SURAU.CO – Dalam kehidupan modern yang serba cepat, kita sering melihat orang makan atau minum sambil berdiri. Aktivitas ini terjadi di berbagai tempat, mulai dari acara jamuan hingga saat istirahat kerja yang singkat. Namun, sebagai seorang Muslim, kita perlu bertanya, bagaimana Islam memandang kebiasaan ini? Apakah adab ini sejalan dengan tuntunan syariat? Ternyata, pembahasan mengenai hukum makan dan minum sambil berdiri cukup rinci dalam khazanah fiqih Islam.
Para ulama telah mengkaji berbagai hadits terkait masalah ini. Menariknya, terdapat beberapa dalil yang secara tekstual tampak bertentangan. Satu sisi melarang, sementara sisi lain seolah memperbolehkan. Oleh karena itu, kita perlu memahami bagaimana para ahli ilmu menggabungkan dalil-dalil ini untuk menghasilkan kesimpulan hukum yang tepat.
Dalil-Dalil yang Melarang Makan dan Minum Berdiri
Terdapat beberapa hadits shahih yang secara tegas menunjukkan adanya larangan makan dan minum sambil berdiri. Dalil-dalil ini menjadi landasan utama bagi pandangan yang menganggapnya sebagai perbuatan yang sebaiknya dihindari. Salah satu hadits yang paling sering dikutip berasal dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ نَهَى أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ قَائِمًا. قَالَ قَتَادَةُ: فَقُلْنَا لِأَنَسٍ: فَالْأَكْلُ؟ فَقَالَ: ذَاكَ أَشَرُّ أَوْ أَخْبَثُ
Artinya: “Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri. Qatadah berkata: ‘Lalu bagaimana dengan makan?’ Anas menjawab: ‘Makan sambil berdiri itu lebih buruk atau lebih keji.’” (HR. Muslim).
Hadits ini sangat jelas. Larangan tersebut tidak hanya berlaku untuk minum, tetapi juga makan, yang bahkan dianggap lebih buruk. Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, larangannya terdengar lebih keras lagi.
لاَ يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِىَ فَلْيَسْتَقِئْ
Artinya: “Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri. Barangsiapa lupa, maka hendaklah ia memuntahkannya.” (HR. Muslim).
Perintah untuk memuntahkan minuman menunjukkan betapa kuatnya penekanan untuk meninggalkan kebiasaan ini. Secara sekilas, kedua hadits ini mengarah pada hukum haram.
Dalil-Dalil yang Memperbolehkan Minum Berdiri
Di sisi lain, terdapat riwayat-riwayat shahih yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat pernah minum sambil berdiri. Hadits-hadits inilah yang membuat hukumnya tidak menjadi haram secara mutlak. Para ulama menggunakan dalil ini sebagai pembanding.
Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ وَهْوَ قَائِمٌ
Artinya: “Aku memberikan minum kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari air zamzam, lalu beliau minum sambil berdiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Riwayat lain dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib juga menguatkan hal ini. Beliau pernah minum sambil berdiri dan berkata bahwa ia melihat Rasulullah melakukannya, sebagai isyarat bahwa urusan ini memiliki kelonggaran.
Jalan Tengah dan Kesimpulan Hukum
Lalu, bagaimana kita menyikapi dua kelompok dalil yang tampak bertolak belakang ini? Inilah fungsi ilmu fiqih, yaitu melakukan jam’ul adillah atau menggabungkan seluruh dalil. Para ulama menjelaskan bahwa larangan dalam hadits Anas dan Abu Hurairah tidak menunjukkan hukum haram. Larangan tersebut lebih bersifat makruh tanzih, yaitu anjuran kuat untuk meninggalkan suatu perbuatan demi adab dan keutamaan.
Sementara itu, perbuatan Nabi yang pernah minum sambil berdiri berfungsi sebagai penjelas (bayan). Tindakan beliau menunjukkan bahwa larangan tersebut bukanlah larangan yang bersifat mengharamkan. Jika minum berdiri itu haram, tentu Nabi tidak akan pernah melakukannya. Kemungkinan besar, Nabi melakukannya karena ada suatu kebutuhan atau untuk mengajarkan kepada umat bahwa hukumnya fleksibel.
Dengan demikian, kesimpulan mayoritas ulama adalah sebagai berikut:
- Hukum makan dan minum sambil duduk adalah sunnah. Ini merupakan adab yang paling utama dan sempurna.
- Hukum makan dan minum sambil berdiri adalah makruh. Artinya, perbuatan ini sebaiknya dihindari, namun tidak sampai berdosa jika dilakukan.
Imam An-Nawawi, seorang ulama besar mazhab Syafi’i, menyimpulkan dengan sangat baik. Beliau menyatakan bahwa larangan tersebut dipahami sebagai anjuran kesempurnaan adab, bukan pengharaman.
Hikmah di Balik Anjuran Duduk
Anjuran untuk makan dan minum sambil duduk tentu memiliki hikmah yang mendalam. Dari sisi adab, duduk menunjukkan ketenangan, kerendahan hati, dan rasa syukur atas nikmat yang diterima. Posisi ini lebih sopan dan jauh dari kesan tergesa-gesa. Selain itu, dari sisi kesehatan, makan dan minum sambil duduk memungkinkan sistem pencernaan bekerja lebih optimal. Tubuh berada dalam kondisi rileks, sehingga proses penyerapan nutrisi berjalan lebih baik.
Mengikuti sunnah Nabi dengan makan dan minum sambil duduk adalah pilihan terbaik. Hal ini tidak hanya menjaga adab kita kepada Allah, tetapi juga mendatangkan keberkahan dalam setiap suapan makanan dan tegukan minuman yang kita konsumsi.