SURAU.CO. Urbanisasi kini menjadi fenomena global yang tidak dapat dihindari. Ketika masyarakat berpindah dari desa ke kota, mereka menghadapi perubahan signifikan dalam lingkungan hidup. Akibatnya, muncul persoalan serius, seperti pencemaran udara akibat kendaraan bermotor dan industri, pengelolaan sampah yang buruk, serta berkurangnya ruang hijau di kawasan perkotaan. Dalam konteks ini, Islam tidak hanya menawarkan perspektif moral, tetapi juga pedoman spiritual untuk menjaga alam. Sebab, Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin menekankan keseimbangan (mīzān) antara manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, memahami ekologi urban perlu ditempatkan sebagai wujud praktik keberagamaan yang ramah lingkungan.
Selain itu, ekologi urban bukan sekadar isu teknis, melainkan tanggung jawab sosial dan spiritual. Dengan demikian, setiap langkah yang diambil untuk memperbaiki lingkungan perkotaan menjadi bagian dari ibadah sekaligus kontribusi bagi masyarakat luas. Misalnya, menanam pohon di trotoar atau membangun taman kota dapat menciptakan ruang publik yang sehat sekaligus menegakkan prinsip Islam tentang khalifah di bumi.
Prinsip Islam tentang Lingkungan
Pertama-tama, Islam menekankan prinsip amanah dan khalifah dalam pengelolaan bumi. Allah memberikan mandat kepada manusia untuk menjaga, bukan merusak. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(QS. Al-A‘raf: 56)
Ayat ini menunjukkan bahwa menjaga keseimbangan alam merupakan ibadah yang mendatangkan pahala. Karena itu, praktik ekologi di kawasan urban memiliki nilai spiritual, tidak sekadar sosial. Setiap tindakan yang memperbaiki lingkungan, seperti membersihkan sungai atau menata taman kota, merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah.
Selanjutnya, Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya penghijauan. Beliau bersabda:
“Tidaklah seorang Muslim menanam pohon atau menabur benih, lalu hasilnya dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, melainkan itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mendorong umat Islam untuk aktif dalam menjaga ekosistem perkotaan. Bahkan di saat kota menghadapi tekanan pembangunan pesat, menanam pohon atau membuat taman kota menjadi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya. Dengan demikian, penghijauan kota bukan sekadar tindakan estetis, tetapi bagian dari ibadah sosial-ekologis.
Tantangan Ekologi Urban
Meskipun prinsip Islam sangat jelas, kota modern menghadapi tantangan besar. Pertama, polusi udara akibat kendaraan bermotor dan aktivitas industri terus meningkat. Akibatnya, kualitas udara menurun drastis, dan masyarakat rentan terhadap penyakit pernapasan. Kedua, pengelolaan sampah masih menjadi persoalan serius. Banyak sampah berakhir di tempat pembuangan tanpa dipilah atau didaur ulang, sehingga mencemari tanah dan air. Ketiga, berkurangnya ruang terbuka hijau menyebabkan kota kehilangan “paru-paru” alami yang menyeimbangkan iklim mikro.
Allah juga memperingatkan manusia tentang akibat perbuatannya:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
Ayat ini menegaskan bahwa krisis ekologis merupakan konsekuensi dari perilaku manusia. Oleh karena itu, masyarakat perkotaan harus segera mengubah gaya hidup mereka agar lebih ramah lingkungan, sekaligus menegakkan amanah sebagai khalifah di bumi.
Praktik Keislaman Ramah Lingkungan di Kota
Masyarakat dapat mengambil beberapa langkah strategis agar ekologi urban menjadi praktik islam:
- Pengelolaan Sampah Berbasis Masjid: Masjid dapat berperan lebih luas dari sekadar tempat ibadah. Dengan mendirikan program pemilahan dan daur ulang sampah, masjid menjadi pusat edukasi lingkungan sekaligus tempat menanam kesadaran ekologis bagi masyarakat. Hal ini menegaskan bahwa ibadah ritual dapat diintegrasikan dengan ibadah sosial-ekologis.
- Gerakan Menanam Pohon dan Penghijauan: Mengikuti sunnah Nabi, masyarakat dapat menanam pohon di sekitar rumah, sekolah, atau area publik. Bahkan, Nabi mendorong umatnya untuk menanam pohon meskipun kiamat hampir tiba (HR. Ahmad). Gerakan ini membantu mengurangi polusi udara, menyejukkan lingkungan, dan meningkatkan kualitas hidup warga kota.
- Transportasi Ramah Lingkungan: Islam mendorong hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Karena itu, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, memperbanyak berjalan kaki, atau memanfaatkan transportasi umum menjadi wujud nyata implementasi nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
- Pemanfaatan Teknologi Hijau: Umat Islam dapat mengaplikasikan energi terbarukan, misalnya dengan memasang panel surya di masjid, sekolah, atau fasilitas umum. Langkah ini tidak hanya menurunkan emisi karbon, tetapi juga mewujudkan prinsip Islam dalam menjaga bumi agar tetap lestari.
- Pendidikan Ekologi Berbasis Keislaman: Sekolah-sekolah Islam perlu mengintegrasikan pendidikan lingkungan dalam kurikulum. Dengan cara ini, generasi muda memahami sejak dini bahwa menjaga alam merupakan bagian dari ibadah sekaligus tanggung jawab sosial. Selain itu, anak-anak dapat belajar bagaimana hidup selaras dengan prinsip keberlanjutan dan keseimbangan ekologis.
Relevansi dengan Konteks Kekinian
Akhir-akhir ini, Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia menghadapi polusi udara yang serius. Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit pernapasan, terutama pada anak-anak dan lansia. Dari perspektif Islam, situasi ini menjadi alarm moral agar manusia kembali pada prinsip keberlanjutan. Oleh karena itu, penghijauan kota, pembatasan kendaraan bermotor, dan pengelolaan sampah harus dipandang sebagai ibadah sosial, bukan sekadar kebijakan teknis.
Selain itu, masyarakat dapat melakukan inovasi berbasis teknologi, seperti aplikasi pengelolaan sampah, pemanfaatan energi terbarukan, dan transportasi hijau. Semua langkah ini selaras dengan nilai Islam tentang amanah dan khalifah, sekaligus menjadi praktik nyata untuk menjaga bumi.
Islam dan ekologi urban bukanlah dua hal yang terpisah. Sebaliknya, keduanya saling berkaitan dalam membangun peradaban berkelanjutan. Islam memberikan landasan teologis melalui konsep khalifah, amanah, serta larangan merusak bumi. Oleh karena itu, praktik keislaman yang ramah lingkungan di kota tidak hanya memberi manfaat sosial, tetapi juga menjadi jalan untuk meraih ridha Allah. Dengan demikian, menjaga ekologi urban menjadi bentuk ibadah nyata sekaligus tanggung jawab spiritual bagi seluruh umat Islam.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
