Sejarah
Beranda » Berita » Tiga Versi Sejarah Lahirnya Perayaan Maulid Nabi

Tiga Versi Sejarah Lahirnya Perayaan Maulid Nabi

Ada tiga versi asal usul perayaan Maulid Nabi
Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW ternyata mempunyai tiga versi yaitu Dinasti Fathimiyah, Shalahuddin Al-Ayyubi, hingga Sultan Muzhaffar. ( foto dok wikipedia)

SURAU.CO. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW telah menjadi tradisi yang mendalam bagi umat ​​Islam di berbagai penjuru dunia. Setiap  tahun sealyiu ada perayaan maulud dengan berbagai ragamnya. Namun, tahukah Anda bagaimana sejarah tradisi Maulid ini bermula? Peringatan ini ternyata telah berlangsung selama ribuan tahun. Namun, setidaknya ada tiga versi utama mengenai asal usul perayaan Maulud Nabi ini. Setiap versi menawarkan perspektif unik tentang siapa yang pertama kali memprakarsainya. Uniknya, versi-versi tersebut saling terhubung oleh benang merah sejarah.

Sejarah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ternyata juga memiliki jejak yang kompleks dan penuh dinamika politik. Awalnya, tradisi ini diprakarsai oleh Dinasti Ubaidiyah (Fatimiyah) di Mesir sebagai alat untuk meraih simpati masyarakat, bersamaan dengan perayaan hari lahir tokoh Syiah lainnya. Tujuannya adalah membangun citra positif setelah kekalahan mereka di Tunisia. Tradisi ini sempat mendapatkan larangan karena.

Namun, momentum baru datang saat Sultan Salahuddin Al-Ayyubi berkuasa. Dalam misinya mengembalikan Mesir ke akidah  Salahuddin memilih pendekatan budaya yang damai.  Secara cerdas pembebas Baitul Maqdis ini menggunakan strategi mempertahankan perayaan Maulid Nabi dalam melakukan pendekatan damainya, namun menghapus perayaan untuk tokoh lainnya. Apa yang dilakukannya bertujuan memfokuskan kecintaan umat hanya kepada Rasulullah SAW, sekaligus menjadi sarana efektif untuk menyatukan kembali masyarakat Mesir di bawah panji Sunni, tanpa pertumpahan darah.

Tiga Versi

Adapun tiga versi asal usul perayaan Maulud Nabi itu, pertama menyebut Dinasti Ubaid (Fathimiyah) sebagai pelopornya. Dinasti yang berkuasa di Mesir sejak tahun 362 hingga 567 Hijriya dikenal sebagai menganut aliran Syiah Ismailiyah (Rafidhah). pada masa Dinasti Fathimiyah, perayaan maulid pertama kali terselenggara pada masa kepemimpinan Abu Tamim yang bergelar Al-Muiz Dinillah.

Akan tetapu dalam peryaaannya, Dinasti Fathimiyah tidak hanya merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW namun juga memperingati hari-hari besar lainnya. Beberapa di antaranya adalah peringatan Asyura dan maulid tokoh penting. Mereka merayakan Maulid Ali bin Abi Thalib, Hasan, Husain, dan Fathimah binti Rasulullah.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Kedua  versi Sultan Muzhaffar. Versi kedua datang dari kalangan Sunni. Peringatan Maulid pertama kali diadakan oleh Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri. Beliau merupakan seorang gubernur Irbil di wilayah Irak yang hidup antara tahun 549 hingga 630 Hijriyah. Beliau mengadakan perayaan Maulid dengan sangat meriah. Sultan mengundang para ulama, ahli tasawuf, dan para ilmuwan. Seluruh rakyatnya juga turut diundang dalam perayaan besar tersebut. Ia menjamu semua tamu dengan hidangan istimewa. Sultan juga membagikan hadiah dan bersedekah kepada kaum fakir miskin.

Ulama besar. Al-Imam Jalaluddin As-Suyuthi memperkuat salah satu versi tersebut. Beliau menjelaskan: “bahwa orang yang pertama kali merintis peringatan Maulid ini adalah penguasa Irbil, yang bernama Malik Al-Muzhaffar Abu Sa‟id Kukabri bin Zainuddin bin Baktatin, salah seorang raja yang mulia, agung dan dermawan. Beliau memiliki peninggalan dan jasa-jasa yang baik, dan dialah yang membangun masjid Al-Jami‟ Al-Muzhaffari di lereng gunung Qasiyun.”

Versi ketiga adalah zaman Shalahuddin Al-Ayyubi yang tujuannya adalah mengobarkan semangat jihad. Penguasa Dinasti Besar Ayyubiyah ini hidup pada tahun 567-622 Hijriyah menyelenggarakan Maulid dengan tujuan yang sangat strategis yaitu membangkitkan semangat jihad umat Islam. Saat itu, umat Islam sedang menghadapi Perang Salib dan harus berjuang merebut Yerusalem dari cengkeraman pasukan Salibis.

Keterkaitan Antara Tiga Versi Sejarah

Jika kita cermati alur sejarah, ketiga versi ini ternyata saling berhubungan. Shalahuddin Al-Ayyubi mulai berkuasa di Mesir setelah runtuhnya Dinasti Fathimiyah. Namun, tradisi yang ditinggalkan dinasti tersebut sudah mengakar kuat. Masyarakat Mesir sudah lama akrab dengan perayaan-perayaan maulid. Sebagai penguasa baru, Shalahuddin tidak menghapus semua tradisi lama. Ia justru mengadaptasi kebiasaan yang sudah populer di masyarakat. Hal ini ia lakukan untuk menjaga stabilitas dan popularitas pemerintahannya.

Hubungan menarik lainnya juga terungkap. Sultan Muzhaffar dan Shalahuddin Al-Ayyubi hidup pada masa yang sama. Ternyata, mereka memiliki ikatan kekerabatan sebagai saudara ipar. Shalahuddin memiliki saudara perempuan bernama Rabiah Khatun binti Ayyub yang  menikah dengan saudara laki-laki Sultan Muzhaffar. Melihat betapa efektifnya Maulid dalam membakar semangat jihad di Mesir, Sultan Muzhaffar kemungkinan besar terinspirasi. Ia ingin mengadaptasi kegiatan serupa di wilayah kekuasaannya, Irbil.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Akar Tradisi yang Lebih Dalam di Irak

Ada kemungkinan tradisi ini sudah ada di Irak sebelum masa Sultan Muzhaffar. Sejarah mencatat Ali bin Abu Thalib pernah memindahkan pusat pemerintahannya. Ia pindah dari Madinah ke Kufah pada tahun 36 Hijriyah. Pengaruh Imam Ali dan keturunannya, Hasan dan Husain, sangat membekas di Kufah. Kufah menjadi tempat pertama Syiah membangun fondasi keyakinan secara masif. Mengingat Kufah adalah bagian dari Irak modern yang sebagian besar Syiah, sangat mungkin tradisi Maulid sudah ada di sana. Tradisi ini bisa jadi memiliki kesamaan dengan yang berkembang di Mesir pada masa Dinasti Fathimiyah..

Terlepas dari berbagai versi sejarahnya, Maulid kini dirayakan secara luas. Umat ​​Sunni dan Syiah di seluruh dunia memperingatinya dengan penuh suka cita. Mereka tidak terlalu mempersoalkan asal-usulnya. Fokus utama mereka adalah meneladani dan mencintai Nabi Muhammad SAW. Hanya sebagian kecil kelompok Sunni yang menolak praktik ini karena berpikir bid’ah. Kini, peringatan Maulid Nabi dirayakan dengan beragam motivasi. Di antaranya adalah untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kepada Rasulullah SAW. Perayaan ini juga menjadi sarana dakwah, sedekah, dan menambah keimanan. Maulid menjadi momen untuk berzikir, merenungkan, dan melestarikan ajaran Islam dan terus menjadi inspirasi bagi kehidupan umat Islam


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement