SURAU.CO – Shalat adalah tiang agama dan kewajiban utama bagi setiap muslim. Seorang mukmin tidak boleh meninggalkan shalat kecuali dalam kondisi tertentu yang memang diperbolehkan syariat. Namun, bagaimana jika seseorang sedang shalat lalu melihat orang lain dalam bahaya? Apakah ia harus tetap melanjutkan shalatnya atau boleh membatalkannya demi menolong orang tersebut?
Pertanyaan ini sudah dibahas oleh para ulama. Salah satunya adalah Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al ‘Aqil yang menjawabnya dengan tegas dalam fatwa beliau. Menurutnya, jika seorang muslim sedang shalat lalu melihat ada orang yang menghadapi kondisi yang membahayakan nyawanya—misalnya rumah terbakar, hendak tertabrak mobil, tercebur ke air, atau ada hewan berbahaya mendekat—maka ia boleh bahkan bisa wajib membatalkan shalatnya untuk menyelamatkan orang tersebut.
Menolong Sesama Lebih Utama
Dalam Islam, selamatkan nyawa manusia termasuk kewajiban yang besar. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
“Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maidah: 32)
Ayat ini menegaskan bahwa menjaga nyawa manusia termasuk amal yang sangat mulia. Oleh karena itu, jika seorang muslim sedang shalat lalu mendapati orang lain berada di ambang bahaya, ia tidak boleh menutup mata dan terus meneruskan ibadahnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Syaikh Al-‘Aqil menjelaskan, seorang muslim bisa membantu orang yang terancam bahaya dengan dua cara: dengan lisan atau dengan amal.
Menolong dengan Lisan
Kadang-kadang kondisi yang membahayakan bisa teratasi cukup dengan peringatan. Misalnya, ketika seseorang sedang shalat lalu melihat orang buta berjalan ke arah sumur atau api, ia cukup diperingatkan dengan suara keras agar orang tersebut berhenti.
Dalam kondisi ini, orang yang shalat boleh berbicara walaupun ucapan itu sebenarnya membatalkan shalat. Hal ini karena syariat membolehkan peringatan dengan lisan. Jika orang buta tidak memahami isyarat tasbih (mengucapkan subhanallah sebagai tanda peringatan dalam shalat), maka menegurnya dengan suara jelas jauh lebih penting daripada menjaga keutuhan shalat yang ia kerjakan.
Setelah memberi peringatan, orang yang shalat itu mengulangikembali shalatnya dari awal.
Menolong dengan Perbuatan
Ada kalanya ucapan saja tidak bisa mengatasi bahaya. Misalnya ada anak kecil yang tercebur ke sungai, seseorang pingsan di jalan, rumah terbakar, atau ular berbahaya mendekati orang yang sedang tidur. Dalam keadaan seperti ini, orang yang sedang shalat wajib menghentikan shalatnya lalu segera membantu dengan tindakan.
Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni menegaskan bahwa berbicara dalam shalat untuk menyelamatkan orang lain yang terancam bahaya hukumnya wajib. Jika syariat mebolehkan ucapan saja, maka tindakan nyata seperti membantu orang yang tenggelam atau terbakar tentu lebih utama. Setelah menolong, ia kembali melaksanakan shalatnya dari awal.
Menariknya, para ulama juga menegaskan bahwa kewajiban menolong tidak hanya berlaku pada sesama muslim. Dalam Al-Iqna’ dan syarahnya disebutkan bahwa seorang muslim wajib menolong siapa pun yang menghadapi bahaya, bahkan orang kafir dzimmi, mu’ahad, atau musta’man yang berdamai dengan kaum muslimin.
Salat Bisa Diulang, Nyawa Tidak Bisa Diulang
Ulama fikih menekankan bahwa orang yang menghentikan shalatnya karena membantu orang lain dapat mengulangi shalatnya kembali setelah keadaan aman. Namun, nyawa manusia tidak bisa terulang kembali jika sudah melayang.
Inilah prinsip dasar yang menjadi landasan fatwa para ulama. Shalat memang ibadah yang agung, tetapi menyelamatkan nyawa manusia yang yang terancam lebih utama ketika keduanya berbenturan. Syariat Islam hadir untuk menjaga kemaslahatan umat.
Bayangkan jika seseorang sedang shalat di masjid, lalu ia mendengar suara anak kecil berteriak karena tercebur ke sungai di dekat masjid. Apakah ia harus tetap berdiri khusyuk dalam shalatnya dan membiarkan anak itu tenggelam? Tentu saja tidak. Ia wajib segera menolong, meski shalatnya batal.
Atau seorang ayah sedang shalat di rumah, lalu ia melihat anaknya hampir menjatuhkan benda berat ke tubuhnya. Maka ia tidak punya pilihan lain kecuali segera menghentikan shalatnya demi menyelamatkan sang anak.
Kondisi seperti ini menampilkan bahwa agama Islam menempatkan nilai kemanusiaan di atas formalitas ibadah ketika keduanya tidak bisa berjalan bersamaan. Wallahu a’lam.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
