Opinion
Beranda » Berita » Ancaman Kriminalitas Jalanan: Bagaimana Islam Mengajarkan Pentingnya Menjaga Jiwa

Ancaman Kriminalitas Jalanan: Bagaimana Islam Mengajarkan Pentingnya Menjaga Jiwa

Islam adalah agama penjaga jiwa

SURAU.COO – Masyarakat urban kini hidup dalam bayang-bayang kekhawatiran. Fenomena kriminalitas jalanan semakin meresahkan banyak pihak. Aksi seperti begal, jambret, hingga kekerasan tanpa motif jelas menjadi ancaman nyata. Tindakan ini tidak hanya merampas harta benda. Lebih dari itu, ia mengancam keselamatan bahkan nyawa manusia. Kondisi ini tentu menuntut perhatian serius dari semua lapisan masyarakat. Namun, selain solusi hukum negara, penting untuk menilik bagaimana agama memberikan panduan. Artikel ini akan mengupas kriminalitas jalanan dalam pandangan Islam, terutama seruannya untuk menjaga jiwa.

Realitas Buram di Ruang Publik

Kriminalitas di jalanan telah berubah menjadi momok menakutkan. Pelaku seringkali beraksi tanpa pandang bulu. Mereka tidak ragu melukai korbannya demi mendapatkan barang berharga. Akibatnya, ruang publik yang seharusnya aman terasa mencekam. Rasa waswas menyelimuti warga saat beraktivitas di luar rumah. Terlebih lagi, pada malam hari atau di lokasi yang sepi.

Fenomena ini bukan sekadar angka dalam statistik kejahatan. Ia adalah cerminan dari terkikisnya nilai kemanusiaan dan keamanan sosial. Keberanian pelaku menunjukkan adanya masalah yang lebih dalam. Mungkin karena faktor ekonomi, lemahnya penegakan hukum, atau degradasi moral. Apapun penyebabnya, dampaknya sangat jelas. Masyarakat kehilangan rasa aman dan ketentraman hidup. Oleh karena itu, solusi yang dibutuhkan harus bersifat komprehensif.

Islam dan Prinsip Menjaga Jiwa (Hifdzu an-Nafs)

Islam sebagai agama yang paripurna menempatkan perlindungan jiwa pada posisi tertinggi. Konsep ini dikenal sebagai Hifdzu an-Nafs, atau menjaga jiwa. Ia merupakan salah satu dari lima tujuan utama syariat Islam (Maqashid asy-Syariah). Tujuan lainnya meliputi menjaga agama, akal, keturunan, dan harta. Dengan demikian, menjaga nyawa adalah pilar fundamental dalam ajaran Islam.

Allah SWT menegaskan betapa berharganya nyawa seorang manusia. Firman-Nya dalam Al-Qur’an menjadi bukti nyata.

Hidup Lambat (Slow Living) ala Rasulullah: Menemukan Ketenangan di Kitab Nawawi

“…barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya…” (QS. Al-Ma’idah: 32).

Ayat tersebut memberikan pesan yang sangat kuat. Mengambil satu nyawa tanpa hak sama dengan menghancurkan seluruh kemanusiaan. Sebaliknya, menyelamatkan satu nyawa bernilai seperti menyelamatkan seluruh umat manusia. Prinsip inilah yang menjadi landasan utama mengapa kriminalitas jalanan dalam pandangan Islam sangat dikecam. Setiap tindakan yang mengancam jiwa adalah dosa besar.

Sikap Tegas Islam Terhadap Kejahatan

Ajaran Islam tidak hanya menyerukan perlindungan jiwa. Agama ini juga memberikan perangkat hukum yang tegas untuk para pelaku kejahatan. Syariat Islam menetapkan hukuman setimpal bagi mereka yang merampas hak orang lain. Tujuannya bukan semata-mata untuk membalas. Akan tetapi, hukuman tersebut berfungsi sebagai pencegah (zawajir). Ia diharapkan dapat memberikan efek jera agar orang lain tidak berani melakukan kejahatan serupa.

Selain itu, Islam juga melarang keras segala bentuk tindakan yang menimbulkan teror. Perilaku merampok atau membegal di jalanan termasuk kategori hirabah (perampokan yang disertai kekerasan). Pelakunya layak mendapatkan sanksi berat karena telah menciptakan ketakutan dan merusak tatanan sosial yang aman. Dengan demikian, Islam menawarkan solusi dua sisi. Di satu sisi, ia membangun kesadaran moral untuk menghargai nyawa. Di sisi lain, ia menegakkan hukum yang adil dan tegas untuk melindungi masyarakat.

Peran Aktif Individu dan Komunitas

Lalu, apa yang bisa kita lakukan sebagai individu? Islam mengajarkan umatnya untuk selalu waspada. Menghindari tempat-tempat rawan dan waktu yang berbahaya adalah bentuk ikhtiar. Ini bukanlah tanda ketakutan, melainkan wujud kehati-hatian yang dianjurkan. Selanjutnya, memperkuat ikatan sosial dan kepedulian antarwarga sangatlah penting.

Riyadus Shalihin dan Fenomena FOMO: Mengapa Kita Takut Tertinggal?

Sistem keamanan lingkungan (siskamling) adalah contoh nyata semangat gotong royong. Kegiatan ini sejalan dengan prinsip saling menjaga dalam Islam. Ketika komunitas kuat dan peduli, ruang gerak pelaku kejahatan akan semakin sempit. Melaporkan tindak kejahatan kepada pihak berwenang juga merupakan kewajiban. Ini adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Pada akhirnya, memerangi kriminalitas jalanan adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat harus bersinergi. Namun, landasan utamanya tetaplah kesadaran spiritual. Dengan memahami betapa sucinya nyawa manusia dalam ajaran agama, kita dapat membangun peradaban yang lebih aman, damai, dan bermartabat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement