Opinion
Beranda » Berita » Rumah Tangga Bahagia: Bukan Megahnya, Tapi Rasa Saling Memiliki

Rumah Tangga Bahagia: Bukan Megahnya, Tapi Rasa Saling Memiliki

Ilustrasi rumah tangga bahagia sederhana dengan cinta dan kebersamaan dalam keluarga Islami
Keluarga kecil menikmati kebersamaan di rumah sederhana dengan suasana penuh kehangatan.

SURAU.CO — Banyak orang berlari mengejar rumah besar, dinding tinggi, dan perabot mewah. Namun, apakah itu benar-benar kunci rumah tangga bahagia? Sesungguhnya, keindahan sebuah rumah tidak terletak pada megahnya bangunan, melainkan pada rasa saling memiliki, saling menguatkan, dan saling menjaga hati di dalamnya.

Rumah Tangga dan Rasa Pulang

Ada kalanya kita pulang dengan tubuh lelah, pikiran kusut, dan hati gundah. Lalu senyum hangat pasangan, atau pelukan seorang anak, mampu meruntuhkan segala beban yang kita bawa dari luar. Di situlah letak makna rumah: bukan sekadar tempat berteduh, tapi ruang di mana jiwa kita menemukan damai.

Rumah kecil dengan lantai sederhana bisa menjadi surga, jika di dalamnya ada cinta dan ketulusan. Sebaliknya, istana megah terasa kosong bila hati di dalamnya saling menjauh.

Allah ﷻ menegaskan dalam Al-Qur’an:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21)

Ayat ini menunjukkan, hakikat rumah tangga adalah sakīnah—ketenangan batin. Ketenteraman itu lahir bukan dari luasnya ruang, tapi dari kedalaman rasa kasih dan rahmat antar anggota keluarga.

Bukan Dinding, Tapi Hati yang Menyatukan

Saya teringat kisah seorang sahabat yang hidup di rumah sangat sederhana. Gentengnya sering bocor, dindingnya retak, namun setiap kali berbincang dengan istrinya, wajahnya selalu berbinar. “Rumahku kecil,” katanya, “tapi hatiku selalu lega. Karena ada istri yang sabar dan anak-anak yang patuh.”

Fenomena sosial hari ini justru sering sebaliknya. Banyak keluarga muda berlomba mencicil rumah besar, tapi kemudian hatinya terhimpit beban finansial. Mereka sibuk mengejar gaya hidup, lupa bahwa kebahagiaan sederhana sering lahir dari hal-hal sepele: makan bersama di lantai, bercanda tanpa gawai, atau sekadar doa bersama sebelum tidur.

Nabi ﷺ bersabda:

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku.”(HR. Tirmidzi)

Hadis ini mengajarkan, kemuliaan seseorang bukan terletak pada jabatan atau hartanya, melainkan pada bagaimana ia memperlakukan keluarga di rumah.

Rumah Tangga Sebagai Mihrab Cinta

Dalam perspektif tasawuf, rumah tangga ibarat mihrab cinta. Di sanalah kita belajar mengabdi, bersabar, dan menahan ego. Rumah adalah madrasah pertama untuk hati, tempat kita melatih diri agar mampu mencintai bukan karena nafsu, melainkan karena rahmat Allah.

Seorang suami belajar menundukkan gengsi demi mendengar suara istrinya. Seorang istri belajar menahan lelah demi tersenyum di hadapan anak-anak. Anak-anak belajar menghormati, meniru, dan melanjutkan tradisi kasih sayang itu. Semuanya adalah latihan rohani yang menjadikan rumah tangga bukan sekadar urusan dunia, tapi jalan menuju ridha Ilahi.

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Menemukan Bahagia di Kesederhanaan

Jika ditanya apa makna rumah tangga bahagia, jawabannya sederhana: bukan rumah megah, tapi hati yang lapang. Bukan kursi empuk, tapi tempat duduk bersama. Bukan makanan mahal, tapi doa yang menyertai setiap suapan.

Ketika kita mampu melihat kebahagiaan dari kacamata syukur, rumah sekecil apa pun terasa luas. Sebaliknya, ketika kita kehilangan syukur, rumah sebesar apa pun terasa sempit.

Mungkin benar, rumah adalah tempat kita pulang. Tapi sesungguhnya, rumah yang paling hakiki adalah hati yang saling menerima.

Penutup

Rumah tangga bahagia tidak pernah lahir dari dinding tinggi atau perabot mewah. Ia lahir dari hati-hati yang saling mencintai karena Allah, saling menguatkan dalam suka duka, dan saling merawat dalam doa.

Mari kita renungkan: sudahkah rumah kita menjadi tempat jiwa beristirahat? Atau jangan-jangan ia hanya sekadar bangunan tanpa ruh?

🌿 Semoga Allah menjadikan setiap rumah kita taman kecil yang dipenuhi kasih sayang, tempat pulang yang menenangkan, dan jembatan menuju surga.

* Reza Andik Setiawan


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement