Nasional
Beranda » Berita » Hukum Baru tentang Dukun Santet di Indonesia

Hukum Baru tentang Dukun Santet di Indonesia

Hukum Baru tentang Dukun Santet di Indonesia
Gambar AI, Sumber: gemini.google.com.

SURAU.CO. Fenomena santet sejak lama hidup dalam imajinasi masyarakat Indonesia. Di berbagai daerah, orang mengenal istilah tenung, teluh, guna-guna, atau sihir. Walaupun penyebutan berbeda, makna yang melekat tetap sama, yaitu keyakinan bahwa seseorang bisa mencelakai orang lain melalui kekuatan gaib.

Akan tetapi, persoalan santet tidak berhenti pada ranah kepercayaan. Sebaliknya, tuduhan santet sering menimbulkan ketegangan sosial. Ketika ada warga yang sakit atau meninggal secara mendadak, sebagian orang menuduh tetangganya sebagai penyebab. Akibatnya, orang yang dituduh kerap dikucilkan, diusir, atau bahkan dibunuh.

Kita masih mengingat tragedi Banyuwangi tahun 1998. Pada masa itu, ratusan orang dibantai secara massal karena dianggap sebagai dukun santet. Karena situasi politik sedang tidak stabil, kekerasan meluas dengan cepat. Karena hukum belum mengatur hal itu, masyarakat memilih jalan main hakim sendiri. Oleh karena itu, peristiwa kelam tersebut menjadi pelajaran penting bahwa tuduhan santet sangat berbahaya jika tidak ada regulasi yang jelas.

 

Aturan Baru dalam KUHP

Setelah melewati perdebatan panjang, pemerintah akhirnya memasukkan aturan mengenai santet dalam KUHP baru. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Pasal 252 menyebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana penjara 1 tahun 6 bulan atau denda hingga Rp200 juta kepada setiap orang yang mengaku memiliki kekuatan gaib dan menawarkan jasa untuk mencelakai orang lain.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Walaupun pasal ini baru berlaku pada 2 Januari 2026, kehadirannya sudah memberikan arah baru bagi hukum pidana Indonesia. Selain itu, aturan ini menegaskan bahwa negara tidak pernah mengakui keberadaan kekuatan gaib. Namun, negara ingin menindak tindakan nyata berupa penipuan, ancaman, maupun pemerasan yang menggunakan kedok santet.

Dengan demikian, aturan ini bertujuan menutup ruang abu-abu dalam masyarakat. Jika sebelumnya orang bingung harus menempuh jalur apa, maka setelah aturan berlaku, mereka dapat melapor ke aparat hukum.

 

Perspektif Islam tentang Sihir dan Santet

Selain dilihat dari kacamata hukum, persoalan santet juga penting dikaji dari perspektif Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa sihir termasuk perbuatan kufur. Allah berfirman:

“…Mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Padahal Sulaiman tidak kafir, tetapi setan-setan itulah yang kafir; mereka mengajarkan sihir kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah: 102).

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Ayat ini menegaskan bahwa sihir bukan sekadar praktik budaya, melainkan perilaku menyimpang yang menjerumuskan manusia pada kekufuran.

Kemudian, Rasulullah SAW juga mengingatkan umat Islam agar tidak mendatangi tukang sihir. Dalam hadis riwayat Ahmad, beliau bersabda:

“Barang siapa mendatangi tukang sihir lalu membenarkan ucapannya, maka sungguh ia telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad.”

Dengan dalil ini, Islam menegaskan larangan sihir. Jadi, aturan pidana tentang santet sejalan dengan prinsip Islam, karena keduanya sama-sama bertujuan melindungi umat dari penipuan dan kesesatan.

 

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Tujuan Aturan Santet

Setelah memahami latar belakang dan pandangan agama, kita dapat melihat bahwa aturan santet memiliki tujuan penting. Pertama, aturan ini melindungi masyarakat dari penipuan. Banyak orang memanfaatkan rasa takut untuk mencari keuntungan. Karena itu, pasal ini memungkinkan aparat menindak pelaku.

Kedua, aturan ini mencegah praktik main hakim sendiri. Dengan adanya jalur hukum, masyarakat tidak perlu melampiaskan emosi dengan kekerasan. Sebaliknya, mereka bisa menyerahkan penyelesaian kasus kepada negara.

Ketiga, aturan ini menyediakan jalur hukum yang jelas. Apabila seseorang dirugikan karena praktik santet, ia tidak lagi bingung harus melapor ke mana. Dengan demikian, aturan ini memperkuat perlindungan hukum bagi setiap warga.

 

Realita dan Tantangan Penegakan Hukum

Meskipun pasal ini penting, penegakan hukumnya tidak mudah. Aparat tidak mungkin membuktikan keberadaan kekuatan gaib. Karena itu, pembuktian difokuskan pada hal yang nyata. Misalnya, bukti berupa pernyataan pelaku, rekaman percakapan, iklan jasa, atau transaksi uang.

Oleh karena itu, penegakan pasal ini tidak akan menghukum “ilmu gaib”-nya, melainkan perbuatan konkret seperti penipuan, ancaman, atau pemerasan. Dengan cara ini, hukum tetap konsisten bekerja berdasarkan bukti yang dapat diverifikasi.

 

Refleksi Sosial

Di sisi lain, masyarakat harus menyadari bahwa persoalan santet sering berakar pada konflik sosial. Tuduhan santet muncul ketika ada persaingan ekonomi, masalah keluarga, atau ketegangan antarwarga. Oleh sebab itu, penyelesaian masalah tidak cukup hanya dengan hukum, melainkan juga melalui pendidikan dan pendekatan sosial.

Tokoh agama, tokoh adat, dan pemerintah daerah perlu aktif memberikan pemahaman. Jika masyarakat mengerti bahaya tuduhan tanpa bukti, maka mereka akan lebih rasional dan tidak mudah terprovokasi. Selain itu, media juga harus ikut mendukung dengan menampilkan informasi yang mendidik, bukan justru memperkuat mitos.

 

Pada akhirnya, Pasal 252 KUHP 2023 menjadi langkah maju dalam hukum pidana Indonesia. Meskipun sebagian orang menilai kontroversial, aturan ini penting untuk mencegah terulangnya tragedi seperti di Banyuwangi. Selain itu, aturan ini sejalan dengan prinsip Islam yang menolak praktik sihir.

Ke depan, tantangan terbesar terletak pada penegakan hukum. Oleh karena itu, aparat harus berhati-hati agar mereka tidak menyalahgunakan pasal ini sebagai alat kriminalisasi. Namun, jika aparat menegakkannya dengan adil, aturan ini akan melindungi masyarakat, mencegah penipuan, dan menjaga keamanan.

Dengan demikian, hukum baru tentang dukun santet tidak hanya melengkapi sistem pidana, tetapi juga memperkuat komitmen negara untuk melindungi warganya dari ketakutan dan kekerasan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement