SURAU.CO. Dalam dunia yang terus berubah dan berkembang pesat, ilmu menjadi kompas yang membimbing manusia dalam mengambil keputusan yang bijak dan bertanggung jawab. Ilmu bukan sekadar informasi, tetapi cahaya yang menerangi jalan menuju kebaikan, keselamatan, dan kebahagiaan hakiki. Namun, dalam Islam, ilmu memiliki dimensi yang jauh lebih dalam. Ia adalah bagian dari ibadah, sarana mendekatkan diri kepada Allah, dan jalan menuju surga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan bahwa menuntut ilmu bukan hanya aktivitas duniawi, melainkan bagian dari upaya menuju surga.
“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu (agama), maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim no. 2699)
Hadis ini tidak sekadar memberi motivasi, tetapi menunjukkan betapa mulianya kedudukan ilmu dalam Islam. Namun, untuk benar-benar meraih kemuliaan itu, seorang penuntut ilmu harus memegang tiga prinsip penting. Ketiga prinsip ini bukan hanya teori, tetapi fondasi praktis agar ilmu yang diperoleh menjadi berkah dan membawa manfaat bagi diri sendiri serta umat.
Mengikhlaskan Niat Hanya untuk Allah Ta’ala
Langkah pertama dan paling mendasar dalam menuntut ilmu adalah memurnikan niat hanya karena Allah Ta’ala. Bukan untuk popularitas, bukan untuk keuntungan duniawi, bukan pula untuk memperdebatkan orang lain, tetapi semata-mata untuk mencari ridha Allah dan menyebarkan kebenaran.
Allah telah mengingatkan dalam Al-Qur’an: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)
Allah menciptakan manusia dalam keadaan kosong. Kemudian, Allah memberikan manusia pendengaran, penglihatan, dan hati sebagai alat untuk menuntut ilmu dan mengenal-Nya. Maka menuntut ilmu adalah bentuk syukur yang paling nyata atas nikmat tersebut. Tanpa niat yang lurus, aktivitas belajar hanya menjadi rutinitas tanpa makna.
Lebih jauh, Allah meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Firman Allah:
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujadalah: 11)
Dalam Islam, mencari ilmu bukan pilihan, melainkan kewajiban. Bahkan, sebagian ulama mengatakan bahwa ilmu adalah fardu ‘ain dalam perkara akidah, ibadah, dan muamalah sehari-hari. Jika niat lurus, maka menuntut ilmu akan bernilai ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah.
Kemudian, menuntut ilmu agama merupakan bagian dari jihad fi sabilillah. Allah Ta’ala berfirman: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya ketika mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga diri.” (QS. At-Taubah : 122)
Maka, menuntut ilmu dengan niat yang benar adalah jihad dalam bentuk yang lain. Yaitu jihad melawan kebodohan, hawa nafsu, dan penyimpangan.
Mengamalkan Ilmu yang Telah Diperoleh
Mengamalkan ilmu akan membawa keberkahan, menguatkan iman, dan meningkatkan ketakwaan. Sebaliknya, membiarkan ilmu tanpa amal akan membuatnya menjadi beban di dunia dan menambah hisab yang berat di akhirat.
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: “Ilmu akan memanggil amal. Jika amal menyambutnya, maka ilmu akan terjaga. Jika tidak, ilmu akan hilang.” (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ Bayaan Al-‘Ilmi wa Fadhlihi, 1: 706)
Inilah kunci agar ilmu tetap bermanfaat. Tanpa amal, ilmu akan layu, tak bertumbuh, bahkan bisa menjadi sebab kehancuran. Oleh sebab itu, Rasulullah mengajarkan kita doa untuk berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak terkabulkan.” (HR. Muslim no. 2722)
Mengamalkan ilmu adalah bukti bahwa kita benar-benar memahami nilai ilmu tersebut. Dengan mengamalkan ilmu akan menjadi pintu pembuka untuk mendapatkan ilmu yang lebih tinggi. Ilmu yang bermanfaat akan mendatangkan ilmu baru. Doa Nabi untuk ilmu yang bermanfaat dalam hadis,
“Ya Allah, berikanlah manfaat dari ilmu yang telah Engkau ajarkan kepadaku, ajarkanlah aku ilmu yang bermanfaat, dan tambahkanlah aku ilmu.” (HR. Tirmidzi no. 3599)
Mendakwahkan Ilmu kepada Orang Lain
Jika kita menyimpan ilmu hanya untuk diri sendiri, ilmu itu akan cepat hilang. Namun, ketika kita mengajarkan ilmu kepada orang lain, ilmu itu akan terus tumbuh dan memberi manfaat dalam jangka panjang. Mengajarkan ilmu adalah bagian dari dakwah, dan dakwah adalah tugas mulia para nabi dan rasul.
Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah, inilah jalan (agama) ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf : 108)
Mengajarkan ilmu adalah bagian dari amanah besar yang harus ditunaikan. Allah juga mengecam mereka yang menyembunyikan ilmu: “Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi Kitab: ‘Hendaklah kamu menerangkannya kepada manusia dan jangan kamu menyembunyikannya.’” (QS. Ali ‘Imran: 187)
Meskipun ayat ini ditujukan kepada Ahlul Kitab, para ulama menyatakan bahwa hukumnya berlaku umum bagi umat Islam. Siapa pun yang diberi ilmu, wajib menyampaikan sesuai kemampuannya.
Jika ilmu tidak diajarkan, akibatnya sangat berbahaya. Allah berfirman:
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami laknat mereka dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah kata (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang telah diperingatkan kepada mereka.” (QS. Al-Maidah: 13)
Ilmu yang tidak diajarkan bisa berakhir dengan dilupakannya ilmu itu sendiri, dicabut keberkahannya, ditinggalkan dari hati, dan menjadikan seseorang keras hati serta jauh dari hidayah.
Jalan Menuju Keabadian
Mengikhlaskan niat, mengamalkan ilmu, dan mendakwahkannya, bukan hanya sekadar langkah teknis dalam menuntut ilmu, tetapi merupakan pilar utama yang mengokohkan perjalanan menuntut ilmu seorang muslim. Dengan niat yang benar, amal yang nyata, dan dakwah yang aktif, ilmu akan menjadi jalan menuju keridhaan Allah dan surga-Nya.
Maka, marilah kita perbaiki niat kita dalam menuntut ilmu, bersungguh-sungguh dalam mengamalkannya, dan tidak ragu untuk menyampaikan kebenaran kepada orang lain. Sebab ilmu yang bermanfaat adalah warisan para nabi, dan setiap langkah yang kita ambil dalam jalan ilmu adalah jejak menuju keabadian.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
