Kalam
Beranda » Berita » Ekonomi Syariah dan Pinjol: Menawarkan Solusi Atasi Jeratan Riba

Ekonomi Syariah dan Pinjol: Menawarkan Solusi Atasi Jeratan Riba

Cara Menghapus Data di Aplikasi Pinjol, Nomer 7 Bikin Kamu Sujud Syukur
Cara Menghapus Data di Aplikasi Pinjol, Nomer 7 Bikin Kamu Sujud Syukur

Pinjaman online (pinjol) telah menjadi fenomena keuangan di Indonesia. Banyak masyarakat memanfaatkannya untuk kebutuhan mendesak. Namun, di balik kemudahannya, pinjol konvensional seringkali meninggalkan masalah serius. Bunga yang tinggi, denda mencekik, dan cara penagihan yang tidak etis menjadi momok menakutkan. Di tengah keresahan ini, ekonomi syariah hadir menawarkan solusi yang lebih adil dan manusiawi.

Prinsip ekonomi syariah dapat membenahi carut-marut industri pinjol. Konsep ini membawa pendekatan yang sangat berbeda. Fokus utamanya bukan sekadar meminjamkan uang untuk mendapatkan keuntungan dari bunga. Sebaliknya, ekonomi syariah menekankan transaksi yang adil, transparan, dan bebas dari unsur yang dilarang.

Masalah Utama Pinjol Konvensional

Platform pinjol konvensional seringkali mengandung unsur yang bertentangan dengan prinsip syariah. Unsur pertama dan paling utama adalah riba atau bunga. Sistem bunga membuat jumlah pinjaman terus membengkak. Hal ini sangat memberatkan peminjam, terutama jika mereka mengalami kesulitan membayar.

Selain riba, ada juga unsur gharar (ketidakpastian) dan maysir (spekulasi). Beberapa perjanjian pinjol memiliki syarat dan ketentuan yang tidak jelas. Denda atau biaya tambahan seringkali muncul tanpa transparansi penuh. Model bisnis seperti ini hanya berorientasi pada keuntungan pemberi pinjaman, bukan pada semangat tolong-menolong. Akibatnya, banyak pengguna justru terjerat dalam lingkaran utang tanpa akhir.

Fintech Syariah sebagai Alternatif Solutif

Menjawab permasalahan tersebut, muncullah fintech syariah atau pinjol syariah. Perbedaan mendasarnya terletak pada akad (kontrak) yang digunakan. Pinjol syariah tidak menggunakan akad pinjaman uang (qardh) yang menghasilkan bunga. Sebaliknya, platform ini menggunakan akad berbasis transaksi riil.

Hati-hatilah Dengan Pujian Karena Bisa Membuatmu Terlena Dan Lupa Diri

Pakar ekonomi syariah, Ir. H. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., menjelaskan perbedaan fundamental ini.

“Kalau pinjol konvensional itu hanya sebagai arranger atau mempertemukan antara lender dengan borrower. Sedangkan dalam fintech syariah, akadnya yang disesuaikan. Bukan sekadar mempertemukan lender dengan borrower. Akad yang digunakan adalah akad-akad muamalah seperti murabahah dan ijarah,” ungkapnya.

Kutipan tersebut menegaskan bahwa fintech syariah bertindak sebagai fasilitator transaksi yang halal. Misalnya, dengan akad murabahah (jual beli), platform akan membelikan barang yang dibutuhkan nasabah. Kemudian, platform menjualnya kembali kepada nasabah dengan tambahan margin keuntungan yang disepakati di awal. Nasabah dapat mencicil pembayaran barang tersebut.

Ada pula akad ijarah (sewa-menyewa). Skema ini memungkinkan nasabah menyewa suatu barang atau jasa melalui platform. Semua biaya dan ketentuan sudah jelas sejak awal transaksi. Dengan begitu, tidak ada bunga tersembunyi atau denda yang tidak pasti.

Mengedepankan Etika dan Keadilan

Model bisnis yang berbeda ini secara langsung memengaruhi etika operasional. Pinjol konvensional mendapatkan keuntungan dari bunga. Semakin tinggi bunga dan denda, semakin besar keuntungan mereka. Hal ini terkadang mendorong praktik penagihan yang tidak manusiawi.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Sebaliknya, pinjol syariah memperoleh keuntungan dari margin jual beli atau biaya sewa. Keuntungan tersebut sudah ditetapkan dan disepakati bersama. Karena itu, tidak ada insentif untuk menjerat nasabah dengan bunga berbunga. Prinsip syariah melarang segala bentuk tindakan yang merugikan (dharar). Proses penagihan pun harus dilakukan dengan cara yang beradab dan menghormati martabat nasabah.

Peran Regulasi dan Edukasi Publik

Kehadiran pinjol syariah di Indonesia sudah mendapatkan pengawasan ketat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertugas mengawasi operasionalnya dari sisi keuangan. Sementara itu, Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) memastikan semua produk dan akadnya sesuai dengan prinsip syariah.

Tantangan terbesarnya kini adalah edukasi. Masih banyak masyarakat yang belum memahami perbedaan antara pinjol konvensional dan syariah. Literasi keuangan syariah perlu terus ditingkatkan. Masyarakat harus tahu bahwa ada alternatif pinjaman yang lebih aman, adil, dan tidak menjerat.

Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dapat memilih solusi keuangan yang tepat. Ekonomi syariah melalui fintech pinjaman menawarkan jalan keluar dari masalah pinjol. Ini bukan hanya tentang transaksi halal, tetapi juga tentang membangun ekosistem keuangan yang lebih sehat dan berkeadilan bagi semua.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement