SURAU.CO – Dalam kesibukan sehari-hari, seringkali kita baru menemukan waktu untuk beristirahat saat merebahkan tubuh di pembaringan. Di momen transisi antara sadar dan tidur inilah, banyak orang mengira ibadah telah usai. Namun, Islam mengajarkan bahwa bahkan dalam kondisi berbaring, pintu untuk meraih pahala tetap terbuka lebar. Salah satu amalan paling mulia yang bisa kita lakukan adalah berdzikir atau mengingat Allah.
Lantas, bagaimana syariat memandang aktivitas ini? Apakah berdzikir sambil berbaring memiliki landasan yang kuat? Jawabannya adalah iya. Praktik ini bukan hanya diperbolehkan, tetapi juga merupakan sebuah sifat agung yang dipuji langsung oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Ini adalah ibadah yang ringan di lisan namun sangat berat dalam timbangan amal.
Dzikir Berbaring: Ciri Khas Seorang Ulul Albab
Allah SWT memberikan sebuah gelar istimewa kepada hamba-hamba-Nya yang cerdas dan berakal, yaitu Ulul Albab. Salah satu karakteristik utama mereka adalah kemampuan untuk senantiasa terhubung dengan Sang Pencipta dalam kondisi apa pun. Mereka tidak membatasi ibadah dzikir hanya pada saat duduk atau berdiri. Allah mengabadikan sifat mereka dalam firman-Nya:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” (QS. Ali Imran: 191).
Ayat ini secara tegas menyebutkan tiga postur utama: berdiri, duduk, dan berbaring. Para ulama tafsir, seperti Ibnu Katsir, menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa seorang mukmin dianjurkan untuk mengingat Allah dalam setiap keadaannya. Hati dan lisannya tidak pernah lalai dari berdzikir. Dengan demikian, mengingat Allah ketika berbaring bukanlah tanda kemalasan, melainkan tanda seorang hamba yang cerdas dan beriman.
Teladan Agung dari Kehidupan Rasulullah ﷺ
Untuk menguatkan anjuran Al-Qur’an, kita dapat melihat langsung pada kehidupan teladan terbaik, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah orang yang paling banyak berdzikir, dan praktik ini beliau lakukan secara terus-menerus tanpa henti. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha memberikan kesaksian langsung mengenai hal ini.
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengingat Allah pada setiap waktunya.” (HR. Muslim).
Frasa “setiap waktunya” atau “setiap keadaannya” mencakup semua kondisi, termasuk saat beliau sedang berbaring. Hadits ini menjadi bukti nyata bahwa dzikir adalah ibadah yang fleksibel. Ia tidak terikat oleh waktu, tempat, atau postur formal. Ini adalah amalan hati dan lisan yang bisa menemani kita sepanjang hari, bahkan hingga menjelang tidur.
Bolehkah Membaca Al-Qur’an Sambil Berbaring?
Beberapa orang mungkin masih ragu, khususnya jika dzikir tersebut berbentuk tilawah atau membaca Al-Qur’an. Apakah boleh membaca ayat suci sambil berbaring? Jawabannya kembali kita temukan dalam praktik Rasulullah ﷺ. Dalam sebuah riwayat lain, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan sebuah momen yang sangat indah.
كَانَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَرَأْسُهُ فِى حَجْرِى وَأَنَا حَائِضٌ
Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca Al-Qur’an di pangkuanku padahal aku sedang haid.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain disebutkan, “beliau bersandar di pangkuanku” (mutakian fii hajrii). Posisi bersandar di pangkuan tentu saja bukan posisi duduk tegak. Ini menunjukkan bahwa membaca Al-Qur’an, yang merupakan bentuk dzikir paling utama, boleh dilakukan dalam posisi santai atau berbaring. Hadits ini sekaligus menepis keraguan dan menunjukkan betapa mudahnya Islam.
Rahmat Allah dalam Kemudahan Beribadah
Dari semua dalil di atas, kita dapat memetik sebuah hikmah besar. Allah SWT Maha Mengetahui kelemahan dan keterbatasan hamba-Nya. Oleh karena itu, Dia mensyariatkan ibadah yang dapat dijangkau oleh semua orang dalam berbagai kondisi. Jika ibadah shalat menuntut kita untuk berdiri, ruku’, dan sujud, maka ibadah dzikir memberikan kelonggaran yang luar biasa.
Ini adalah rahmat yang patut kita syukuri. Saat tubuh lelah dan tak lagi mampu berdiri, lisan dan hati kita masih bisa terus bekerja untuk mengumpulkan pahala. Mengingat Allah ketika berbaring menjadi penutup hari yang sempurna, sebuah amalan yang menjaga kita dari kelalaian hingga terlelap. Maka, marilah kita hidupkan sunnah ini. Jadikan setiap momen istirahat kita sebagai kesempatan untuk semakin dekat dengan Allah SWT.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
