Ibadah
Beranda » Berita » Menikah Bukan Sekadar Tinggal Bersama

Menikah Bukan Sekadar Tinggal Bersama

Menikah Bukan Sekadar Tinggal Bersama

Menikah Bukan Sekadar Tinggal Bersama

 

Banyak orang yang memandang pernikahan hanya sebatas ikatan lahiriah: suami bekerja mencari nafkah, istri mengurus rumah, lalu keduanya tinggal di bawah satu atap. Padahal, hakikat pernikahan jauh lebih luas dan mendalam dari sekadar memenuhi kebutuhan lahiriah.

Ibadah yang sakral

Jika menikah hanya soal nafkah, maka sesungguhnya perempuan pun bisa mandiri dan menafkahi dirinya sendiri tanpa harus menikah. Tetapi, Allah menempatkan pernikahan sebagai ibadah yang sakral. Pernikahan adalah ladang amal, tempat di mana cinta, kesabaran, dan pengorbanan diuji sekaligus dipupuk.

Dalam pernikahan, suami dan istri saling melengkapi kekurangan satu sama lain. Suami memberi ketenangan dan rasa aman, sementara istri memberi kasih sayang dan kelembutan. Ketika salah satu goyah, yang lain menguatkan. Ketika salah satu rapuh, yang lain menjadi sandaran. Itulah keindahan dari “sakinah, mawaddah, warahmah” yang dijanjikan Allah.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Menikah juga berarti belajar sabar dan ikhlas. Tidak ada rumah tangga yang selalu mulus, tetapi ujian itu justru menjadi jalan untuk semakin dekat dengan Allah. Karena menikah bukan hanya tentang bagaimana kita bisa bertahan hidup, tetapi bagaimana kita bisa hidup dengan saling memahami.

Pernikahan Sejati

Hidup bersama berarti berbagi rasa, berbagi doa, berbagi tujuan, dan berbagi mimpi. Pernikahan sejati adalah ketika dua jiwa berjanji untuk berjalan bersama, melewati suka dan duka, hingga kelak kembali kepada Allah dalam keadaan ridha dan diridhai.

Maka, jangan pernah memandang pernikahan hanya dari sisi materi. Sebab cinta yang lahir karena iman dan kasih sayang yang tumbuh karena ibadah akan membuat rumah tangga bertahan, bahkan hingga ke surga.

Menikah itu bukan sekadar tinggal bersama, tapi hidup bersama. (Iskandar)

 

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

 

 


Sekolah: Antara Rutinitas dan Pembaruan

 

Pendidikan adalah salah satu instrumen paling strategis dalam membangun peradaban. Namun, sering kali sekolah terjebak dalam rutinitas kaku: duduk manis, mendengar ceramah guru, lalu menghafal demi ujian. Sistem semacam ini hanya melahirkan lulusan yang bermental tidak mandiri, tumpul kreativitas, dan rapuh menghadapi tantangan zaman. Padahal, dunia terus bergerak.

Ilmu kini melimpah, murah, bahkan dapat diakses hanya dengan genggaman tangan. Teknologi Informasi (IT) dan Artificial Intelligence (AI) telah membuka jalan baru bagi siapa pun untuk belajar tanpa batas ruang dan waktu. Akses terhadap pengetahuan bukan lagi milik segelintir orang, tetapi peluang terbuka lebar bagi siapa saja yang mau bersungguh-sungguh.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Maka sekolah tidak boleh berhenti pada rutinitas lama. Semua pihak harus berani berbenah: pendidikan bukan sekadar menjejalkan materi demi nilai, melainkan membangun pondasi kehidupan. Pondasi itu yang akan menjadi bekal menghadapi derasnya arus zaman.

Dalam konteks pendidikan Islam, pondasi itu tetaplah Al-Qur’an. Hafalan Al-Qur’an bukan hanya memperkaya ingatan, melainkan menguatkan jiwa dan membangun karakter. Bahasa Arab menjadi kunci untuk membuka khazanah agama, memahami pesan ilahi secara mendalam, dan menjaga warisan intelektual Islam. Sedangkan bahasa Inggris membuka pintu cakrawala sains dunia, memungkinkan generasi muslim berinteraksi dengan peradaban global dan mengambil manfaat dari kemajuan teknologi.

Tiga pilar ini — Al-Qur’an, bahasa Arab, dan bahasa Inggris — adalah kombinasi strategis untuk menjawab tantangan zaman. Dari sini akan lahir generasi yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara spiritual, luas cakrawalanya, dan tangguh dalam kreativitas.

Sekolah seharusnya menjadi ruang hidup yang menghidupkan jiwa, membangun kemandirian, dan memupuk keberanian untuk berpikir kritis. Sebab tantangan masa depan bukan lagi soal mengingat rumus atau teori, melainkan kemampuan mengolah ilmu menjadi solusi nyata bagi kehidupan. (Muh. Dain. MA)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement