Pendidikan
Beranda » Berita » Jangan Rawat Kebodohan: Bersama Sembuhkan Bangsa dengan Ilmu

Jangan Rawat Kebodohan: Bersama Sembuhkan Bangsa dengan Ilmu

Jangan Rawat Kebodohan
Ilustrasi sekelompok orang sedang mempelajari Al Quran untuk melawan kebodohan. Foto: Meta AI

SURAU.CO. Beberapa waktu yang lalu, masyarakat dikejutkan oleh pernyataan kontroversial Menteri Keuangan terkait biaya gaji guru yang dianggap membebani APBN.  Meski di saat yang sama, ia juga mengakui kecilnya alokasi anggaran untuk sektor pendidikan. Belum selesai, muncul lagi pemberitaan bahwa mulai tahun 2026, anggaran pendidikan justru akan mengalami pemangkasan demi mendukung program nasional MBG (yang katanya demi masa depan). Pernyataan ini menambah luka di hati masyarakat yang sejak lama merasakan keterbatasan akses terhadap pendidikan yang layak. Di ruang-ruang publik, muncul sindiran tajam bahwa pemerintah seolah “merawat kebodohan”.

Namun, mari kita tidak berhenti hanya pada keluhan dan kemarahan. Penting bagi kita untuk menyelami lebih dalam: apa sebenarnya makna kebodohan dalam pandangan Islam? Mengapa Islam sangat tegas dalam memeranginya? Dan bagaimana cara kita menyembuhkan bangsa dari wabah kebodohan ini?

Makna Kebodohan dalam Islam

Dalam istilah Arab, kebodohan disebut safāhah. Orang yang bodoh bukan hanya orang yang tak tahu, tetapi juga orang yang emosinya mudah meledak, cepat tersinggung oleh hal sepele, dan bertindak kasar tanpa kendali. Sifat ini muncul dari kelemahan akal dan dangkalnya pemahaman.

Dalam aspek agama, kebodohan membuat seseorang mudah tersesat dari jalan kebenaran. Al-Qur’an menyinggung hal ini dalam banyak ayat, yang menggambarkan bagaimana orang-orang bodoh menanggapi perintah Allah dengan penuh prasangka, bahkan cemoohan.

“Dan bahwasanya orang yang bodoh dari kami selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah.” [QS. Al-Jinn: 4]

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Orang-orang yang bodoh di antara manusia akan berkata, ‘Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari Kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat ke sana?’ Katakanlah, ‘Kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” [QS. Al-Baqarah: 142]

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang-orang yang menyebut perubahan arah kiblat sebagai kebingungan atau ketidakkonsistenan Rasulullah SAW, adalah orang yang bodoh. Mereka gagal memahami bahwa Allah-lah pemilik segala arah, dan hanya Dia yang berhak menentukan kiblat. Kekeliruan semacam ini bukan karena minimnya informasi, melainkan karena tertutupnya hati dari cahaya petunjuk Ilahi.

Firman Allah, “Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman’. Mereka menjawab: ‘Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?’ Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.”

Allah menegaskan bahwa orang-orang yang menolak iman dengan alasan bahwa hanya “orang-orang bodoh” yang beriman, justru merekalah yang sebenarnya bodoh. Seandainya mereka  adalah orang-orang yang berakal, dan memiliki pandangan yang lurus, tentu mereka akan mengetahui bahwa apa yang diserukan kepada mereka itu adalah kebenaran. Kebodohan juga membuat seseorang terjerumus dalam dosa dan kemaksiatan. Ia tidak tahu mana perintah dan mana larangan, sehingga hidupnya terseret oleh tipu daya syetan.

Kebodohan dalam Urusan Dunia

Tidak hanya soal agama, kebodohan dalam kehidupan dunia pun membawa kerusakan besar. Seorang yang bodoh bisa menghambur-hamburkan hartanya, gagal mengelola amanah, dan mengambil keputusan yang merugikan banyak orang. Bahkan, Al-Qur’an secara eksplisit melarang memberikan harta kepada orang-orang yang tidak bisa mengelolanya dengan bijak, sebagaimana dalam Surah An-Nisa’ ayat 5 “Dan janganlah kalian menyerahkan kepada orang-orang yang bodoh, harta yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Imam Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam Risalah al-Mudzakarah menjelaskan bahwa kebodohan adalah akar dari segala keburukan dan kemudharatan. Ia seperti gelapnya malam tanpa cahaya. Orang yang hidup dalam kebodohan tidak tahu arah, tidak bisa membaca tanda, dan akhirnya tersesat tanpa sadar. Lebih parah lagi, orang bodoh sering merasa paling benar dan ini yang paling berbahaya.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Tidak ada musuh yang lebih berbahaya daripada kebodohan, dan musuh seseorang adalah kebodohannya.” Ini menunjukkan bahwa musuh internal kita yang paling kuat bukan orang jahat di luar sana, tapi ketidaktahuan yang bercokol dalam diri kita sendiri.

Bahaya Membiarkan Orang Bodoh Memimpin

Rasulullah SAW memberikan peringatan yang sangat serius tentang kepemimpinan orang-orang bodoh. Dalam sebuah hadis, beliau menyebut akan datang masa ketika kebohongan dianggap kebenaran, dan orang yang jujur dianggap pendusta. Di masa itu, orang-orang bodoh berbicara mewakili publik. Mereka tidak memiliki pengetahuan, namun justru memegang kekuasaan.

