Ibadah
Beranda » Berita » Kesadaran Akan Kelemahan Diri dan Pentingnya Taubat dalam Islam

Kesadaran Akan Kelemahan Diri dan Pentingnya Taubat dalam Islam

kesabaran

 

Surau.co Setiap manusia pada dasarnya memiliki kekurangan, dan justru di sanalah letak kemuliaannya. Sebab kesadaran akan kelemahan diri akan mendorong seorang hamba untuk lebih merendahkan hati, bergantung kepada Allah, dan senantiasa memperbaiki diri. Hal ini dalam banyak sumber Islam, baik dari al-Qur’an, hadis, maupun penjelasan para ulama salaf menegaskan

Mualif kitab Naṣā’iḥul ‘Ibād mesebutkan sebuah hikmah yang sangat penting:

مَنْ عَلِمَ مِنْ نَفْسِهِ نَقْصًا فَذَلِكَ دَلِيلٌ عَلَى قَبُولِ عَمَلِهِ

“Orang yang menyadari adanya kekurangan pada dirinya, maka hal itu menjadi tanda diterimanya amalnya (oleh Allah).”

Tidak Shalat Jum’at Karena Hujan; Apa Hukumnya?

Ungkapan ini tampak sederhana, tetapi jika direnungkan mengandung makna yang sangat dalam. Kesadaran akan kelemahan diri bukanlah tanda kehinaan, justru menjadi bukti bahwa seseorang berada di jalan yang benar. Sebab, orang yang menyadari kelemahan dirinya akan terus memperbaiki amalnya, berbeda dengan orang yang merasa sempurna sehingga tertutup dari kebenaran. Dengan kata lain, pengakuan kelemahan adalah langkah awal menuju perbaikan.

baca:Kisah Ummu Sulaim dan Abu Thalhah Menghadapi Musibah

Kelemahan Manusia dalam al-Qur’an

Untuk memperkuat pemahaman ini, kita dapat menengok kembali ayat al-Qur’an. Allah ﷻ berfirman dalam QS. an-Nisā’ [4]: 28:

يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الإِنْسَانُ ضَعِيفًا

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan bersifat lemah.”

Amalan Sunnah Harian Sesuai Dalil Dari Al-Qur’an dan Hadist

Ayat ini menegaskan bahwa kelemahan manusia adalah bagian dari fitrahnya. Menurut al-Ṭabarī dalam Jāmi‘ al-Bayān, ayat tersebut berhubungan dengan hukum pernikahan, di mana Allah memberi keringanan bagi orang beriman yang tidak mampu menikahi wanita merdeka agar diperbolehkan menikahi hamba sahaya mukminah. Dengan kata lain, kelemahan manusia dalam menahan syahwat mendapat perhatian khusus dari Allah.

Namun, jika dicermati lebih jauh, ayat ini tidak hanya berkaitan dengan masalah syahwat, melainkan juga dengan kelemahan manusia secara umum. Manusia mudah lalai, cepat tergoda, dan seringkali rapuh di hadapan cobaan. Dari sinilah kita dapat memahami bahwa kelemahan bukan sekadar sifat bawaan, melainkan pengingat agar manusia senantiasa bergantung kepada Allah.

Kesalahan dan Taubat dalam Hadis Nabi ﷺ

Selain al-Qur’an, hadis Nabi ﷺ juga memperkuat pemahaman ini. Beliau bersabda:

«كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ»
(HR. Ibn Mājah no. 4251, al-Tirmiżī no. 2499, dinyatakan ḥasan)

“Setiap anak Adam banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang banyak bertaubat.”

Raih Kebahagiaan Dengan Qana’ah

Hadis ini memberikan penekanan yang lebih tajam. Jika ayat al-Qur’an menyebutkan Alloh menciptakan  manusia  lemah, maka hadis ini menegaskan konsekuensinya: kelemahan itu sering menjerumuskan pada kesalahan. Akan tetapi, di balik kelemahan itu Allah membuka jalan keluar berupa taubat. Jadi, kelemahan tidak boleh menjadi alasan untuk berputus asa, melainkan dorongan untuk kembali kepada Allah.

Penjelasan Ibn Rajab tentang Taubat dan Kelemahan

Pada titik inilah penjelasan ulama sangat membantu. Ibn Rajab al-Ḥanbalī dalam Jāmi‘ al-‘Ulūm wal-Ḥikam menjelaskan bahwa hadis di atas menunjukkan kelemahan fitrah manusia. Menurutnya, tidak ada manusia yang bebas dari dosa, sekecil apapun. Karena itu, kemuliaan seorang hamba bukan terletak pada klaim kesucian, tetapi pada kerendahan hatinya mengakui kelemahan diri dan keikhlasannya dalam bertaubat.

Lebih jauh, Ibn Rajab menegaskan bahwa kesadaran akan dosa adalah anugerah besar. Sebab, orang yang sadar akan dosanya akan lebih rendah hati, lebih sering memohon ampun, dan lebih berhati-hati dalam menjalani hidup. Sebaliknya, orang yang merasa dirinya bersih justru berisiko terjebak dalam kesombongan. Dengan demikian, taubat bukan sekadar permintaan ampun, melainkan juga sarana pendidikan jiwa yang menumbuhkan rasa rendah hati di hadapan Allah.

baca: Pendapat Ali dan Teguran Umar: Seperti Apa Shalat Khusyuk?

Kesadaran Kelemahan di Zaman Modern

Setelah memahami penjelasan ulama klasik, penting juga menengok realitas kita hari ini. Kelemahan menjadi kesadaran yang sangat berharga bila manusia benar-benar menadarinya. Namun, yang sering terjadi justru sebaliknya. Pada zaman serba canggih, banyak orang menutup-nutupi kelemahannya.

Hal ini dapat kita lihat melalui fenomena media sosial. Manusia cenderung menampilkan pencitraan sempurna: memoles wajah yang selalu tampak bahagia, hidup yang seolah-olah tanpa masalah, dan keberhasilan  sedemikian rupa. Padahal, di balik layar semua orang memiliki kelemahan. Bias pencitraan dan efek kemasan digital membuat manusia lupa esensinya sebagai makhluk lemah yang bergantung pada Allah.

Jika kesadaran ini hilang, manusia bisa terjebak dalam kesombongan modern—merasa mampu berdiri sendiri tanpa Allah. Inilah yang berbahaya, sebab mengingkari kelemahan diri sama saja dengan mengingkari hakikat penciptaan.

Oleh karena itu,harus tetap memelihara kesadaran akan kelemahan . Ia bukanlah tanda kekurangan, tetapi justru sumber kekuatan. Dengan menyadari kelemahan, manusia terdorong untuk bertaubat, bersandar pada Allah, dan terus memperbaiki diri. Dan  Ibn Rajab menjelaskan , inilah jalan yang akan mengangkat derajat seorang hamba di sisi Allah.(Samsul elfauso)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement