Hukum Menikah dengan Saudara Sepersusuan dalam Timbangan Syariat Islam.
Pendahuluan: Urusan Pernikahan dalam Islam
Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk urusan pernikahan. Pernikahan bukan hanya sekadar ikatan lahiriah antara seorang laki-laki dan perempuan, tetapi juga memiliki dimensi syar’i, sosial, dan spiritual yang sangat mendalam.
Allah ﷻ menjadikan pernikahan sebagai salah satu jalan untuk menjaga kehormatan, menyambung keturunan yang sah, serta menumbuhkan mawaddah dan rahmah dalam kehidupan berumah tangga.
Islam menetapkan aturan dan batasan yang jelas dalam pernikahan untuk menjaga kesucian dan keharmonisan rumah tangga. Batasan itu bukan semata-mata untuk membatasi kebebasan manusia, melainkan sebagai bentuk penjagaan terhadap fitrah, kemuliaan keluarga, dan keberlangsungan tatanan sosial yang sehat. Salah satu batasan penting yang sering luput dari perhatian masyarakat adalah larangan menikahi saudara sepersusuan.
Landasan Hadits
Rasulullah ﷺ bersabda: “Hal-hal dari hubungan persusuan diharamkan sebagaimana hal-hal tersebut diharamkan dari hubungan nasab.” (HR. Bukhari, no. 2645)
Hadits ini memberikan penegasan bahwa hubungan persusuan memiliki konsekuensi hukum yang sama dengan hubungan darah (nasab) dalam hal keharaman menikah. Artinya, seseorang tidak boleh menikahi saudara sepersusuan sebagaimana ia tidak boleh menikahi saudara kandungnya sendiri.
Seorang perempuan yang menyusui dua anak yang berbeda, membuatnya menjadi saudara sepersusuan menurut ketentuan syariat Islam. Dengan kata lain, meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah, Islam memandang keduanya sebagai “saudara” dalam hukum syar’i.
Persusuan ini menimbulkan ikatan mahram (larangan menikah) sebagaimana mahram karena nasab. Hubungan persaudaraan yang terjalin melalui penyusuan membuat anak laki-laki dan anak perempuan kandung ibu susuan tidak boleh menikah.
Dalil Al-Qur’an
Selain hadits, Al-Qur’an juga menyinggung masalah ini dalam surah An-Nisa ayat 23:
> “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan…”
(QS. An-Nisa: 23)
Ayat ini menegaskan larangan pernikahan antara saudara sepersusuan karena mereka termasuk dalam kategori mahram.
Syarat-syarat Persusuan yang Menyebabkan Keharaman
Para ulama fikih menjelaskan bahwa tidak setiap bentuk persusuan menimbulkan hukum mahram. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
1. Susuan dilakukan pada usia bayi
Mayoritas ulama berpendapat bahwa persusuan hanya menimbulkan mahram jika terjadi pada usia bayi, yaitu sebelum anak berusia dua tahun. Hal ini merujuk pada firman Allah:
“Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh…” (QS. Al-Baqarah: 233).
2. Jumlah susuan tertentu
Menurut jumhur ulama, cukup sekali susuan saja sudah menimbulkan keharaman. Menurut mazhab Syafi’i dan Hanbali, lima kali susuan yang jelaslah yang menentukan status saudara sepersusuan dan hukumnya.
3. Air susu masuk ke perut bayi
Islam menganggap persusuan sah jika bayi benar-benar menelan air susu hingga masuk ke lambung, bukan hanya menyentuh mulut atau bibir.
Apabila ketiga syarat ini terpenuhi, maka terjadilah ikatan persaudaraan sepersusuan yang berdampak pada hukum mahram.
Konsekuensi Hukum
Jika seseorang memiliki saudara sepersusuan, maka hukum yang berlaku sama dengan hubungan nasab:
Tidak boleh menikah dengan saudara sepersusuan.
Berlaku hukum mahram dalam hal aurat dan pergaulan.
Tidak ada kewajiban nafkah atau waris, karena ikatan persusuan hanya menimbulkan hukum mahram, bukan hak-hak harta.
Penyusuan membuat anak laki-laki dan anak perempuan kandung ibu susuan terikat sebagai mahram, melarang pernikahan di antara mereka.
Hikmah Larangan Menikah dengan Saudara Sepersusuan
Islam bukan hanya menetapkan hukum tanpa alasan, tetapi selalu ada hikmah di balik setiap ketentuan. Beberapa hikmah larangan ini antara lain:
1. Menjaga kehormatan keluarga
Persusuan menimbulkan ikatan batin dan kasih sayang seperti hubungan darah. Menghalalkan pernikahan antar saudara sepersusuan akan menghancurkan makna persaudaraan itu sendiri.
2. Menguatkan ikatan sosial
Dengan adanya larangan ini, hubungan persusuan benar-benar dipandang sebagai ikatan keluarga. Hal ini memperkuat rasa saling menghormati dan menjaga antara keluarga kandung dan keluarga susuan.
3. Mencegah kerancuan nasab
Pernikahan antar saudara sepersusuan menimbulkan dampak buruk pada garis keturunan dan struktur sosial masyarakat.
4. Mendidik kesucian hubungan
Islam menegaskan bahwa pernikahan hanya boleh terjadi di luar lingkaran mahram, sehingga tetap terjaga kesucian dan kehormatannya.
Kasus di Masyarakat
Sayangnya, banyak masyarakat yang kurang memahami hukum ini. Ada yang menganggap persusuan hanya soal “tolong-menolong”, tanpa menyadari konsekuensi syariatnya.
Pernikahan antara saudara sepersusuan yang tidak disadari sebelumnya menjadi batal dan tidak sah jika dilanjutkan.
Setiap keluarga harus mencatat dan mengingat siapa saja yang pernah menyusui anak-anak mereka untuk menghindari pernikahan terlarang. Hal ini menjadi tanggung jawab moral agar tidak terjadi pelanggaran syariat di masa depan.
Peran Orang Tua
Orang tua memiliki peranan penting dalam menjaga anak-anak mereka dari pernikahan terlarang ini. Beberapa langkah yang perlu diperhatikan:
1. Mencatat siapa yang menyusui anak
Catatan ini akan sangat bermanfaat ketika anak sudah dewasa dan hendak menikah.
2. Menjelaskan hukum sejak dini
Anak-anak perlu diajarkan bahwa saudara sepersusuan memiliki hukum mahram.
3. Menguatkan rasa persaudaraan
Jangan biarkan anak-anak menganggap saudara sepersusuan hanya “teman biasa”. Tumbuhkan kesadaran bahwa mereka adalah bagian dari keluarga.
Refleksi: Hukum menikah dengan saudara sepersusuan adalah bukti bahwa Islam memperhatikan setiap detail dalam menjaga keturunan (hifzh an-nasl), salah satu dari lima maqashid syariah. Larangan ini bukan sekadar aturan kaku, melainkan bentuk kasih sayang Allah agar umat manusia hidup dengan tertib, terhormat, dan penuh keberkahan.
Bagi seorang Muslim, menaati hukum ini adalah bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
> “Tidaklah seorang hamba meninggalkan sesuatu karena Allah, melainkan Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya.” (HR. Ahmad)
Penutup: Pernikahan yang Diharamkan
Menikah dengan saudara sepersusuan hukumnya haram dan tidak sah, sebagaimana halnya menikah dengan saudara kandung. Islam memandang persusuan sebagai ikatan keluarga yang kuat, sehingga harus dijaga kesuciannya.
Maka, mari kita lebih berhati-hati dan cermat dalam urusan ini. Orang tua perlu menanamkan kesadaran sejak dini, dan setiap individu wajib memahami hukum-hukum pernikahan agar tidak terjerumus dalam pernikahan yang diharamkan.
Semoga Allah ﷻ menjaga keluarga kita, melindungi keturunan kita, dan menjadikan rumah tangga kita senantiasa dalam keberkahan. (Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