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun penipuan. Di dalamnya pendusta dibenarkan, dan orang yang jujur didustakan, pengkhianat dipercaya, dan orang yang terpercaya dituduh berkhianat. Di dalamnya Ruwaibidhah berbicara.” Dikatakan kepada beliau, “Apakah Ruwaibidhah itu, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Yaitu orang yang bodoh berbicara tentang urusan khalayak umum.” (HR. Ibnu Mâjah dan Ahmad, Redaksi Ahmad: Sahih)

Lebih jauh lagi, Nabi memperingatkan tentang pemimpin-pemimpin yang tidak mengikuti tuntunan beliau, yang menyebarkan kebohongan dan kezaliman. Siapa pun yang membenarkan dan membantu mereka, tidak termasuk umat Nabi. Sebaliknya, yang menolak kebohongan dan menentang kezaliman, mereka adalah bagian dari umat beliau.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Rasulullah Saw bersabda, “Nabi bersabda kepada Ka`b bin `Ujrah, ‘Semoga Allah melindungimu dari kepemimpinan orang-orang yang bodoh.’ Ka`b berkata, ‘Apa maksud kepemimpinan orang-orang yang bodoh itu?’ Beliau bersabda, ‘Para pemimpin setelahku. Mereka tidak meneladani petunjukku, dan tidak mengikuti sunnahku. Orang-orang yang membenarkan mereka terhadap kebohongan mereka, dan membantu mereka terhadap kezaliman mereka, mereka itu bukanlah golonganku, dan aku bukanlah golongan mereka, dan mereka tidak akan datang ke telagaku. Sedangkan orang-orang yang tidak membenarkan mereka atas kebohongan mereka, dan tidak menolong mereka atas kezaliman mereka, mereka itu adalah golonganku, dan aku adalah golongan mereka, dan mereka akan datang ke telagaku.” [HR. An-Nasâ’i, dan At-Tirmidzi. Menurut At-Tirmidzi: Hasan Gharîb]

Al Quran dan Menuntut Ilmu adalah Jalan Keluarnya

Lantas, bagaimana cara keluar dari kegelapan kebodohan ini? Jawabannya jelas: dengan ilmu. Islam memerintahkan umatnya untuk belajar sepanjang hayat. Bahkan wahyu pertama yang turun adalah “Iqra’” (Bacalah!). Ini bukan sekadar perintah untuk membaca teks, tapi ajakan untuk berpikir, memahami, dan merenung.

Syekh Ali bin Abi Bakar dalam syairnya menggambarkan kebodohan sebagai api yang membakar agama seseorang, sementara ilmu adalah air yang memadamkannya. Maka tak heran jika umat Islam diperintahkan untuk menuntut ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat.

Al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad menekankan bahwa orang bodoh tidak akan mampu menjalankan ibadah dengan benar. Ia bisa salah dalam bersuci, keliru dalam shalat, atau bahkan menyalahi syariat karena tidak memahami ilmunya. Dan ibadah yang tidak sesuai aturan bisa jadi tidak diterima oleh Allah SWT. Oleh karena itu, menuntut ilmu bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan.

Kemudian, Al-Qur’an sendiri adalah solusi. Allah SWT menyebut kitab-Nya sebagai petunjuk dan penyembuh bagi mereka yang beriman. Dalam Surah Fussilat ayat 44 dijelaskan bahwa Al-Qur’an adalah obat bagi kebodohan, keraguan, dan kebimbangan.

“… Katakanlah: “Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh”. (QS. Fussilat: 44)

Para mufasir seperti Imam Al-Razi, Ibnu Katsir, Al-Qurtubi, dan Al-Zamakhsyari sepakat bahwa fungsi syifa dalam ayat tersebut adalah menyembuhkan hati manusia dari penyakit ketidaktahuan dan kesesatan. Al-Qur’an menjadi cahaya yang menerangi akal, membimbing hati, dan menuntun langkah manusia menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Oleh karena itu, Islam telah memberikan tuntunan kepada kita agar bisa sembuh dari kebodohan  sebagaimana dalam firman-Nya,

Menghindari dan Bersabar terhadap Orang Bodoh

Islam juga mengajarkan kita untuk bersikap bijak terhadap orang-orang yang masih dalam kebodohan. Jika memungkinkan, hindarilah pergaulan dengan mereka. Namun jika harus berinteraksi, maka bersabarlah dan jangan terpancing emosi.

Suatu ketika, Umair bin Khamâsyah berwasiat kepada anak-anaknya. Dia berkata, “Wahai anak-anakku, janganlah kalian bergaul dengan orang-orang yang bodoh. Sesungguhnya bergaul dengan mereka adalah penyakit. Barang siapa menghindari mereka dengan cara yang baik, niscaya ia akan bahagia. Dan barang siapa menanggapi mereka, maka ia akan menyesal. Barang siapa yang tidak ridha dengan sedikit yang dibawa oleh orang yang bodoh, niscaya akan ridha dengan yang banyak.”

Bersama Perangi Kebodohan

Dalam situasi saat ini, ketika kebijakan publik seakan tidak berpihak pada pendidikan, masyarakat harus sadar bahwa memperjuangkan pendidikan bukan hanya tugas pemerintah, tapi tugas bersama. Orang tua, guru, komunitas, dan tokoh agama harus bergerak bersama memerangi kebodohan.

Jangan biarkan narasi “merawat kebodohan” menjadi kenyataan. Umat Islam diajarkan untuk mencintai ilmu, menjunjung tinggi akal sehat, dan tidak tunduk pada kedunguan yang dipelihara. Dengan ilmu, kita bisa menyembuhkan luka-luka sosial dan membangun peradaban yang lebih baik.

Kebodohan adalah musuh dalam selimut,ia tak kasat mata, namun menghancurkan perlahan. Lawanlah dengan cahaya ilmu, karena hanya itulah yang sanggup memadamkan gelapnya zaman.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement