Kalam
Beranda » Berita » Menelisik Visi Global NU di Abad Kedua

Menelisik Visi Global NU di Abad Kedua

Resensi buku Ahmad Suaedy
Mengkaji Fiqh Peradaban NU sebagai visi global di abad kedua, menjadi inti dari buku Ahmad Suaedy yang terbaru.

Judul Buku:Nahdlatul Ulama Abad Kedua, Islam Nusantara dan Siyasah Peradaban, Merespon Pergeseran Global
Penulis:Ahmad Suaedy
Penerbit:Pers Unusia
Tahun Terbit:Tahun 2025
Jumlah Halaman:xxxiv + 178 halaman
ISBN:Telepon: 978-623-89951-1-0
Ukuran Fisik:Ukuran 15 × 23 cm

SURAU.CO. Nahdlatul Ulama (NU) telah memasuki abad keduanya yang tidak hanya menjaga warisan sejarah yang kaya, tetapi juga menyusun ulang strateginya untuk pentas global. Dunia modern menghadapi banyak tantangan mulai dari politik, ketimpangan ekonomi, hingga krisis kemanusiaan. Semua masalah ini memerlukan respons yang melampaui batas lokal. Hal tersebut tertuang dalam buku Ahmad Suaedy yang membedah peran NU dalam menanggapi tantangan dunia dari tradisi pesantren.

Di tengah dinamika  yang ada,  buku dengan judul “Nahdlatul Ulama Abad Kedua, Islam Nusantara dan Siyasah Peradaban, Merespon Pergeseran Global” tidak hanya sebagai dokumen strategis namun juga penanda langkah transformatif NU. Utamanya pada masa kepemimpinan KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).   Buku  bukan sekedar catatan kronologis. namun juga ada analisis mendalam tentang NU ke depan. Ahmad Suaedy menjelaskan bagaimana NU berkembang. Dari penjaga tradisi Nusantara hingg kini menjadi promotor wacana peradaban global. Organisasi Islam terbesar di dunia ini mengusulkan visi baru.

Mandat Global dan Mesin Peradaban Fiqih Intelektual

Ahmad Suaedy secara jeli menangkap perubahan orientasi NU. Pergeseran ini terjadi pasca-Muktamar ke-34 di Lampung. Sejak dipimpin Gus Yahya, NU secara sadar mengambil posisi sentral. NU kini menjadi aktor utama dalam diskusi global. Buku ini menunjukkan bahwa NU tidak lagi pasif. Sebaliknya, NU secara proaktif membuka ruang dialog.  hal tersebut tertuang dalam buku Ahmad Suaedy membedah peran NU dalam menanggapi tantangan dunia dari tradisi pesantren.

NU menjawab isu-isu krusial dunia. Misalnya, konflik antarnegara dan polarisasi ideologi. Gerakan ini memiliki landasan legitimasi yang unik dan autentik. Suaedy menjelaskan setiap langkah global NU. Semua selalu bersandar pada musyawarah inklusif para kiai. Ini bukan kebijakan elite yang teknokratis. Ini adalah sebuah ijtihad kolektif. Prosesnya diterapkan kuat pada tradisi intelektual pesantren.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Di sinilah letak argumen jantung buku ini. Konsep itu bernama “Fiqh Peradaban”. Suaedy menggambarkannya bukan sebagai gagasan instan. Fiqh Peradaban lahir dari proses intelektual yang masif. Buku ini menyajikan data yang mengesankan. Lebih dari 250 halaqah (forum diskusi) terselenggara sepanjang tahun 2022. Kemudian, sekitar 200 halaqah menyusul pada tahun 2023.

