Beranda » Berita » Menebarkan Cahaya Kebaikan di Tengah Gelapnya Keburukan

Menebarkan Cahaya Kebaikan di Tengah Gelapnya Keburukan

Menebarkan Cahaya Kebaikan di Tengah Gelapnya Keburukan

Menebarkan Cahaya Kebaikan di Tengah Gelapnya Keburukan.

 

Dalam hidup ini, kita sering berhadapan dengan kegelapan: kebencian, fitnah, kemaksiatan, dan berbagai bentuk keburukan yang menyelimuti hati manusia. Namun, Allah ﷻ memberikan jalan keluar yang indah. Kita tidak membalas kegelapan dengan kegelapan, tetapi kita menyalakan pelita cahaya kebaikan.

Sebagaimana kalimat bijak dalam gambaraMenebarkan Cahaya Kebaikan di Tengah Gelapnya Keburukan ini:
“Termasuk senjata terkuat melawan gelapnya keburukan adalah menebarkan pelita cahaya kebaikan.”

Artinya, ketika kita disakiti, jangan balas dengan menyakiti. Saat kita difitnah, jangan balas dengan fitnah. Tetapi, jawablah dengan sabar, dengan doa, dan dengan amal-amal shalih yang akan menjadi cahaya penerang bukan hanya bagi kita, tetapi juga bagi orang-orang di sekitar kita.

Fenomena Flexing Sedekah di Medsos: Antara Riya dan Syiar Dakwah

Rasulullah ﷺ telah mencontohkan bahwa kekuatan dakwah bukan terletak pada kerasnya balasan, melainkan pada kelembutan hati dan cahaya akhlak mulia. Beliau bersabda:

“Sesungguhnya Allah itu lembut dan mencintai kelembutan pada setiap perkara.” (HR. Bukhari & Muslim)

Maka, mari kita jadikan hidup ini sebagai ladang untuk menyalakan cahaya:

Dengan senyum yang tulus.

Dengannya doa kebaikan bagi sesama.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Dengan membantu orang yang membutuhkan.

Dengan menyebarkan ilmu dan nasihat yang bermanfaat.

Kebaikan yang kecil jika terus dilakukan akan menjadi cahaya besar yang mampu mengusir kegelapan. Ibarat lilin, meski kecil cahayanya, ia mampu mengusir gelapnya malam.

Mari jadikan diri kita “pelita cahaya kebaikan” di tengah masyarakat. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.

 

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

 

 

 

 


Anak Pang: Potret Jalanan, Identitas, dan Pencarian Makna Hidup

Refleksi Jalanan: Kisah di Balik Senyum dan Peluh

Di sebuah sore yang mendung, di pinggir jalan yang ramai lalu lintasnya, tersaji sebuah potret kehidupan yang sarat makna. Sekelompok anak muda, dengan pakaian lusuh namun penuh semangat, berdiri bersama seorang pria yang tampak berbaur tanpa jarak. Mereka berfoto di samping motor tua, gerobak unik yang dihias dengan berbagai barang, serta senyum yang merekah walau peluh masih menempel di wajah.

Barangkali orang melihat mereka sebagai “kaum jalanan”, kelompok yang hidup sederhana, dengan gerobak dan motor yang menjadi rumah sekaligus tempat penghidupan. Namun lebih dari itu, mereka adalah simbol perjuangan. Kehidupan di jalan memang keras, tetapi di sanalah nilai-nilai ketahanan, persaudaraan, dan solidaritas diuji.

Kebersamaan di Tengah Keterbatasan

Lihatlah wajah mereka. Ada yang tertawa lepas, ada yang tenang, ada pula yang menatap penuh makna. Meskipun hidup tidak memberi mereka kemewahan, tetapi mereka memiliki sesuatu yang jauh lebih mahal: persaudaraan. Mereka saling menopang, saling menguatkan, dan tetap menemukan ruang untuk tersenyum bersama.

Pelajaran untuk Kita Semua

1. Hidup Tidak Selalu Tentang Kemewahan – Gerobak yang penuh barang, motor yang sudah tua, pakaian yang sederhana—semua itu menjadi saksi bahwa kebahagiaan tidak harus berbalut harta.

2. Kebersamaan adalah Kekuatan – Mereka berdiri bersama, bukan sendirian. Hidup memang terasa berat jika ditanggung sendiri, tapi terasa lebih ringan ketika ada tangan yang menggenggam erat.

3. Menghargai Perjuangan Orang Lain – Kita sering mengukur orang dari penampilan, padahal setiap orang punya cerita panjang tentang perjuangan. Menghormati mereka berarti menghargai kehidupan itu sendiri.

Refleksi Diri: Kita yang sering sibuk dengan gawai, pekerjaan, dan urusan dunia, kadang lupa bahwa di jalanan ada ribuan kisah perjuangan yang tak pernah ditulis di buku sejarah. Mereka yang sederhana, mereka yang tidak terkenal, merekalah pejuang sejati kehidupan.

Seperti sore itu, kamera hanya menangkap senyum. Namun di balik senyum itu ada peluh, ada duka, ada harapan, dan ada doa yang mungkin tidak pernah kita dengar.

Mari Belajar: Dari mereka kita belajar bahwa hidup bukan soal berapa banyak yang kita punya, melainkan seberapa kuat kita bisa bertahan dan tetap tersenyum walau badai menghadang.

Potret ini bukan sekadar foto, tetapi pengingat bahwa setiap manusia adalah pejuang dengan jalannya masing-masing. Mari kita saling menghargai, saling menolong, dan saling mendoakan. (Tengku)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement