Istighfar dan Tauhid: Jalan Kembali kepada Allah.
Dalam keseharian, manusia sering kali tak luput dari dosa, kelalaian, dan kesalahan. Hati terkadang lalai, lisan tergelincir, langkah menyimpang dari jalan yang lurus. Namun kasih sayang Allah begitu luas, pintu ampunan-Nya selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin kembali.
Gambaran awal mengingatkan kita pada kalimat istighfar yang agung: “Astaghfirullaha al-‘azhim alladzi la ilaha illa huwa al-hayyul-qayyum wa atubu ilaih.”
“Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Maha Berdiri sendiri, dan aku bertaubat kepada-Nya.”
Dengan istighfar, hati kembali jernih
Kalimat ini bukan sekadar rangkaian kata, tetapi sebuah pengakuan mendalam tentang keterbatasan kita sebagai manusia dan kebesaran Allah yang senantiasa menghidupkan, mengatur, dan menegakkan segala sesuatu. Dengan istighfar, hati kembali jernih, dosa yang menumpuk mulai luruh, dan jiwa menemukan ketenangan.
Sementara gambaran kedua mengingatkan kita pada kalimat tauhid: “Lā ilāha illallāh, wahdahu lā sharīka lah, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa ‘alā kulli shay’in qadīr.”
“Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nyalah kerajaan dan segala puji. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Kalimat ini bukan hanya ucapan, tetapi sebuah deklarasi iman. Dengan mengucapkannya, kita mengikat diri pada keyakinan bahwa hanya Allah yang pantas menjadi sandaran hidup. Dialah pemilik segala kekuasaan, segala pujian, dan segala takdir. Tiada satu pun terjadi di alam semesta tanpa izin-Nya.
Istighfar membersihkan dosa, tauhid meneguhkan iman
Dua kalimat diatas ini bila senantiasa kita jaga, akan menjadi cahaya yang menerangi jalan hidup. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Berbahagialah orang yang mendapati dalam catatan amalnya istighfar yang banyak.” (HR. Ibnu Majah)
Maka marilah kita jadikan istighfar sebagai penghapus noda, dan tauhid sebagai peneguh jiwa. Karena pada akhirnya, semua yang kita cari—ketenangan, keberkahan, pertolongan—ada dalam genggaman Allah, bukan selain-Nya.
Mari perbanyak istighfar, perbanyak kalimat tauhid. Itulah kunci kembali kepada Allah, itulah jalan keselamatan dunia dan akhirat.

Bersama Bapak Kabid Zawa Dan Wakaf.
Senyum kebersamaan dan semangat kebersatuan begitu jelas terpancar dalam potret ini. Empat orang dengan pakaian rapi dan berwibawa itu mengukuhkan misi besar yang sama dengan berdiri berdampingan, menunjukkan keteladanan dalam setiap peran dan amanah yang mereka emban. Ada yang mengenakan setelan jas dengan dasi, ada yang berbatik elegan, ada yang berbalut busana khas Nusantara yang sarat makna. Semuanya tampak menyatu dalam balutan kesederhanaan, keanggunan, dan profesionalitas.
Mereka bukan sekadar hadir sebagai individu, melainkan sebagai simbol kerja sama, dedikasi, dan pengabdian. Dari raut wajahnya tampak ketulusan yang tenang, juga keteguhan yang tidak berlebihan. Mereka membuktikan bahwa kemuliaan datang dari niat, ikhtiar, dan amanah yang sungguh-sungguh, bukan dari tempat.
Potret ini bisa menjadi cermin untuk kita semua: bahwa kebersamaan dalam kebaikan adalah kekuatan. Setiap orang mungkin berasal dari latar belakang yang berbeda, mengenakan pakaian dengan corak yang berbeda, namun ketika tujuan disatukan, maka lahirlah harmoni yang indah.
Kebersamaan semacam ini perlu terus dipupuk dalam dunia kerja, pendidikan, maupun dakwah. Bukan hanya soal penampilan luar, melainkan juga soal komitmen hati untuk terus berkontribusi positif bagi masyarakat. Dari sinilah lahir energi baru yang menyalakan semangat, bahwa setiap langkah kita bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk umat dan bangsa. (Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
