Opinion
Beranda » Berita » Belajar Sepanjang Hayat

Belajar Sepanjang Hayat

Belajar Sepanjang Hayat
Ilustrasi Anak-anak Sedang Belajar di Masjid. (Foto: Meta AI)

SURAU.CO – Bertambahnya usia tidak selalu membuat seseorang menjadi lebih dewasa dan bijaksana. Kita sering menjumpai orang yang sudah berusia lanjut, tetapi emosinya masih labil atau perilakunya tidak mencerminkan kebijaksanaan. Sebaliknya, ada pula anak muda yang mampu menunjukkan kedewasaan luar biasa karena ia mau belajar, mengendalikan diri, dan terus menuntut ilmu.

Oleh karena itu begitu pentingnya konsep belajar sepanjang hayat. Islam telah mengajarkan bahwa menuntut ilmu tidak dibatasi oleh usia maupun jenjang sekolah formal. Kewajiban menuntut ilmu berlaku bagi setiap muslim sejak ia lahir hingga akhir hayatnya. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat.” (HR. Al-Baihaqi)

Hadis ini menegaskan bahwa proses belajar adalah ibadah yang tidak boleh berhenti. Maka, setiap kita—baik muda maupun tua—wajib terus meng-upgrade diri agar tidak mengalami “kemunduran” dalam kedewasaan, emosi, maupun spiritualitas.

Ilmu sebagai Jalan Kedewasaan

Kedewasaan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh usia, melainkan oleh cara ia menyikapi hidup. Seorang yang berilmu akan lebih bijaksana dalam mengambil keputusan, lebih sabar menghadapi ujian, dan lebih mampu menahan diri dari tindakan yang tergesa-gesa.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an:

“Katakanlah, apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39]: 9)

Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu adalah pembeda utama antara orang yang matang dan tidak. Orang yang terus belajar akan sadar bahwa dirinya tidak tahu banyak hal, sehingga ia merunduk layaknya padi yang semakin berisi. Sebaliknya, orang yang malas belajar bisa menjadi seperti “tong kosong nyaring bunyinya”—banyak bicara, tetapi miskin ilmu dan hikmah.

Belajar untuk Mengendalikan Emosi

Salah satu tanda kedewasaan adalah kemampuan mengendalikan emosi. Banyak orang yang membiarkan dirinya marah dengan alasan “sudah bawaan lahir” atau “memang watak saya seperti itu”. Padahal, Islam mengajarkan bahwa emosi bisa dilatih dan dikendalikan, salah satunya dengan ilmu.

Rasulullah ﷺ bersabda:

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

“Bukanlah orang yang kuat itu dengan mengalahkan lawannya dalam gulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjadi dasar bahwa kekuatan sejati bukan pada fisik, melainkan pada kemampuan mengendalikan emosi. Caranya? Dengan belajar: membaca buku psikologi, mempelajari manajemen emosi dalam Islam, mengikuti kajian, dan berlatih secara terus-menerus.

Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk berkata, “Saya memang dari dulu emosian.” Jika ada tekad yang kuat, ditambah usaha untuk terus belajar, maka karakter itu bisa berubah menjadi lebih baik.

Belajar untuk Kematangan Spiritual

Selain kedewasaan dan emosi, aspek terpenting dari belajar sepanjang hayat adalah kematangan spiritual. Semakin bertambah umur, seharusnya semakin dekat pula hubungan kita dengan Allah SWT. Namun, kenyataannya banyak orang yang stagnan dalam agama karena hanya mengandalkan ilmu yang ia peroleh saat masih sekolah dasar atau madrasah dulu.

Padahal, Allah SWT memerintahkan kita untuk terus menggali ilmu agama. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

“Dan berkata: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlahlah ilmu pengetahuan.’” (QS. Thaha [20]: 114)

Ayat ini mengajarkan bahwa bahkan Nabi Muhammad ﷺ sendiri diperintahkan untuk terus meminta tambahan ilmu. Maka, betapa pentingnya bagi kita untuk selalu menambah wawasan agama, baik melalui kajian, membaca kitab, maupun memanfaatkan teknologi digital seperti kajian online.

Jika tidak, kita berisiko mengalami “penuaan tanpa kematangan spiritual”. Inilah yang sering terjadi pada sebagian orang tua yang justru “semakin menjadi” dalam hal berbuat maksiat dan keburukan. Na’udzubillāh.

 Peran Lingkungan dalam Proses Belajar

Belajar tidak bisa dilepaskan dari lingkungan dan komunitas. Islam mengajarkan betapa sangat pentingnya memilih teman yang baik. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Perumamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin memberi parfum, atau kamu membeli darinya, atau kamu mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi bisa saja membuat bajumu terbakar, atau kamu mendapatkan bau yang tidak sedap darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa pergaulan sangat mempengaruhi kedewasaan, emosi, dan spiritual kita. Berkumpul dengan orang-orang saleh akan menulari kita dengan semangat kebaikan. Sebaliknya, bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk bisa menyeret kita pada kebiasaan negatif.

Menjadikan Ilmu Sebagai Jalan Hidup

Belajar sepanjang hayat bukan sekadar menambah pengetahuan, melainkan sarana untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Allah dan sesama manusia. Ilmu yang barakah adalah ilmu yang semakin mendekatkan kita kepada Allah serta bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang mendaki jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan dia jalan menuju surga.” (HR.Muslim)

Hadis ini memberikan motivasi besar agar kita tidak pernah berhenti belajar. Karena sejatinya, dengan terus belajar, kita sedang menapaki jalan menuju kebahagiaan abadi.

Oleh karena itu, mari kita isi hari-hari dengan membaca, menghadiri majelis ilmu, mendalami Al-Qur’an dan hadis, serta bergaul dengan orang-orang saleh.

Semoga kita semua diberi kekuatan untuk istiqamah dalam menuntut ilmu hingga akhir hayat, sehingga bisa mencapai kedewasaan sejati, emosi yang terkendali, dan spiritualitas yang mendekatkan kita kepada Allah SWT. Wallāhu a’lam bish-shawāb.

 

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement