SURAU.CO. Masyarakat muslim Indonesia sangat familiar dengan perayaan Maulid Nabi. Dalam rangkaian acara ada satu momen yang sangat khas saaty membacakan rawi atau kitab al Barzanji Momen itu bernama Mahallul Qiyam yaitu tradisi berdiri bersama saat pembacaan maulid. Suasana menjadi sangat khusyuk dan penuh penghayatan.
Mahallul Qiyam menjadi bagian tak terpisahkan dari pembacaan kitab maulid. Kitab-kitab seperti Maulid Ad-Dhiba’, Al-Barzanji, atau Simtuddhurar yang momen Mahallul Qiyam tidak pernah terlewatkan. Pada saat tiba, semua jamaah akan berdiri. Tua, muda, laki-laki, dan perempuan serentak bangkit. Mereka memberikan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sambil berdiri, para jamaah melantunkan qasidah pujian. Kekhusyukan begitu terasa di seluruh ruangan majelis. Banyak orang yang meneteskan air mata haru. Mereka merasakan kedamaian dan ketenangan batin yang mendalam. Pengalaman spiritual ini sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata.
Bagi warga Nahdliyin, istilah Mahallul Qiyam sudah sangat familiar. Momen ini tiba saat pembaca maulid melantunkan shalawat:
يَا نَبِي سَلاَمْ عَلَيْكَ ۞ يَا رَسُوْلْ سَلاَمْ عَلَيْكَ
“Wahai Nabi salam kamu, Wahai Rasul salam kamu.”
Tradisi berdiri untuk menghormati sesuatu bukanlah hal asing. Manusia bahkan sering berdiri untuk menghormati benda mati sekalipun. Maka, berdiri untuk menghormati Nabi adalah wujud cinta yang agung.
Makna di Balik Momen Berdiri
Menurut Ikhsan Syafi’i dalam penelitiannya di Repository IAIN Ponorogo, menyebut saat itu jamaah berdiri sebagai simbol penghormatan. semenyara itu dalam laman NU Online menjelaskan makna yang lebih dalam. Mahallul Qiyam dinamai demikian karena jamaah berdiri seolah-olah menyambut kedatangan Rasulullah SAW. Bagian ini biasanya didahului oleh narasi detik-detik kelahiran Nabi. Oleh karena itu, momen berdiri ini menjadi puncak dari ekspresi kegembiraan umat.
Karena isinya merupakan kumpulan pujian, banyak orang juga menyebutnya sebagai sholawat “Ya Nabi Salam ‘Alaika”. Sholawat ini sangat populer. Umat Islam sering melantunkannya dalam berbagai acara keagamaan, terutama saat Maulid Nabi.
Tradisi Mahallul Qiyam bukanlah hal baru. Praktik ini sudah berlangsung selama ratusan tahun. Para ulama besar telah membahasnya dalam kitab-kitab mereka. Mereka memberikan pandangan positif terhadap tradisi mulia ini. Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha al-Dimyati, atau dikenal Sayyid Abu Bakar Syatha, membahasnya secara spesifik. Dalam kitabnya yang terkenal,I’anah al-Thalibin, beliau menjelaskan:
“Ada sebuah Faidah, telah menjadi kebiasaan pada saat orang-orang mendengar kelahiran Nabi Muhammad SAW, mereka berdiri untuk memberikan penghormatan, berdiri semacam ini dianggap bagus, karena di dalamnya ada sebuah pengagungan terhadap Nabi, dan yang demikian telah dilakukan oleh sebagian besar Alim Ulama yang pantas untuk diikuti.”
Pandangan Lain
Pendapat serupa datang dari ulama besar lainnya. Syekh Yusuf al-Nabhani dalam karyanya,Jawahirul Bihar, juga memberikan penjelasan. Beliau bahkan menyebutnya bisa tergolong sunnah. ” Telah menjadi tradisi, saat para penasehat menghaturkan bacaan Maulid Nabi Muhammad SAW, saat sampai pada kisah Ibu Nabi melahirkan Nabi, orang-orang berdiri untuk memberikan penghormatan, berdiri semacam inibid’ah hasanahkarena di dalamnya menampakkan kebahagiaan dan pengagungan pada Nabi, bahkan dapat tergolong sunah saat dilakukan dengan penuh rasa suka cita dan pengagungan pada Nabi.”
Mahallul Qiyam lebih dari sekadar tradisi. Tradisi ini adalah ekspresi cinta, hormat, dan kegembiraan umat Islam dan memiliki landasan yang kuat dari para ulama terkemuka. Praktik ini terus hidup sebagai cara umat untuk mengenang dan memuliakan Nabi Muhammad di akhir zaman.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
