SURAU.CO – Ini adalah kisah tentang seorang perempuan suci, cicit dari Nabi Muhammad ﷺ. Ia juga seorang ilmuwan perempuan terkemuka pada masanya, sehingga Imam Syafi’i pun berguru kepadanya. Perempuan agung itu bernama Sayyidah Nafisah. Hingga kini, ribuan orang terus memadati makamnya di Kairo, Mesir, untuk berziarah dan mencari keberkahan doa.
Nasab Mulia dari Keturunan Rasulullah ﷺ
Sayyidah Nafisah lahir di Mekah pada tahun 145 H (762 M). Beliau memiliki keturunan yang mulia. Ayahnya, Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, merupakan keturunan langsung dari Rasulullah ﷺ. Dengan garis keturunan ini, Sayyidah Nafisah merupakan cicit Imam Hasan bin Ali, cucu Nabi ﷺ. Dari jalur ini, jelas kemuliaan darah dan akhlak yang mengalir dalam dirinya.
Sayyidah Nafisah menikah dengan Ishaq al-Mu’tamin, putra Imam Ja’far ash-Shadiq, seorang ulama besar dan juga keturunan Rasulullah ﷺ. Dari pernikahan itu, ia melahirkan anak-anak, meskipun sebagian wafat di usia muda.
Beberapa waktu kemudian, Sayyidah Nafisah memilih untuk pindah ke Mesir. Kedatangannya disambut penuh suka cita oleh masyarakat setempat. Mereka tidak hanya memandangnya sebagai keturunan Nabi, melainkan juga sebagai teladan dalam kesalehan. Seiring berjalannya waktu, rumahnya di Fusthath (kawasan lama Kairo) menjadi majlis ilmu. Orang-orang dari berbagai kalangan datang kepadanya untuk belajar, mendengarkan nasihat, serta mendapatkan doa yang berkah.
Guru Imam Syafi’i
Lebih dari itu, Sayyidah Nafisah juga menjadi guru spiritual bagi Imam Syafi’i, pendiri mazhab Syafi’i yang hingga kini diikuti sebagian besar umat Islam di Indonesia. Imam Syafi’i sering mendatangi rumahnya. Dengan penuh hormat, ia meminta doa sekaligus berkah dari ilmu yang dimiliki Sayyidah Nafisah.
Ketika sakit menjelang wafat, Imam Syafi’i bahkan mengutus muridnya agar menyampaikan pesan kepada Sayyidah Nafisah supaya mendoakannya. Doa seorang wali memang mustajabah. Tidak lama setelah doa itu, Imam Syafi’i berpulang ke rahmatullah. Jenazahnya pun sempat dihadirkan di rumah Sayyidah Nafisah sebelum dimakamkan. Peristiwa ini menunjukkan betapa tingginya penghormatan Imam Syafi’i terhadap sosok perempuan suci tersebut.
Ibadah Sayyidah Nafisah yang Luar Biasa
Seiring berjalannya waktu, Sayyidah Nafisah semakin dikenal sebagai sosok yang sederhana. Ia tidak mengejar gemerlap dunia, melainkan meniti jalan kesucian dengan mendekatkan diri kepada Allah. Sejak kecil, orang-orang sudah mengenalnya sebagai ahli ibadah.
Ia membaca al-Qur’an ribuan kali di rumahnya. Catatan sejarah menyebutkan bahwa ia mengkhatamkan al-Qur’an hingga 6.000 kali sepanjang hidupnya. Selain itu, ia hampir selalu berpuasa. Jika berbuka, ia cukup dengan sepotong roti kering dan seteguk air putih.
Malam-malamnya ia isi dengan sujud panjang, doa penuh tangisan, dan permohonan ampun kepada Allah. Karena ibadah yang begitu agung, masyarakat Mesir menganggap rumahnya sebagai tempat bercahaya, karena ibadahnya seolah menyinari seluruh penjuru. Oleh karena itu, masyarakat menjulukinya Nafisah at-Tahira (Nafisah yang suci).
Karomah Sayyidah Nafisah
Allah menganugerahkan karomah kepada Sayyidah Nafisah. Karomah itu tanda kedekatannya dengan Allah. Beberapa karomahnya yang masyhur antara lain:
- Menyembuhkan Orang Sakit
Banyak orang datang dengan membawa kerabat yang sakit kepadanya. Dengan doa yang tulus, ia memohonkan kesembuhan bagi mereka. Tidak sedikit yang bisa pulang dengan tubuh sehat. Riwayat bahkan menyebutkan seorang perempuan lumpuh dapat kembali berjalan setelah Sayyidah Nafisah mendoakannya. - Air Sumur yang Penuh Berkah
Ia menggali sebuah sumur di dekat rumahnya. Hingga kini, orang-orang meyakini air sumur itu penuh berkah. Para peziarah pun mengambilnya sebagai obat atau sekadar tabarruk (mengambil berkah). - Doa yang Mustajab
Imam Syafi’i sendiri menjadi saksi betapa mustajabnya doa Sayyidah Nafisah. Kisah-kisah tentang doa beliau yang mustajab tersebar luas di Mesir. - Cahaya di Makamnya
Setelah wafat, makamnya tidak pernah sepi dari peziarah. Banyak orang merasakan ketenangan, cahaya spiritual, bahkan terkabulnya doa ketika berziarah di sana. Hingga hari ini, Makam Sayyidah Nafisah di Kairo tetap menjadi salah satu pusat spiritual umat Islam.
Wafat dengan Melantunkan Al-Qur’an
Sayyidah Nafisah wafat pada tahun 208 H (824 M). Saat ajal mendekat, ia tetap berpuasa dan melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an. Ia mengakhiri nafas terakhir ketika membaca Surah al-An’am, tepat pada ayat:
“لهم دار السلام أعدت عند ربهم وهو وليهم بما كانوا يعملون” (الأنعام: ١٢٧)”
“Bagi disediakan mereka Darus Salam (surga) pada sisi Tuhannya, dan Dialah Pelindung mereka amal karena-amal yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’am: 127)
Betapa indahnya akhir hayat seorang kekasih Allah. Ia berpulang dengan al-Qur’an di bibir dan cahaya iman di hati.
Teladan dari Sosok Sayyidah Nafisah
Dari perjalanan hidup Sayyidah Nafisah, kita dapat menarik sejumlah teladan berharga:
- Pertama, ia menanamkan cinta mendalam kepada al-Qur’an , bukan hanya membaca, melainkan juga menghayati dan mengamalkannya.
- Kedua, ia memilih kesederhanaan sebagai jalan kemuliaan, karena ia yakin bahwa kekayaan sejati terletak pada kedekatannya dengan Allah.
- Ketiga, ia menunjukkan kekuatan doa, bahwa doa tulus mampu menembus langit dan mendatangkan pertolongan Allah.
- Keempat, ia menegaskan bahwa perempuan juga bisa menjadi guru spiritual. Imam Syafi’i sendiri menempatkannya sebagai guru dan teladan.
Singkatnya, Sayyidah Nafisah adalah sosok perempuan agung yang mendedikasikan hidupnya hanya untuk Allah. Ia menebarkan ilmu, memperkuat iman, serta membantu sesama dengan doa yang tulus.
Kisahnya mengajarkan bahwa kesalehan dan keteguhan hati mampu melintasi zaman. Tak heran jika dia dijuluki Nafisah at-Tahira, sosok perempuan suci yang sinarnya terus menyinari hati orang-orang beriman.
Semoga kita dapat meneladani kecintaan Sayyidah Nafisah kepada al-Qur’an, kesederhanaannya dalam hidup, serta ketulusannya dalam berdoa. Amiin.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
