Sejarah
Beranda » Berita » Gua Hira: Tempat Pertama Wahyu Diturunkan

Gua Hira: Tempat Pertama Wahyu Diturunkan

Gua Hira: Tempat Pertama Wahyu Diturunkan
Gua Hira berupa celah di dekat puncak gunung, dengan pintu menghadap ke utara. Tinggi celah ini mencapai 4 hasta, dan lebarnya 1,75 hasta.

SURAU.CO – Setiap tempat menyimpan kisahnya sendiri. Ada lokasi yang terkenal karena keindahan alam, ada pula yang masyhur karena menyimpan sejarah besar umat manusia. Namun, dari sekian banyak tempat di dunia, sebuah gua kecil di puncak bukit di Mekah justru menjadi saksi peristiwa paling agung dalam sejarah: turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad ﷺ. Gua itu bernama Gua Hira.

Kesunyian yang Menjadi Jalan Pencerahan

Jauh sebelum Allah mengangkatnya sebagai Nabi, Muhammad ﷺ hidup sebagai pribadi yang jujur, amanah, dan berakhlak mulia. Namun, masyarakat Arab kala itu tenggelam dalam kegelapan—penyembahan berhala, peperangan antarsuku, dan ketidakadilan sosial—sehingga hati beliau merasa gundah. Beliau sering berpikir, mencari kebenaran sejati di balik hiruk-pikuk dunia.

Ketika memasuki usia 40 tahun, beliau semakin sering mengasingkan diri ke sebuah gua kecil bernama Hira di Jabal Nur, sekitar 4 kilometer dari Mekah. Bukit itu menjulang tinggi sehingga siapa pun yang ingin mencapainya harus mendaki dengan penuh kesabaran. Gua itu hanya bisa menampung beberapa orang. Di sanalah Muhammad ﷺ menyendiri, merenungkan, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan penuh ketulusan.

Kesunyian gua memberikan ruang perenungan, sehingga jiwa yang resah menemukan ketenangan. Di tempat itulah Allah menyiapkan hati Nabi-Nya untuk menerima misi besar: membimbing umat manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Malam Bersejarah: Datangnya Malaikat Jibril

Pada suatu malam yang mulia, di bulan Ramadhan, sebuah peristiwa agung mengubah sejarah dunia. Ketika Nabi Muhammad ﷺ berada di Gua Hira, Malaikat Jibril tiba-tiba hadir membawa wahyu pertama. Jibril berkata:

Mustafa Kemal Ataturk: Modernisasi dan Perkembangan Islam Modern

“Iqra’!” (Bacalah!)

Nabi Muhammad ﷺ menjawab: “Aku tidak bisa membaca.”

Jibril mengulaninya lagi, dan beliau tetap memberikan jawaban yang sama. Hingga ketiga kalinya, Malaikat Jibril memeluknya erat-erat, lalu membacakan firman Allah:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan pena, mengajarkan apa yang tidak diketahuinya” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)

Sejak saat itu, Allah menetapkan Muhammad bin Abdullah sebagai utusan-Nya, Nabi terakhir bagi seluruh umat manusia. Gua Hira pun berubah: dari sebuah tempat terpencil di pegunungan, menjadi saksi awal turunnya wahyu.

Peran Pemikiran Al-Farabi; Pencerahan Filsafat Yunani dan Barat

Perasaan Nabi saat Menerima Wahyu

Peristiwa itu sangat menggemparkan hati beliau. Nabi ﷺ pulang dengan tubuh yang gemetar. Beliau segera menemui istrinya, Khadijah radhiyallahu ‘anha, lalu berkata: “Selimuti aku, selimuti aku.”

Khadijah segera menyelimutinya dengan penuh kasih sayang. Ia menenangkan hati beliau, mendengarkan kisah yang baru saja terjadi, lalu berkata dengan penuh keyakinan:

“Dia tidak akan menghinakanmu. Engkau selalu menyambung silaturahmi, membantu orang yang lemah, memberi kepada orang yang membutuhkan, memuliakan tamu, dan membantu orang yang menegakkan kebenaran”

Ucapan Khadijah meneguhkan hati Nabi. Dari sanalah perjalanan kenabian beliau dimulai, membawa cahaya Islam yang menyinari seluruh penjuru dunia.

Gua Kecil, Makna yang Besar

Jika seseorang melihat Gua Hira secara fisik, gua itu hanyalah sebuah celah kecil di bebatuan. Panjangnya sekitar 3,5 meter dan lebarnya hanya 1,5 meter. Tidak ada bentuk istimewa yang terlihat dari gua tersebut. Namun, sejarah yang lahir di sana menjadikan gua itu lebih mulia daripada istana megah mana pun di dunia.

Kitab Taisirul Kholaq: Terobosan Pembelajaran Akhlak Metode Salafiyah

Gua ini memberi pelajaran bahwa tempat sederhana mampu melahirkan perubahan besar. Ia menjadi simbol kesunyian yang memunculkan pencerahan. Bukan keramaian yang menghadirkan wahyu, melainkan kesunyian, kerendahan hati, dan ketulusan seorang hamba di hadapan Tuhannya.

Dari Gua Hira untuk Dunia

Peristiwa di Gua Hira bukan sekedar awal perjalanan Islam, tapi juga titik balik peradaban manusia. Dari gua kecil itulah lahirlah risalah yang mengajarkan tauhid, akhlak mulia, keadilan, dan ilmu pengetahuan. Risalah itu menyatukan bangsa Arab yang sebelumnya terpecah-belah, lalu menghadirkan cahaya peradaban ke Eropa, Asia, Afrika, hingga seluruh dunia.

Kini, setiap kali seorang muslim membaca Al-Qur’an, ia sebenarnya sedang menyambung jejak yang berawal dari Gua Hira. Setiap ayat yang kita lantunkan lahir dari malam agung di gua tersebut.

Semoga kisah Gua Hira menggugah kita untuk terus mencari kedekatan dengan Allah, menumbuhkan kecintaan pada ilmu, dan mengambil hikmah dari kesunyian untuk memperkuat iman. Dari tempat kecil yang sederhana itu, Allah menerangi cahaya yang tidak akan pernah ada padam hingga akhir zaman.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement