Pendidikan
Beranda » Berita » Kisah-Kisah Nyata dalam Akhlaq lil Banin Juz 2 Karya Umar Baraja (Pelajaran Klasik untuk Hari Ini)

Kisah-Kisah Nyata dalam Akhlaq lil Banin Juz 2 Karya Umar Baraja (Pelajaran Klasik untuk Hari Ini)

Kewajiban tetangga
Sebuah kelas Islam tradisional dengan sekelompok anak laki-laki berpakaian putih dan peci hitam sedang belajar akhlak.

SURAU.CO – Tidak ada ilmu yang bermanfaat tanpa adab. Inilah pesan yang berulang kali ditekankan Umar bin Ahmad Baraja dalam Akhlaq lil Banin Juz 2. Beliau menghadirkan kisah-kisah nyata yang mengajarkan bagaimana murid memperlakukan gurunya dengan penuh rasa hormat. Dari Imam Syafi’i di hadapan Imam Malik, Ar-Rabi’ di hadapan Imam Syafi’i, hingga anak-anak khalifah Harun Ar-Rasyid di hadapan guru mereka, semua kisah itu menyingkap betapa akhlak adalah pintu keberkahan ilmu.

Umar bin Ahmad Baraja, seorang ulama Hadramaut abad ke-20, menyusun Akhlaq lil Banin sebagai panduan praktis bagi santri dan anak-anak madrasah. Kitab ini terkenal di pesantren Nusantara karena bahasanya yang sederhana, penuh kisah, dan sarat nilai spiritual.

Posisinya dalam khazanah Islam sangat penting, karena ia menanamkan adab sejak dini, bagaimana murid harus bersikap kepada Allah, Nabi, orang tua, tetangga, hingga gurunya.

1. Imam Syafi’i dan Rasa Hormat kepada Imam Malik

Imam Syafi’i, yang kelak menjadi salah satu imam mazhab besar, dikenal sangat beradab di hadapan gurunya, Imam Malik. Ia berkata:

“Aku membuka kertas di hadapan Imam Malik dengan perlahan-lahan karena aku segan kepadanya, supaya beliau tidak mendengar bunyinya.”

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

Betapa halusnya adab seorang murid. Bahkan suara kertas pun ia jaga agar tidak mengganggu gurunya. Kisah ini mengajarkan, ilmu menuntut ketundukan hati sebelum kepintaran akal.

2. Ar-Rabi’ dan Penghormatannya kepada Imam Syafi’i

Ar-Rabi’ bin Sulaiman adalah murid kesayangan Imam Syafi’i. Ia berkata:

“Demi Allah, aku tidak berani minum air sementara Imam Syafi’i melihat kepadaku, karena aku segan kepadanya.”

Imam Syafi’i sendiri sangat mencintainya, hingga pernah berkata:

“Wahai Rabi’, seandainya aku mampu memberimu makanan ilmu, niscaya aku memberikannya kepadamu.”

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Hubungan guru-murid ini bukan sekadar formalitas, melainkan ikatan cinta dan hormat yang melahirkan keberkahan ilmu.

3. Harun Ar-Rasyid, Anak-Anaknya, dan Para Guru

Kisah lain datang dari khalifah Harun Ar-Rasyid. Beliau menyerahkan putra-putranya, Al-Amin dan Al-Makmun, kepada seorang guru pandai bernama Al-Kisaa’iy. Suatu ketika, sang guru hendak keluar, lalu kedua anak itu berlomba mengambilkan sandalnya. Akhirnya mereka sepakat: masing-masing menyerahkan satu sandal.

Ketika mendengar itu, Harun Ar-Rasyid berkata kepada gurunya:

“Tahukah engkau siapa orang yang paling mulia?”

Al-Kisaa’iy menjawab: “Engkau, Amirul Mukminin.”

Menerapkan Parenting Nabawi: Panduan Mendidik Karakter Anak Lewat Riyadus Shalihin

Namun Harun Ar-Rasyid berkata: “Bukan. Orang yang paling mulia adalah orang yang anak-anak Amirul Mukminin berlomba-lomba mengambilkan sandalnya.”

Ia bahkan menghadiahkan 20.000 dinar kepada kedua anaknya dan 10.000 dirham kepada gurunya, sebagai penghargaan atas pendidikan adab yang ditanamkan.

Dalam kisah lain, Harun Ar-Rasyid mengutus putranya belajar kepada Al-Ashma’iy. Ketika ia melihat anaknya menuangkan air wudhu untuk sang guru, ia menegurnya:

“Mengapa engkau tidak menyuruhnya menuangkan air dengan satu tangan, dan dengan tangan yang lain mencuci kakimu? Bukankah aku mengirimnya kepadamu agar engkau mengajarinya adab?”

Pesan ini sangat jelas: pendidikan akhlak lebih utama daripada sekadar pengetahuan.

Adab Lebih Tinggi dari Ilmu

Kisah-kisah dalam Akhlaq lil Banin Juz 2 menegaskan bahwa adab adalah syarat keberkahan ilmu. Imam Syafi’i menghormati Imam Malik, Ar-Rabi’ penuh segan kepada Imam Syafi’i, dan anak-anak khalifah pun berlomba melayani guru.

Mari kita renungkan: apakah kita sudah menaruh adab kepada guru-guru kita? Atau kita hanya mengambil ilmu tanpa memuliakan mereka?

اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْعِلْمِ وَالْأَدَبِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَحْفَظُونَ حُقُوقَ أُسْتَاذِهِمْ
“Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan ilmu dan adab, dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang menjaga hak gurunya.”


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement