Khazanah
Beranda » Berita » Kejujuran: Warisan Terbaik dari Orang Tua

Kejujuran: Warisan Terbaik dari Orang Tua

Kejujuran: Warisan Terbaik dari Orang Tua

Kejujuran: Warisan Terbaik dari Orang Tua.

 

Hidup di tengah masyarakat seringkali menuntut kita untuk pandai bersandiwara. Ada yang berwajah ramah, namun hatinya penuh dendam. Ada yang seolah peduli, namun di balik itu hanya mencari keuntungan pribadi. Fenomena ini bukan lagi sesuatu yang asing—kita menyebutnya sebagai bermuka dua atau munafik.

Orang tua yang bijak menanamkan nilai kejujuran, keberanian untuk berkata apa adanya, dan kesetiaan untuk menjaga hati tetap bersih dari tipu daya sejak anaknya kecil. Mereka inilah orang-orang yang lebih memilih jujur meski kadang terasa pahit, daripada manis tapi penuh kepalsuan.

Gambaran ini mengingatkan aku untuk tidak bermulut manis, bermuka dua, atau cari muka.
Suka = aku katakan.
Benci = aku tunjukkan.
Sayang = aku buktikan.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Sebuah sikap hidup yang sederhana tapi berharga. Ketulusan bukan sekadar kata, melainkan tindakan nyata.

Kejujuran dalam Timbangan Islam

Islam menekankan pentingnya kejujuran sebagai salah satu sifat utama yang harus dijaga. Rasulullah ﷺ sendiri mencontohkan kejujuran dengan gelar Al-Amin, yang berarti orang yang terpercaya. Kejujuran adalah fondasi akhlak, sedangkan kemunafikan adalah penyakit hati yang bisa merusak diri dan masyarakat.

Allah ﷻ berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah: 119)

Ayat ini jelas menegaskan, kejujuran bukan sekadar pilihan, melainkan perintah langsung dari Allah.

Bahaya Bermuka Dua:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Rasulullah ﷺ bersabda: “Kamu akan mendapati manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang bermuka dua, yang datang kepada suatu kaum dengan satu wajah dan kepada kaum lainnya dengan wajah yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sikap bermuka dua menghancurkan kepercayaan dan merusak integritas diri sendiri secara bersamaan. Kepalsuan menghancurkan ketulusan dalam hubungan dan memicu kecurigaan di mana-mana.

Didikan Orang Tua adalah Pondasi Karakter

Tidak semua orang bisa menjadi jujur. Banyak yang terbentuk oleh lingkungan, pergaulan, bahkan tekanan hidup. Namun, mereka yang sejak awal mendapat didikan orang tua tentang pentingnya kejujuran akan lebih kuat menghadapi godaan untuk bermuka dua.

Kalimat penutup dalam gambaran ini sangat kuat: “…bukan didikan orang tua saya.”

Artinya, orang tua telah mewariskan nilai luhur bahwa harga diri tidak bisa ditukar dengan kepalsuan. Lebih baik jujur meskipun pahit, daripada hidup dalam manisnya kepura-puraan.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Hidup Apa Adanya: Jalan yang Berat tapi Bermartabat. Kejujuran memang tidak selalu membawa popularitas. Kadang, orang jujur dianggap keras, kasar, atau tidak pandai menjaga perasaan. Namun, hidup dengan apa adanya akan selalu menghadirkan ketenangan. Tidak perlu berpura-pura, tidak perlu takut terbongkar, dan tidak perlu memakai topeng sosial yang melelahkan.

Seorang bijak pernah berkata:
“Lebih baik dibenci karena menjadi dirimu sendiri, daripada disukai karena menjadi orang lain.”

Penutup: Jalan hidup yang tidak hanya diajarkan oleh orang tua, tetapi juga diridhai oleh Allah ﷻ

Kejujuran adalah warisan terbesar yang bisa kita terima dan kita wariskan.

Dunia mungkin penuh kepalsuan, tapi orang-orang yang tetap berpegang pada ketulusan akan selalu berbeda dan dikenang.

Bila suka, katakan. Apabila benci, tunjukkan. Bila sayang, buktikan. Karena itu adalah jalan hidup yang tidak hanya diajarkan oleh orang tua, tetapi juga diridhai oleh Allah ﷻ. (Tengku Iskandar, M.Pd)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement