkata: “Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan.”
Teladan ini menegaskan bahwa syukur bukan hanya saat senang, tetapi juga ketika susah. Di zaman modern, saat banyak orang mengukur kebahagiaan dari materi, Rasulullah ﷺ mengajarkan kebahagiaan lahir dari hati yang selalu ingat Allah.
2. Teladan dari Wanita Agung: Khadijah, Fathimah, dan Aisyah
a. Sayyidah Khadijah
Khadijah adalah istri Rasulullah yang penuh ketakwaan. Ia membantu perjuangan Nabi, sabar menanggung cobaan, dan setia sepanjang hidupnya. Allah bahkan mengirim salam kepadanya melalui Jibril, serta memberi kabar gembira rumah di surga dari permata. Betapa agung kemuliaannya.
b. Sayyidah Fathimah
Putri Rasulullah ini tumbuh dalam kesalehan. Ia shalat hingga kakinya bengkak, mencintai kaum miskin, dan sabar dalam rumah tangga. Bahkan ketika tangannya kasar menumbuk gandum, ia tidak mengeluh. Suatu ketika ia meminta pelayan, Rasulullah ﷺ menasihati:
“Maukah aku ajarkan sesuatu yang lebih baik daripada pelayan? Bertasbihlah 33 kali, bertahmidlah 33 kali, dan bertakbirlah 34 kali sebelum tidur.”
Fathimah pun menerima dengan ridha, menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa.
c. Sayyidah Aisyah
Aisyah dikenal cerdas, ahli fikih, dan penuh rasa malu. Ia sering berpuasa, menangis karena takut kepada Allah, bahkan pernah menyedekahkan seratus ribu dirham meski pakaiannya lusuh. Kesederhanaannya berpadu dengan ilmu yang luas, hingga ia menjadi guru bagi para sahabat. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Keutamaan Aisyah atas perempuan lain seperti bubur atas makanan lain.”
Khadijah, Fathimah, dan Aisyah adalah pilar teladan Muslimah. Dari mereka kita belajar bahwa takwa bisa diwujudkan dalam peran berbeda: sebagai istri, anak, maupun ulama perempuan.
3. Murid yang Tak Pernah Melupakan Allah
Kisah terakhir dalam kitab ini menyentuh hati. Seorang guru memberi murid-muridnya ayam untuk disembelih di tempat sepi. Semua melakukannya, kecuali satu murid yang mengembalikan ayam itu. Ketika ditanya alasannya, ia menjawab:
“Aku tidak menemukan tempat yang sepi dari penglihatan Allah.”
Sang guru pun berkata kepada murid lain: “Inilah sebab aku lebih mencintainya. Ia sadar selalu diawasi Allah, dan kelak ia akan menjadi orang saleh.”
Kisah sederhana ini menanamkan muraqabah kesadaran bahwa Allah selalu hadir. Bagi anak perempuan hari ini, pesan itu penting. Di era digital yang serba privat, kesadaran bahwa Allah selalu melihat dapat menjaga dari maksiat yang tersembunyi.
Hikmah untuk Kita
Kisah Rasulullah ﷺ, Khadijah, Fathimah, Aisyah, hingga murid saleh menunjukkan satu benang merah: ketakwaan melahirkan keindahan hidup. Syukur, kesetiaan, kesabaran, kesederhanaan, dan kesadaran akan pengawasan Allah adalah cahaya yang membimbing langkah seorang Muslimah.
Mari kita bertanya pada diri sendiri: sudahkah kita menjadikan syukur sebagai nafas, kesabaran sebagai pakaian, dan muraqabah sebagai benteng? Semoga Allah menjadikan kita hamba yang selalu bersyukur, setia dalam takwa, dan senantiasa berada dalam cinta-Nya. آمين.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
