SURAU.CO. Siapa yang tak mengenal KH Abdurrahman Wahid, atau yang lebih akrab dengan sapaan Gus Dur? Sosok kharismatik ini adalah seorang kiai, guru bangsa, pemikir, penulis, dan Presiden keempat Republik Indonesia yang disegani sekaligus dekat dengan rakyat membuat beliau dikenang meskipun kini telah tiada. Satu hal yang membuat Gus Dur begitu dekat di hati rakyat, adalah warisan humor sehatnya menjadi kekuatan utama Gus Dur dalam memimpin dan menginspirasi.
Gus Dur tak sekadar menjadikan humor sebagai selingan. Ia menjadikannya sebagai bagian integral dari kehidupannya. Di forum intelektual yang serius, ia menyisipkan candaan yang cerdas. Di tengah hiruk pikuk politik, ia melontarkan guyonan yang menenangkan. Bahkan, ia tak segan menertawakan dirinya sendiri. Dengan tangan dingin Gus Dur, humor menjadi jembatan kasih sayang yang kokoh antara pemimpin dan rakyatnya.
Bayangkan suasana politik yang memanas. Ketegangan memenuhi ruangan, perdebatan sengit terjadi di setiap sudut. Tiba-tiba, Gus Dur, dengan nada bicaranya yang khas dan tenang, melontarkan sebuah lelucon. Seketika, kerutan di dahi menghilang, digantikan oleh tawa. Tegangan mereda, percakapan kembali mencair. Inilah kekuatan humor Gus Dur yang sesungguhnya.
Humor Gus Dur: Senyum Kiai untuk Bangsa
Tradisi humor telah lama mengakar kuat di dunia pesantren. Para kiai kerap menyelipkan guyonan dalam pengajian untuk menciptakan suasana yang lebih santai. Pelajaran yang berat akan terasa lebih ringan jika penyampaiannya dengan senyum.
Gus Dur mewarisi tradisi ini, tetapi ia membawanya ke panggung nasional. Ia tidak hanya menghibur, tetapi juga menyajikan tawa yang sarat makna. Humor baginya adalah cara untuk meruntuhkan sekat sosial yang kaku. Ia kemudian menenangkan suasana politik dan menunjukkan bahwa agama dan akal sehat dapat hadir dengan wajah yang ramah.
Keistimewaan Gus Dur terletak pada kemampuannya untuk tidak menggunakan humor untuk merendahkan orang lain. Sebaliknya, ia seringkali menjadikan dirinya sendiri sebagai bahan tertawaan.
Humor Gus Dur: Semula Kekurangan Jadi Kebijaksanaan
Suatu ketika, Gus Dur bercanda tentang penglihatannya yang kurang baik:
“Saya ini Presiden yang istimewa. Presiden lain melihat rakyatnya, kalau saya tidak bisa melihat rakyat.”
Tawa membahana memenuhi ruangan, termasuk Gus Dur sendiri. Namun, di balik itu, tersimpan pesan yang mendalam: menerima kekurangan diri dengan ikhlas. Alih-alih merasa minder, Gus Dur mengajarkan bahwa kelemahan bisa menjadi sumber kebijaksanaan.
Kritik Tajam dengan Balutan Tawa
Humor Gus Dur sering kali menjadi kritik sosial yang cerdas dan menggelitik. Contohnya, saat mengomentari budaya birokrasi yang suka lempar tanggung jawab, ia pernah berkata:
“Di Indonesia ini yang sulit bukan mencari solusi, tapi mencari siapa yang disalahkan.”
Kalimat sederhana ini mengundang tawa sekaligus mengundang anggukan setuju. Kritik yang tajam dibungkus dengan canda sehingga tidak menyakitkan.
Begitu pula ketika seseorang bertanya,
“Gus, bagaimana kalau nanti di akhirat ternyata Tuhan tidak ada?” Dengan tenang, Gus Dur menjawab: “Ya sudah, kita semua bubar jalan.”
Jawaban jenaka ini menciptakan suasana santai, tetapi sesungguhnya mengandung pesan iman yang mendalam bahwa percaya kepada Allah Swt adalah soal kepasrahan, bukan sekadar logika.
Humor yang Mempersatukan
Di tengah kancah politik yang kerap memanas, Gus Dur selalu menemukan cara untuk mencairkan sebuah ketegangan. Ketika berbicara di depan kelompok yang berbeda pandangan dengannya, ia memulai pidatonya dengan kalimat:
“Saya ini presiden hasil kompromi, bukan hasil kompetisi. Jadi kalau ada yang tidak suka, ya kompromikan saja hati Anda.”
Ruangan yang tadinya tegang langsung pecah oleh tawa. Bahkan lawan politik pun ikut tersenyum. Dari sini, kita bisa melihat bahwa humor dapat menjadi perekat, bukan pemecah belah.
Warisan Tawa yang Menginspirasi
Dari berbagai kisah ini, kita belajar bahwa humor Gus Dur adalah jalan menuju kebijaksanaan. Ia menunjukkan bahwa religiusitas tidak berarti kehilangan keceriaan, kecerdasan tidak harus kaku, dan kepemimpinan tidak harus menghilangkan kehangatan.
Humor Gus Dur adalah warisan tak ternilai bagi bangsa ini. Ini adalah cara sederhana namun mendalam untuk membumikan nilai-nilai Islam. Ia melakukannya dengan wajah yang ramah, teduh, dan penuh dengan cinta.
5 Humor Gus Dur yang Melegenda
Berikut adalah beberapa contoh humor Gus Dur yang paling terkenal dirangkum dari berbagai buku:
- Mata Rabun Sang Presiden: Kata Gus Dur,”Saya ini Presiden yang istimewa. Presiden lain melihat rakyatnya, kalau saya tidak bisa melihat rakyat.” (Mengajarkan penerimaan diri).
- Kritik Birokrasi: Kata Gus Dur, “Di Indonesia ini yang sulit bukan mencari solusi, tapi mencari siapa yang disalahkan.” (Mengkritik budaya saling menyalahkan).
- Kritik Polisi. Suatu ketika ada yang bertanya kepada Gus Dur: “Gus, kenapa sih di jalan-jalan Indonesia banyak sekali polisi tidur?” Gus Dur menjawab enteng: “Ya maklum, kalau polisi yang bangun biasanya suka minta duit.”(Sindiran lucu pada praktik pungli oknum polisi di jalanan).
- Politik dan Kompromi: “Saya ini presiden hasil kompromi, bukan hasil kompetisi. Jadi kalau ada yang tidak suka, ya kompromikan saja hati Anda.” (Mencairkan ketegangan politik).
- Kritik Politik. Suatu kali Gus Dur bercanda dengan politisi lain:“Kalau partai sampeyan kalah terus dalam pemilu, ya ganti saja namanya jadi ‘Partai Kalah Terus’.” (Kritik politik lewat kelakar, membuat suasana tetap cair).
Tertawa bersama Gus Dur bukan hanya tentang menghibur diri, tetapi ini juga sebuah kesempatan untuk belajar melihat hidup dengan lebih jernih. Di balik setiap gurauan dan humor Gus Dur, selalu ada cinta untuk rakyat dan umat, doa untuk bangsa, dan kebijaksanaan yang tak lekang oleh zaman. (kaeemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
