SURAU.CO. Dengan hikmah, rahmat, dan keadilan-Nya, Allah menurunkan syariat Islam dan menetapkan ketentuan-ketentuan yang memiliki tujuan mulia. Di antara bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah adanya keringanan (rukhshah) dalam menjalankan kewajiban agama, khususnya bagi wanita yang mengalami kondisi-kondisi tertentu seperti haid.
Ketika seorang wanita mengalami haid, ia mendapatkan keringanan dari Allah untuk tidak melaksanakan ibadah puasa selama hari-hari haid tersebut di bulan Ramadhan. Ini bukanlah kelonggaran biasa, melainkan bagian dari sistem keadilan Ilahi yang menghargai kodrat dan kebutuhan biologis perempuan. Allah membebaskan wanita yang haid dari kewajiban puasa, bahkan melarang mereka untuk tetap berpuasa, karena itu perbuatan dosa.
Namun, mereka yang tidak berpuasa karena haid wajib mengganti (qadha’) puasa di hari lain setelah suci. Ini ditegaskan dalam sebuah riwayat dari Aisyah ra., sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Salamah: “Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Syakban..” (HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146)
Hadits ini memberikan pemahaman bahwa para wanita di masa Rasulullah ﷺ telah terbiasa mengqadha puasa Ramadhan mereka yang tertinggal, bahkan jika harus menundanya sampai bulan Sya’ban (bulan sebelum Ramadhan berikutnya) karena kesibukan atau tanggung jawab lainnya, seperti melayani keluarga dan rumah tangga.
Hikmah di balik keringanan syariat bagi wanita haid adalah bentuk rahmat dan kasih sayang-Nya kepada setiap hamba-Nya. Wanita haid tetap bisa melakukan berbagai amalan ibadah seperti dzikir, shadaqah, membaca Al-Qur’an, dan berdoa, hanya saja mereka tidak bisa shalat.
Mengapa Wanita Haid Tidak Boleh Berpuasa?
Allah Maha Mengetahui kondisi biologis wanita. Saat haid, tubuh wanita mengalami perubahan hormonal, kehilangan darah, dan penurunan energi secara signifikan. Islam tidak pernah membebani hamba di luar batas kemampuannya.
Sebagaimana firman-Nya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah: 286)
Karena itu, larangan puasa bagi wanita haid bukan bentuk diskriminasi, tetapi justru bentuk penghormatan terhadap fitrah dan kondisi khusus yang Allah tetapkan bagi mereka. Selain tidak berpuasa, wanita haid tidak boleh melakukan beberapa bentuk ibadah yang memerlukan kondisi suci. Namun, larangan ini tidak menghalangi wanita untuk tetap aktif dalam ibadah lainnya.
Ibadah yang Dilarang bagi Wanita Haid.
Dalil-dalil kuat dari Al-Qur’an dan hadits Nabi ﷺ melarang wanita haid melakukan beberapa ibadah, seperti:
1. Melakukan tawaf di Kakbah
Saat berhaji, Aisyah ra. mengalami haid dan merasa sedih karena tidak bisa menyempurnakan ibadah haji. Rasulullah ﷺ bersabda: “Lakukanlah semua yang dilakukan oleh orang yang berhaji, kecuali tawaf di Kakbah hingga engkau suci.” (HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211).
2. Melaksanakan shalat
Dalam hadits lain, Rasulullah ﷺ bersabda: “Bukankah jika si wanita haid, dia tidak salat dan tidak pula berpuasa? Itulah kekurangan agama si wanita.”(HR. Bukhari no. 1951 dan Muslim no. 79).
Namun, kita tidak boleh mengartikan ‘kekurangan’ di sini sebagai kehinaan, melainkan sebagai pengingat bahwa Allah tidak mewajibkan beberapa ibadah tertentu kepada wanita dalam kondisi haid.
3. Menyentuh mushaf Al-Qur’an
Allah berfirman: “Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 77-79).
Karena itu, wanita haid yang ingin membaca Al-Qur’an sebaiknya menggunakan sarung tangan, alat digital, atau pembatas lain untuk menghindari menyentuh mushaf secara langsung.
4. Berdiam diri di masjid (i’tikaf)
Mayoritas ulama melarang wanita haid berdiam diri di masjid. Dasarnya adalah firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar lewat saja, hingga kamu mandi.” (QS. An-Nisa : 43).
Karena haid dan junub memiliki kesamaan dalam hal hukum hadats besar, maka larangan ini juga berlaku bagi wanita haid.
5. Berhubungan suami-istri
Islam juga melarang hubungan intim selama haid, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222).
Namun, bentuk kasih sayang fisik selain hubungan intim tetap diperbolehkan, seperti ciuman, pelukan, atau perhatian, asalkan tidak melanggar batas syariat.
Amalan yang Boleh Dilakukan Wanita Haid
Meskipun wanita yang sedang haid tidak diperbolehkan berpuasa dan shalat, bukan berarti ia kehilangan kesempatan untuk meraih pahala dan keberkahan dari beribadah. Justru, ia tetap dapat memaksimalkan waktunya dengan berbagai amal saleh yang disyariatkan dan mendatangkan banyak kebaikan. Ia bisa mengisi harinya dengan memperbanyak dzikir, menyebut asma Allah dengan bacaan tasbih seperti subhanallah, tahmid seperti alhamdulillah, takbir Allahu akbar, dan tahlil laa ilaaha illallah. Semuanya memiliki nilai pahala besar dan mendekatkan diri kepada Allah. Ia pun dapat memperbanyak doa, mengangkat tangan dan memohon kepada Allah agar dikabulkan hajat-hajatnya, baik urusan dunia maupun akhirat.
Selain itu, wanita haid bisa mendapatkan keberkahan dan menggugurkan dosa dengan menyalurkan kebaikan melalui sedekah. Tak hanya itu, meskipun tidak bisa menyentuh mushaf, ia tetap bisa menyimak bacaan Al-Qur’an melalui audio atau membaca terjemahannya untuk memahami isi kandungan wahyu Ilahi. Ia juga dapat mengikuti majelis ilmu, baik secara langsung di luar masjid maupun secara daring, untuk menambah pengetahuan agama, memperdalam keimanan, dan memperkuat ketakwaan. Bahkan membaca buku-buku Islami yang bermutu juga menjadi jalan yang baik untuk terus belajar dan memahami ajaran Islam lebih dalam.
Semua aktivitas ini menunjukkan bahwa ibadah tidak terbatas pada puasa dan shalat saja, tetapi mencakup berbagai bentuk amal yang sesuai dengan syariat. Dengan cara ini, wanita haid tetap bisa menjadikan hari-harinya sebagai momen terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengumpulkan bekal takwa, tanpa merasa kehilangan momentum ibadah.
Islam Penuh Hikmah
Syariat Islam tidak pernah menyulitkan wanita, sebaliknya memberikan kemudahan yang penuh hikmah. Kewajiban mengganti puasa adalah bagian dari keadilan dan kasih sayang Allah kepada wanita. Sekalipun tidak dapat menjalankan beberapa ibadah karena haid, seorang wanita masih bisa memperbanyak amal-amal lainnya yang tak kalah besar pahalanya.
Mari manfaatkan waktu sebaik mungkin, tak peduli dalam kondisi haid atau tidak. Allah melihat niat, semangat, dan usaha kita, bukan semata hasilnya. Teruslah bertakwa dan jadikan setiap momen sebagai peluang meraih rahmat-Nya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
