SURAU.CO – Kedermawanan bukan sekadar memberi dari sisa, melainkan melepaskan apa yang paling dicintai. Inilah yang diteladankan Abu Thalhah al-Anshary r.a. dalam sebuah kisah yang termuat dalam Akhlaq lil Banin Juz 2. Kisah ini juga diperkaya dengan pengingat Rasulullah ﷺ tentang pentingnya menjaga silaturahmi, sehingga iman, harta, dan kasih sayang berpadu menjadi kekuatan akhlak seorang muslim.
Kitab Akhlaq lil Banin disusun oleh Umar bin Ahmad Baraja, seorang ulama Hadramaut abad ke-20 yang bermukim di Hijaz. Beliau menulisnya sebagai panduan akhlak sederhana bagi anak-anak madrasah dan santri pemula.
Dalam khazanah Islam klasik, kitab ini termasuk pegangan penting yang menanamkan nilai moral melalui kisah nyata sahabat, nasihat, dan ayat Al-Qur’an. Nilainya sederhana, tetapi dampaknya besar dalam membentuk karakter Islami.
1. Abu Thalhah dan Kebun Biruha’
Dalam hadis sahih disebutkan bahwa Abu Thalhah r.a. adalah sahabat Anshar yang paling banyak memiliki harta berupa pohon kurma di Madinah. Harta yang paling dicintainya adalah kebun Biruha’ yang terletak di dekat masjid, tempat Rasulullah ﷺ biasa masuk dan meminum airnya yang segar.
Ketika turun ayat:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaktian yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)
Abu Thalhah langsung menemui Rasulullah ﷺ dan berkata:
“Ya Rasulullah, sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Biruha’. Aku jadikan ia sedekah karena Allah, agar menjadi simpanan di sisi-Nya. Maka gunakanlah sebagaimana Allah perintahkan.”
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bagus, itulah harta yang beruntung. Aku berpendapat agar engkau membagikannya kepada kerabatmu.”
Maka Abu Thalhah pun membagi kebun itu kepada kerabatnya dan putra-putra pamannya. Inilah teladan bagaimana sedekah tidak hanya menumbuhkan iman, tetapi juga mempererat hubungan keluarga.
2. Rahmat Allah dan Silaturahmi
Umar Baraja melanjutkan dengan kisah lain. Suatu hari, Rasulullah ﷺ sedang duduk bersama para sahabat lalu bersabda:
“Janganlah duduk bersama kami seorang yang memutus hubungan kekerabatan.”
Seorang pemuda yang hadir dalam majelis itu segera berdiri, lalu pergi menemui bibinya. Mereka sebelumnya berselisih. Sang pemuda pun meminta maaf, lalu kembali ke majelis Nabi ﷺ.
Melihat itu, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya rahmat Allah tidak turun kepada suatu kaum yang di antara mereka terdapat orang yang memutus hubungan kekerabatan.”
Kisah ini menegaskan betapa pentingnya menjaga silaturahmi. Putusnya hubungan keluarga bukan sekadar masalah sosial, tetapi juga penghalang turunnya rahmat Allah.
3. Hikmah Bagi Zaman Modern
Dari kisah Abu Thalhah, kita belajar bahwa iman yang sejati tercermin dalam keberanian melepaskan apa yang paling kita cintai demi Allah. Bagi sebagian orang, itu bisa berupa harta, waktu, atau bahkan ego.
Sementara dari kisah pemuda yang berdamai dengan bibinya, kita diajarkan bahwa menjaga silaturahmi lebih utama daripada gengsi. Di era modern, banyak keluarga retak karena warisan atau masalah kecil. Padahal, yang hilang bukan hanya keharmonisan, tetapi juga rahmat Allah.
Teladan Abadi
Kisah Abu Thalhah al-Anshary dan pemuda yang meminta maaf kepada bibinya dalam Akhlaq lil Banin Juz 2 menghadirkan dua pesan besar: sedekah dengan harta terbaik dan menjaga silaturahmi sebagai jalan turunnya rahmat Allah.
Mari kita renungkan: sudahkah kita menafkahkan harta terbaik kita untuk Allah? Sudahkah kita menjaga hubungan dengan kerabat, meski pernah berselisih?
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَصَدِّقِينَ بِمَا نُحِبُّ، وَالْمُوَاصِلِينَ لِلرَّحِمِ، وَانْزِلْ عَلَيْنَا رَحْمَتَكَ وَبَرَكَتَكَ
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang yang bersedekah dengan harta yang kami cintai, yang menyambung silaturahmi, dan turunkanlah rahmat serta berkah-Mu kepada kami.”
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
