SURAU.CO. Dalam khazanah tasawuf Islam, banyak tokoh menjadi teladan abadi. Salah satunya adalah Hasan bin Abi Sinan yang merupakan seorang ulama sufi besar. Namanya terkenal karena tingkat kewara’an yang luar biasa atausikap kehati-hatian yang tinggi terhadap hal syubhat. Sikap ini mendorong seseorang untuk menjauhi segala sesuatu yang tidak jelas kehalalannya.
Hasan bin Abi Sinan menerapkan prinsip ini dalam setiap detail hidupnya dengan menjalani laku spiritual yang sangat ketat. Berbagai sumber menyebutkan sebuah keajaiban yang menakjubkan dari Hanan bin Kinan ini. Selama 60 tahun, ia konsisten dengan tiga prinsip hidupnya sepertoi tidak pernah tidur dalam posisi terlentang. Kedua, ia menjauhi semua makanan yang disukai nafsunya. Selain itu juga tidak pernah meminum air dingin untuk menahan gejolak syahwat. Kedisiplinan ini menunjukkan betapa sufi yang satu ini berjuang melawan keinginan duniawi.
Mimpi yang Menjadi Pelajaran Agung
Tingkat kehati-hatian Hasan tergambar jelas dalam sebuah ceritanya yang masyhur. Alkisah, suatu malam Hasan bin Abi Sinan memimpikan dirinya wafat. Dalam mimpi itu, ia melompat dengan seseorang. Kemudian, terjadilah sebuah dialog di antara mereka.
Orang itu bertanya, “Apa yang telah Allah SWT berikan kepadamu wahai Hasan?”
Dengan penuh kesadaran, Hasan menjawab, “Allah SWT telah memberikan kebaikan.”
Namun, ada masalah yang mengganjal. Hasan melanjutkan bicaranya, “Hanya saat ini saya terhalang surga masuk.”
Orang-orang tersebut terkejut dan bertanya, “Kenapa?”
Jawaban Hasan memberikan pelajaran yang sangat mendalam. “Saya belum bisa masuk surga, karena saya dulu pernah meminjam sebatang jarum, namun belum sempat saya kembalikan,” jawab Hasan.
Mimpi ini bukan sekadar bunga tidur. Ia menjadi cerminan jiwa yang sangat teliti. Bagi Hasan, hak sekecil sebatang jarum pun memiliki kinerja besar di hadapan Allah. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya menunaikan hak orang lain. Jangan pernah meremehkan utang atau pinjaman sekecil apa pun.
Teladan Sufi di Tengah Hiruk Pikuk Pasar
Kehebatan Hasan bin Abi Sinan tidak hanya dalam ibadah pribadi. Beliau adalah seorang wali besar yang mencari nafkah dengan berbisnis. Ia membuktikan bahwa kesibukan dunia tidak harus melalaikan akhirat. Aktivitas dagangnya tidak pernah mengganggu fokus ibadahnya kepada Allah. Ia mampu menyatukan urusan dunia dan spiritualitas dengan sempurna.
Setiap hari, Hasan membuka tokonya untuk berdagang. Namun, ada satu hal unik yang selalu ia lakukan. Ia menghamparkan sebuah satir atau tirai di dalam tokonya. Tirai itu berfungsi sebagai pembatas. Di baliknya, ia dapat melaksanakan shalat sunnah tanpa terlihat orang. Dengan demikian, ia selalu terhubung dengan Sang Pencipta.
Ketika seorang pelanggan datang, Hasan segera melayaninya. Gerakannya begitu cepat dan sigap. Para pelanggan merasa seolah-olah Hasan selalu berada di tempatnya. Ia tidak pernah membiarkan orang lain menunggu lama. Ini menunjukkan profesionalisme dan akhlak mulianya dalam berbisnis.
Berdagang Bukan untuk Dunia, tapi untuk Sesama
Motivasi Hasan bin Abi Sinan dalam berdagang sangatlah luhur. Ia tidak menjalankan bisnis untuk menumpuk kekayaan. Tujuan utamanya adalah untuk membantu orang-orang miskin. Ia menjual barang dagangannya dengan harga yang sangat murah. Prinsipnya sederhana. Asalkan tidak merugi, ia akan menjual barangnya dengan harga terendah.
Sikap ini menunjukkan kepedulian sosial yang tinggi. Bisnisnya bukan alat untuk memperkaya diri. Sebaliknya, sarana bisnis menjadi ibadah dan amal saleh. Ia menggunakan perdagangannya sebagai jembatan untuk membantu sesama. Dengan cara ini, setiap transaksi menjadi ladang pahala.
Kisah Hasan bin Abi Sinan adalah teladan lengkap. Beliau mengajarkan kita tentang zuhud, wara’, integritas, dan kepedulian sosial. Hidupnya membuktikan bahwa spiritualitas sejati dapat dipraktikkan di mana saja. Baik di dalam masjid maupun di tengah keramaian pasar.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