Setiap pertemuan melibatkan ratusan kiai dan guru pesantren. Mereka datang dari berbagai penjuru Indonesia. Skala kuantitas ini menyatakan sesuatu. Fiqh Peradaban adalah konteks luas, bukan wacana menara gading. Puncaknya adalah Muktamar Internasional Fiqih Peradaban pada Februari 2023. Acara ini menjadi penanda intelektual peringatan Satu Abad NU. Suaedy berhasil menunjukkan bagaimana sebuah ide dibumikan. Gagasan itu diuji dan diperkaya melalui dialog di akar rumput.

Menghubungkan Islam Nusantara ke Panggung Dunia

Kekuatan utama buku ini adalah kemampuan membangun jembatan. Buku ini menghubungkan konsep Islam Nusantara dengan Fiqh Peradaban. Islam Nusantara adalah landasan historis dan kultural NU. Konsep ini terbukti mampu menciptakan harmoni lokal. Kini, Fiqh Peradaban menjadi kerangka normatif-politiknya. Kerangka ini diekspor oleh NU ke forum global.

Suaedy memosisikan Islam Nusantara sebagai bukti empiris. Ajaran Islam dapat berdialog lentur dengan kearifan lokal. Hasilnya adalah tatanan sosial yang damai. Pengalaman berharga ini kemudian direkontekstualisasi. Ia menjadi Fiqih Peradaban. Sebuah tawaran fikih politik yang relevan untuk tata kelola dunia. Ini adalah langkah yang sangat berani. NU mentransformasikan kearifan partikular Indonesia menjadi solusi universal.

Penegasan normatif dari proses ini sangat jelas. Ia menjadi kompas geopolitik baru bagi NU. Rekomendasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban menolak konsep Khilafah. Sebaliknya, forum ini mendukung tata dunia berbasis Piagam PBB. Langkah ini menjadi poros monumental bagi NU. terjadi reposisi fikih siyasah dari paradigma negara-bangsa. NU bergerak menuju paradigma kemaslahatan universal.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Analisis Tajam dan Relevansi Multidisiplin

Gaya penulisan Ahmad Suaedy terasa sangat matang. Ia konsisten mengkaji irisan agama, negara, dan hak warga negara. Dalam buku ini, ia memadukan argumentasi dan konsepsi. Analisis teks fikih dan siyasah diperkuat dengan bukti institusional. Ia mendokumentasikan hasil halaqah, muktamar, dan forum R20. Hal ini membuat buku ini tidak hanya relevan saat ini. Buku ini juga memiliki nilai sejarah yang tinggi.

Lebih dari itu, karya ini membuka ruang analisis multidisiplin. Gerakan Fiqh Peradaban dapat dibaca dari berbagai teori Hubungan Internasional. Ia adalah praktik konstruktivisme nyata. NU sebagai aktor non-negara berusaha membentuk norma global baru. Peran NU di forum seperti R20 adalah wujudkekuatan lunakdan transnasionalisme agama. Dukungannya pada Piagam PBB selaras dengan mazhabSekolah Bahasa Inggris. Mazhab ini menekankan tatanan masyarakat internasional. Fokusnya pada pencegahan radikalisme juga relevan. Hal ini menempatkan NU sebagai mitra strategis dalam isu keamanan non-tradisional.

 Sebuah Manifesto untuk Masa Depan

Buku “Nahdlatul Ulama Abad Kedua” adalah bacaan esensial. Buku ini wajib dibaca oleh siapa pun. Terutama bagi yang ingin memahami arah baru NU. Buku ini juga relevan untuk memahami masa depan politik Islam. Ahmad Suaedy menyajikan narasi yang koheren, analitis, dan inspiratif. Buku ini bukan hanya untuk warga Nahdliyin. Ia juga penting bagi sejarawan, diplomat, dan pembuat kebijakan.

Pada akhirnya, buku ini adalah sebuah manifesto intelektual dan menjadi panduan strategi bagi NU. Karya ini menegaskan sebuah visi besar. Visi ini lahir dari bilik-bilik pesantren di Nusantara yang tujuannya menyampaikan tata dunia yang lebih adil, setara, dan damai.

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement