SURAU.CO – Kondisi perekonomian masyarakat kembali menghadapi ujian berat. Belakangan ini, lonjakan harga berbagai komoditas pangan menjadi sorotan utama. Kenaikan ini tidak hanya terjadi pada satu atau dua jenis barang. Namun, hampir semua kebutuhan pokok seperti beras, cabai, telur, hingga minyak goreng merangkak naik. Fenomena ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran luas. Sebab, masalah ini bukan sekadar angka statistik inflasi. Lebih dari itu, ia menyentuh langsung denyut nadi kehidupan rakyat kecil dan menguji prinsip keadilan ekonomi.
Dampak Langsung pada Daya Beli Masyarakat
Kenaikan harga pangan secara signifikan memukul daya beli masyarakat. Dampak paling keras dirasakan oleh kelompok berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Bagi mereka, alokasi anggaran terbesar setiap bulannya adalah untuk makanan. Ketika harga melonjak, mereka terpaksa mengurangi porsi makan. Bahkan, beberapa keluarga harus mengorbankan kualitas gizi demi menjaga perut tetap terisi. Kondisi ini menciptakan lingkaran setan kemiskinan dan masalah kesehatan.
Selain itu, para pelaku usaha mikro, seperti pedagang warteg dan penjual gorengan, juga ikut tertekan. Mereka berada dalam posisi sulit. Menaikkan harga jual berisiko kehilangan pelanggan setia. Akan tetapi, mempertahankan harga lama berarti keuntungan mereka akan tergerus habis. Akibatnya, banyak usaha kecil yang terancam gulung tikar. Situasi ini menunjukkan betapa rapuhnya fondasi ekonomi umat saat stabilitas pangan terganggu.
Akar Masalah yang Kompleks dan Saling Terkait
Berbagai faktor menjadi pemicu di balik lonjakan harga ini. Salah satu penyebab utamanya adalah faktor cuaca ekstrem dan perubahan iklim. Kondisi ini menyebabkan gagal panen di banyak sentra produksi. Akibatnya, pasokan komoditas pertanian menurun drastis, sementara permintaan tetap tinggi. Hukum ekonomi pun berlaku, harga pasti akan terkerek naik.
Di sisi lain, rantai distribusi yang panjang dan tidak efisien juga berkontribusi besar. Petani di desa sering kali menjual hasil panen dengan harga rendah. Namun, harga di tingkat konsumen menjadi sangat mahal setelah melalui banyak perantara. Masalah ini diperparah oleh praktik penimbunan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Mereka sengaja menahan pasokan untuk menciptakan kelangkaan semu demi keuntungan pribadi.
Seorang pengamat ekonomi, misalnya, menekankan bahwa intervensi pemerintah sangat dibutuhkan. Menurutnya:
“Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan mekanisme pasar. Harus ada intervensi yang tegas untuk memotong rantai pasok yang terlalu panjang dan menindak spekulan yang bermain di tengah kesulitan masyarakat. Tanpa itu, harga tidak akan pernah stabil.”
Tantangan Mewujudkan Keadilan Ekonomi Umat
Dalam perspektif keadilan ekonomi, pangan adalah hak dasar setiap individu. Kenaikan harga yang tidak terkendali merupakan bentuk ketidakadilan. Hal ini menghalangi akses masyarakat untuk memenuhi kebutuhan paling fundamental. Oleh karena itu, mengatasi masalah ini adalah sebuah tanggung jawab kolektif, baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat itu sendiri.
Pemerintah memegang peran krusial sebagai regulator. Kebijakan seperti operasi pasar, pemberian subsidi tepat sasaran, dan penguatan data pangan nasional harus segera dioptimalkan. Selain itu, pemerintah perlu memberdayakan petani lokal. Bantuan bibit unggul, pupuk terjangkau, dan jaminan harga jual dapat meningkatkan produksi dalam negeri. Dengan demikian, ketergantungan pada impor bisa dikurangi.
Solusi Berbasis Komunitas dan Solidaritas
Namun, solusi tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah. Komunitas atau umat memiliki peran strategis untuk membangun ketahanan pangan dari tingkat bawah. Gerakan seperti lumbung pangan di tingkat RT/RW atau masjid dapat menjadi penyangga saat terjadi kelangkaan. Gerakan ini mengumpulkan dan mendistribusikan bahan pangan bagi warga yang membutuhkan.
Selain itu, instrumen ekonomi sosial Islam seperti zakat, infak, dan sedekah harus dioptimalkan. Lembaga amil zakat dapat menyalurkan bantuan dalam bentuk program ketahanan pangan. Contohnya, program pemberdayaan petani miskin atau bantuan modal bagi pedagang kecil. Solidaritas sosial seperti ini menjadi kunci untuk meringankan beban sesama.
Pada akhirnya, fenomena harga pangan naik adalah cermin dari sistem ekonomi kita. Mengatasinya bukan hanya soal menurunkan angka, melainkan tentang menegakkan keadilan. Diperlukan sinergi kuat antara kebijakan pemerintah yang pro-rakyat dan solidaritas sosial yang hidup di tengah masyarakat. Hanya dengan cara itu, tantangan ini dapat diatasi secara berkelanjutan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
