SURAU.CO – Indonesia memiliki banyak tokoh ulama berpengaruh. Salah satu nama terbesar adalah Syekh Nawawi Al-Bantani. Beliau bukan sekadar ulama biasa. Beliau adalah mahaguru bagi banyak cendekiawan Islam. Namanya bergema dari Nusantara hingga ke Tanah Suci Mekkah. Kisah hidupnya menjadi inspirasi abadi. Beliau membuktikan bahwa putra bangsa mampu menjadi pemimpin intelektual dunia.
Awal Mula Perjalanan Sang Pangeran Ilmu
Syekh Nawawi terlahir dengan nama Muhammad Nawawi bin Umar. Beliau lahir di desa Tanara, Banten, sekitar tahun 1813 M. Darah keilmuan sudah mengalir deras dalam dirinya. Ayahnya, Syekh Umar bin Arabi, adalah seorang ulama lokal yang dihormati. Selain itu, ibunya juga berasal dari keluarga terpandang. Lingkungan ini membentuk fondasi kecintaannya pada ilmu agama sejak dini.
Pendidikan pertamanya tentu berasal dari sang ayah. Ia belajar dasar-dasar Al-Quran dan ilmu keislaman lainnya. Namun, dahaganya akan ilmu tidak bisa dipuaskan di kampung halamannya. Oleh karena itu, pada usia yang sangat muda, sekitar 15 tahun, Syekh Nawawi mengambil keputusan besar. Ia berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Perjalanan itu sekaligus membuka gerbang penjelajahan ilmunya.
Di Mekkah, ia tidak langsung kembali ke tanah air. Sebaliknya, ia menetap selama beberapa tahun untuk belajar. Ia berguru kepada para ulama besar di Hijaz pada masanya. Beberapa gurunya antara lain Syekh Ahmad an-Nahrawi dan Syekh Ahmad ad-Dimyati. Kegigihan dan kecerdasannya membuat namanya mulai dikenal di kalangan para penuntut ilmu.
Meraih Gelar “Sayyidul Ulama al-Hijaz”
Setelah sempat pulang ke Banten, Syekh Nawawi kembali lagi ke Mekkah. Pada periode kedua inilah namanya benar-benar menjulang tinggi. Beliau mulai aktif mengajar di lingkungan Masjidil Haram. Murid-muridnya berdatangan dari berbagai penjuru dunia. Terutama dari kawasan Melayu-Nusantara. Kedalaman ilmunya dalam berbagai bidang, seperti tafsir, fiqih, tasawuf, dan hadis, sangat luar biasa.
Kemudian, pengakuan atas keilmuannya mencapai puncaknya. Para ulama di Hijaz memberinya gelar kehormatan “Sayyidul Ulama al-Hijaz”. Gelar ini berarti Pemimpin Ulama di Wilayah Hijaz. Sebuah pengakuan yang sangat langka bagi seorang ulama yang bukan berasal dari Arab. Hal ini menunjukkan betapa luas dan dalamnya penguasaan ilmu Syekh Nawawi. Beliau menjadi rujukan utama bagi para ulama dan pelajar di pusat keilmuan Islam saat itu.
Sejarawan Islam terkemuka, Martin van Bruinessen, pernah menyebut peran pentingnya. Ia menyatakan, “Nawawi adalah jembatan intelektual terpenting antara tradisi keilmuan di Timur Tengah dengan perkembangan Islam di Indonesia.” Kutipan ini menegaskan posisinya yang sangat strategis dalam sejarah pemikiran Islam Nusantara.
Karya Monumental yang Abadi
Syekh Nawawi Al-Bantani adalah seorang penulis yang sangat produktif. Beliau meninggalkan warisan intelektual yang tak ternilai harganya. Diperkirakan beliau telah menulis lebih dari seratus kitab. Karya-karyanya mencakup hampir seluruh cabang ilmu keislaman. Hebatnya, kitab-kitab tersebut masih menjadi rujukan utama di banyak pesantren hingga hari ini.
Beberapa karya agungnya antara lain:
-
Tafsir Al-Munir li Ma’alim at-Tanzil: Kitab tafsir Al-Quran ini sangat populer. Gaya bahasanya mudah dipahami namun tetap mendalam.
-
Nihayatuz Zain fi Irsyad al-Mubtadi’in: Sebuah kitab fiqih mazhab Syafi’i yang komprehensif.
-
Sullam at-Taufiq: Kitab dasar mengenai akidah dan tasawuf yang ringkas.
-
Maraqi al-Ubudiyyah: Syarah (penjelasan) atas kitab Bidayah al-Hidayah karya Imam Al-Ghazali.
Karya-karyanya menjadi kurikulum wajib di lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional. Dengan demikian, pemikiran Syekh Nawawi terus hidup dan membentuk cara pandang jutaan Muslim di Asia Tenggara.
Warisan dan Pengaruhnya di Tanah Air
Pengaruh Syekh Nawawi tidak hanya terbatas pada kitab-kitabnya. Beliau juga berhasil mencetak kader-kader ulama unggulan dari Nusantara. Banyak muridnya kelak menjadi tokoh besar dan pahlawan nasional di Indonesia. Salah satu muridnya yang paling terkenal adalah KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Melalui murid-muridnya, ajaran dan semangat keilmuan Syekh Nawawi tersebar luas. Beliau menanamkan semangat Islam yang moderat, berwawasan luas, dan cinta tanah air. Pada akhirnya, Syekh Nawawi wafat di Mekkah pada tahun 1897 M. Namun, cahaya ilmunya tidak pernah padam. Kisah Syekh Nawawi Al-Bantani adalah bukti nyata bahwa keikhlasan dan kerja keras dalam menuntut ilmu akan menghasilkan warisan yang abadi. Ia adalah kebanggaan Banten, kebanggaan Indonesia, dan mutiara bagi dunia Islam.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
