Khazanah
Beranda » Berita » Bukan Sekadar Transaksi: Memahami Muamalah dalam Kehidupan Sehari-hari

Bukan Sekadar Transaksi: Memahami Muamalah dalam Kehidupan Sehari-hari

Bukan Sekadar Transaksi: Memahami Muamalah dalam Kehidupan Sehari-hari
Ilustrasi AI (Sumber gambar:chatgpt.com)

SURAU.CO –  Beberapa waktu lalu penulis memperbaiki arloji di sebuah toko jam tak jauh dari rumah. Sang pemilik toko terlihat menata berbagai jam tangan dan dinding dalam etalase dengan rapi. Seusai memperbaiki arloji, kami berunding tawar-menawar  biaya jasa. Setelah saling ridha dengan tarifnya, transaksi pembayaran pun terjadi berikut dengan jaminan garansi dari si pemilik toko  jika kemudian hari terjadi kendala.

Inilah potret sederhana dari muamalah dalam kehidupan sehari-hari—sebuah aturan hidup yang bukan hanya mengatur jual beli, tetapi juga menuntun bagaimana manusia saling berhubungan dengan sesama, dengan masyarakat, bahkan dengan negara, sesuai dengan nilai-nilai agama.

Muamalah Sebagai Bagian Ibadah

Meskipun tidak termasuk dalam kategori ibadah mahdhah (ibadah khusus seperti shalat, puasa, zakat, atau haji),  muamalah  tergolong ibadah ghairu mahdhah (ibadah umum). Maknanya berupa segala bentuk aktivitas duniawi yang dijalankan sesuai dengan ketentuan Allah serta disertai niat yang benar.

Secara etimologis, istilah muamalah berasal dari kata ‘amala yang bermakna saling bertindak, saling berbuat, atau saling beramal. Dalam praktiknya, muamalah mencerminkan interaksi antar manusia dalam memenuhi kebutuhan jasmaniah dengan cara yang baik, benar, dan sesuai tuntunan agama. Lebih jauh, muamalah juga mencakup aturan hukum yang mengatur hubungan antara individu dengan individu lain, antara individu dengan negara, maupun antara negara dengan pihak luar. Masyarakat wajib mematuhi aturan-aturan tersebut agar kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan adil serta menjaga kepentingan bersama.

Fikih Muamalah

Pengertian fikih muamalah menurut terminologi terbagi menjadi dua. Pertama dalam arti luas, fikih muamalah adalah aturan-aturan Allah yang bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Kemudian dalam arti sempit, fikih muamalah lebih menekankan keharusan untuk menaati aturan-aturan yang Allah tetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola dan mengembangkan harta benda.

Prinsip Umum Muamalah

Prinsip muamalah secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu prinsip umum dan prinsip khusus. Dalam prinsip umum terdapat dua hal penting.

Pertama, semua bentuk muamalah pada dasarnya boleh (mubah). Artinya, setiap aktivitas dalam kehidupan sosial dan ekonomi dianggap halal kecuali ada dalil yang secara tegas melarangnya.

Kedua, setiap bentuk muamalah harus bertujuan menghadirkan kemaslahatan. Dalam Islam, kemaslahatan berarti segala kebaikan dan manfaat yang menyentuh aspek duniawi maupun ukhrawi, bersifat material sekaligus spiritual, serta membawa kebaikan bagi individu maupun masyarakat. Suatu kegiatan baru terkualifikasi  maslahat jika memenuhi dua syarat: sesuai dengan ketentuan syariah (halal) dan memberikan manfaat nyata tanpa menimbulkan mudarat.

Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa tujuan syariah adalah untuk menghadirkan kemaslahatan, menyempurnakan kebaikan, mengurangi kerusakan, memberikan alternatif terbaik dari berbagai pilihan, serta mengutamakan maslahat terbesar dengan mengorbankan mudarat yang lebih kecil.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Sejalan dengan itu, kaidah ushul al-fiqh menegaskan bahwa setiap muamalah bertujuan untuk menegakkan keadilan, menjaga kemaslahatan kedua belah pihak, dan menghilangkan segala bentuk mudarat.

Prinsip ketiga adalah menjaga keseimbangan (tawaazun). Konsep ini mencakup harmoni antara pembangunan material dan spiritual, pemanfaatan sekaligus pelestarian sumber daya, serta keseimbangan hidup dunia dan akhirat. Islam juga menekankan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara jasmani dan rohani, akal dan hati, serta antara kenyataan (das sein) dan norma (das sollen). Dalam konteks ekonomi, hal ini tercermin pada pendistribusian kekayaan yang harus terimplementasi secara proporsional agar tidak terjadi kesenjangan sosial.

Kemudian prinsip keempat, muamalah wajib tegak dengan prinsip keadilan. Syariat melarang segala bentuk praktik yang mengandung penindasan. Keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak, dan memperlakukan sesuatu sesuai kedudukannya. Dalam praktik ekonomi, prinsip ini terwujud melalui larangan riba, zalim, perjudian (maysir), ketidakjelasan (gharar), dan hal-hal yang Allah haramkan. Dalam istilah fikih, adil artinya wadh‘ al-syai’ fi mahallih—menempatkan sesuatu sesuai posisinya yang benar.

Prinsip Khusus Muamalah

Prinsip khusus dalam muamalah menekankan bahwa setiap transaksi harus berlandaskan pada ketentuan syariah. Objek yang diperjualbelikan wajib bersifat halal, sebab segala bentuk aktivitas ekonomi yang terkait dengan hal-hal haram jelas dilarang. Selain itu, transaksi hanya sah apabila dilakukan atas dasar kerelaan kedua belah pihak. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. an-Nisa ayat 29 yang menegaskan pentingnya saling ridha dalam bermuamalat. Tanpa adanya kerelaan, suatu transaksi bisa tergolong sebagai cara memperoleh harta secara batil.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْرَحِيمًا

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Hal lain yang tidak kalah penting adalah pengelolaan dana secara amanah. Syariat menuntut setiap individu untuk menunaikan hak orang lain sebagaimana mestinya, tidak mengambil lebih dari yang semestinya, dan tidak pula mengurangi hak pihak lain. Untuk memperkuat jaminan keadilan, Islam juga menganjurkan adanya pencatatan dalam setiap transaksi. Pencatatan ini bertujuan menjaga agar tidak terjadi sengketa, kelalaian, atau kehilangan hak, serta dapat memperkuat kesaksian, maupun dengan jaminan yang jelas. Dengan demikian, prinsip-prinsip tersebut menjadi panduan agar praktik muamalah berjalan transparan, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai syariah.

Dengan berpegang pada prinsip amanah, keadilan, dan transparansi, maka praktik muamalah tidak hanya akan melindungi hak-hak setiap pihak, namun juga menghadirkan keberkahan serta kepercayaan yang menjadi fondasi kuat bagi terwujudnya kehidupan ekonomi yang selaras dengan tuntunan syariah.(St.Diyar)

Referensi: Azharsyah Ibrahim, dkk, Pengantar Ekonomi Islam, 2021.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement