Opinion
Beranda » Berita » Hukum Mengonsumsi Makanan Tanpa Label Halal

Hukum Mengonsumsi Makanan Tanpa Label Halal

Hukum Mengonsumsi Makanan Tanpa Label Halal. Sumber: canva.com

SURAU.CO – Saat berbelanja, kita sering dihadapkan pada banyak pilihan. Rak-rak supermarket penuh dengan berbagai produk makanan. Sebagian produk memiliki label halal yang jelas. Namun, tidak sedikit pula produk yang tidak mencantumkannya. Kondisi ini seringkali menimbulkan pertanyaan bagi konsumen Muslim. Apakah makanan tanpa label halal secara otomatis menjadi haram?

Jawaban atas pertanyaan ini tidak sesederhana “ya” atau “tidak”. Untuk memahaminya, kita perlu kembali pada prinsip dasar dalam fiqih Islam. Syariat telah memberikan panduan yang sangat jelas. Panduan ini membantu kita menavigasi kompleksitas produk di zaman modern. Sikap seorang Muslim harus didasarkan pada ilmu, bukan sekadar asumsi atau kekhawatiran semata.

Hukum Asal Segala Sesuatu Adalah Boleh

Islam memiliki sebuah kaidah dasar yang sangat penting. Kaidah ini berbunyi: Al-ashlu fil asyya’ al-ibahah. Artinya, hukum asal dari segala sesuatu adalah boleh atau mubah. Prinsip ini berlaku untuk semua hal dalam urusan duniawi, termasuk makanan dan minuman. Selama tidak ada dalil yang secara tegas melarangnya, maka statusnya tetap halal.

Dengan kata lain, beban pembuktian berada pada pengharaman, bukan pada penghalalan. Kita tidak perlu mencari dalil untuk menghalalkan ayam atau apel. Keduanya sudah halal sejak semula. Sebaliknya, kita membutuhkan dalil yang jelas untuk mengharamkan sesuatu, seperti babi atau khamr.

Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Ushul al-Fiqh al-Islami menjelaskan kaidah ini:

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

“Hukum asal dari segala sesuatu (selain ibadah) adalah boleh, selama tidak ada dalil syar’i yang mengharamkannya.”

Kaidah ini memberikan kemudahan dan kelapangan bagi umat Islam. Makanan tanpa label halal, berdasarkan prinsip ini, tidak serta-merta menjadi haram. Hukum asalnya tetaplah halal.

Tantangan di Era Modern: Syubhat

Meskipun hukum asalnya adalah halal, kita hidup di era industri yang kompleks. Makanan olahan seringkali melewati proses yang panjang. Proses ini melibatkan banyak sekali bahan tambahan. Di sinilah letak permasalahannya. Bahan-bahan tambahan inilah yang bisa menjadi sumber keraguan atau syubhat.

Sebagai contoh, sebuah biskuit pada dasarnya terbuat dari tepung. Tepung tentu saja halal. Namun, dalam prosesnya, produsen mungkin menambahkan gelatin, lesitin, atau emulsifier. Bahan-bahan ini bisa berasal dari sumber hewani. Jika sumbernya adalah babi atau hewan yang tidak disembelih secara syar’i, maka produk akhir menjadi haram. Ketidakjelasan sumber bahan inilah yang disebut syubhat.

Peran Penting Label Halal

Di sinilah peran label halal menjadi sangat krusial. Label halal yang dikeluarkan oleh lembaga tepercaya, seperti MUI, berfungsi sebagai penjamin. Ia bukanlah sesuatu yang membuat makanan menjadi halal. Sebaliknya, ia mengonfirmasi bahwa sebuah produk telah melalui proses pemeriksaan. Pemeriksaan ini memastikan semua bahannya halal dan proses produksinya suci.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Label halal menghilangkan keraguan (syubhat). Ia memberikan keyakinan (yaqin) kepada konsumen. Hal ini sejalan dengan kaidah fiqih lainnya:

“Sesuatu yang yakin tidak bisa dihilangkan oleh keraguan.”

Dengan adanya label halal, seorang Muslim dapat mengonsumsi produk dengan tenang. Ia tidak perlu lagi khawatir tentang bahan-bahan tersembunyi yang mungkin haram.

Sikap Terbaik: Mengambil Jalan Kehati-hatian

Lalu, bagaimana sikap kita terhadap produk tanpa label halal? Berdasarkan kaidah awal, kita tidak bisa langsung mengharamkannya. Namun, karena adanya potensi syubhat yang besar, sikap terbaik adalah berhati-hati (ihtiyath). Kehati-hatian adalah cerminan dari tingkat ketakwaan seseorang.

Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk meninggalkan hal-hal yang meragukan. Dengan memilih produk yang sudah jelas kehalalannya, kita sedang menjaga kesucian diri. Kita menjaga apa yang masuk ke dalam tubuh kita. Sikap ini akan mendatangkan ketenangan jiwa dan keberkahan.

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Makanan tanpa label halal tidak otomatis haram. Akan tetapi, di tengah kompleksitas industri makanan saat ini, label halal menjadi alat bantu yang sangat penting. Ia adalah jalan menuju keyakinan. Oleh karena itu, memilih produk berlabel halal adalah pilihan yang paling aman dan bijaksana.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement