SURAU.CO – Dalam kehidupan belajar, ada murid yang biasa-biasa saja, dan ada pula yang istimewa di mata gurunya. Bukan karena kepandaiannya, melainkan karena adab dan ketakwaannya. Kitab Akhlaq lil Banin Juz 2 karya al-‘Allamah Umar bin Ahmad Baraja mengisahkan sebuah pelajaran berharga tentang mengapa seorang guru bisa lebih mencintai satu murid dibanding yang lain. Kisah sederhana ini menyimpan pesan mendalam bagi siapa pun yang mencari ilmu.
Umar bin Ahmad Baraja adalah ulama Hadramaut yang hidup pada abad ke-20. Beliau dikenal sebagai pendidik yang menaruh perhatian besar pada pembinaan akhlak anak-anak dan santri. Dari kegelisahan melihat pentingnya pendidikan moral sejak dini, beliau menulis kitab Akhlaq lil Banin.
Kitab ini ditujukan untuk anak-anak madrasah dan santri pemula. Dengan bahasa yang sederhana, ia menanamkan adab kepada Allah, orang tua, guru, hingga teman sebaya. Di pesantren dan madrasah Nusantara, kitab ini menjadi bacaan wajib yang memperhalus budi sekaligus menanamkan ketakwaan.
1. Kisah Murid yang Istimewa
Dalam Akhlaq lil Banin Juz 2, Umar Baraja mengisahkan:
Ada seorang guru yang lebih mencintai salah seorang muridnya daripada yang lain. Murid-murid merasa heran dan bertanya, “Mengapa guru kita lebih mencintai murid ini daripada kami?”
Sang guru pun ingin menunjukkan sebabnya. Ia memberi kepada masing-masing murid seekor ayam, lalu berkata:
“Sembelihlah ayam ini di tempat yang tak seorang pun melihat kalian.”Semua murid pun melaksanakan perintah itu, kecuali murid yang istimewa itu. Ia mengembalikan ayamnya dan berkata,
“Saya tidak menemukan tempat yang sepi dari penglihatan siapa pun, sebab di mana pun saya berada, Allah selalu melihat saya.”
Mendengar jawaban itu, sang guru pun berkata, “Lihatlah murid ini, ia takut kepada Allah dan tidak melupakan-Nya di mana pun ia berada. Itulah sebabnya saya lebih mencintainya daripada kalian. Kelak, ia akan menjadi orang saleh yang taat kepada Tuhannya di setiap waktu.”
2. Takut kepada Allah sebagai Ciri Murid Mulia
Kisah ini mengajarkan bahwa murid yang dicintai guru bukanlah yang paling pintar atau paling banyak hafalan, melainkan yang hatinya selalu hadir bersama Allah.
Takut kepada Allah (khauf) adalah kesadaran batin bahwa Allah selalu mengawasi. Inilah yang membuat murid tersebut menolak menyembelih ayam. Ia sadar, manusia mungkin tidak melihat, tetapi Allah Maha Melihat.
Di era sekarang, ketika banyak orang berbuat salah hanya karena merasa tidak diawasi, pesan ini menjadi tamparan keras. Integritas sejati lahir bukan karena takut pada guru, orang tua, atau hukum, melainkan karena sadar Allah selalu hadir.
3. Relevansi untuk Generasi Modern
Jika kita tarik ke kehidupan modern, murid itu bisa kita ibaratkan sebagai anak yang menolak mencontek meski tak ada pengawas. Ia bisa menjadi karyawan yang tidak mengambil hak perusahaan meski tidak ada kamera CCTV. Ia juga bisa menjadi pemimpin yang tetap jujur meski tak ada rakyat yang tahu.
Inilah murid yang dicintai bukan hanya oleh guru, tetapi juga oleh masyarakat dan tentu saja Allah. Karena ia menjalani hidup dengan prinsip: “Di manapun aku berada, Allah melihatku.”
Hikmah untuk Kita Semua
Kisah ini sederhana, tapi menyentuh hati. Ia mengingatkan bahwa keberkahan ilmu tidak datang hanya dari kecerdasan, tetapi dari rasa takut kepada Allah.
Mari kita bertanya kepada diri sendiri: apakah kita sudah menanamkan rasa diawasi Allah dalam setiap perbuatan kita? Ataukah kita hanya berbuat baik ketika dilihat manusia?
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ يَخَافُكَ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang takut kepada-Mu, baik dalam kesendirian maupun di hadapan orang banyak.”
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
