Kalam
Beranda » Berita » Makna di Akhir Surah Al-Kahfi

Makna di Akhir Surah Al-Kahfi

Makna Akhir Surah Al-Kahfi

SURAU.CO – Surah Al-Kahfi menyimpan banyak hikmah agung. Bagian penutupnya berisi peringatan keras dari Allah. Namun, di baliknya juga terdapat janji mulia. Ayat-ayat ini mengajak kita merenungkan kembali tujuan hidup. Kita diajak untuk menata iman dan amal secara benar. Mari kita selami makna ayat 102 hingga 110 dari surah ini.

Peringatan Keras Bagi Orang Kafir (Ayat 102)

Allah membuka bagian ini dengan sebuah teguran tajam. Teguran ini ditujukan kepada mereka yang ingkar. Mereka mencari pelindung selain Allah. Perbuatan ini adalah kesalahan yang sangat fatal.

Allah berfirman dalam Al-Quran:

“Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Kahfi: 102).[1]

Syaikh As-Sa’di menjelaskan ayat ini. Allah mengecam keras anggapan keliru tersebut. Akal sehat jelas menolak pemikiran seperti itu. Tidak mungkin seorang wali Allah memihak musuh-Nya. Para wali Allah selalu mengikuti rida-Nya. Mereka juga membenci semua yang Allah murkai.[1]

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Maka, siapa saja yang memusuhi Allah tetapi mengaku dekat dengan wali-Nya adalah pendusta.[1]

Ayat ini juga memiliki makna lain yang lebih jelas. Orang kafir selalu memusuhi Allah dan para rasul-Nya. Apakah mereka berpikir bisa menjadikan selain Allah sebagai pelindung? Tentu tidak. Tidak ada makhluk yang dapat memberi manfaat atau menolak bahaya. Semua itu adalah prasangka yang batil. Harapan mereka akan sia-sia.[1]

Seluruh makhluk tidak punya kuasa apa pun. Hal ini ditegaskan dalam ayat lain.

“Katakanlah (Muhammad), ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sebagai sembahan) selain Allah!’ Mereka tidak memiliki kekuasaan untuk menghilangkan kesusahan darimu dan tidak (pula) memindahkannya.” (QS. Al-Isra’: 56).[1]

Sebagai penutup, Allah menegaskan balasan bagi mereka. Allah menyiapkan neraka Jahanam sebagai “jamuan”. Tentu ini adalah jamuan terburuk bagi orang kafir. Bukan kenikmatan yang mereka dapat. Melainkan azab pedih sebagai sambutan di akhirat.[1]

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Golongan yang Paling Merugi (Ayat 103-104)

Kemudian, Allah mengajukan sebuah pertanyaan penting. Pertanyaan ini menjadi peringatan bagi semua manusia. Siapakah orang yang perbuatannya paling merugi?

Allah berfirman:

“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’” (QS. Al-Kahfi: 103).[1]

“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 104).[1]

Mereka adalah orang-orang yang amalnya sia-sia. Semua usaha mereka di dunia lenyap tanpa bekas. Padahal, mereka merasa telah melakukan kebaikan. Amal yang mereka yakini benar ternyata batil. Apalagi perbuatan yang jelas-jelas salah.[1]

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Imam Ibnu Katsir memberikan penjelasan luas. Ayat ini tidak hanya merujuk pada satu kelompok. Sa’ad bin Abi Waqqash pernah ditanya mengenai ayat ini. Beliau menjawab bahwa yang dimaksud adalah Yahudi dan Nasrani. Namun, Ali bin Abi Thalib menyebut mereka adalah kaum Haruriyyah (Khawarij).[1]

Ibnu Katsir menyimpulkan makna ayat ini bersifat umum. Ayat ini mencakup siapa saja yang menyembah Allah. Namun, cara ibadah mereka tidak Allah ridai. Mereka mengira perbuatannya benar dan diterima. Padahal, mereka keliru dan amal mereka tertolak.[1]

Banyak orang menyangka amalnya sangat besar. Mereka merasa usahanya akan diterima Allah. Kenyataannya, semua itu bisa sirna begitu saja. Amal menjadi kosong dan tidak bernilai sama sekali. Hal ini bisa terjadi karena niat yang rusak. Bisa juga karena cara beramal tidak sesuai petunjuk Rasul. Akidah yang menyimpang juga menjadi penyebabnya.[1]

Mereka inilah orang yang mengalami kerugian paling nyata. Mereka merugikan diri sendiri dan keluarganya di Hari Kiamat. Itulah kerugian yang sesungguhnya. Semoga kita semua terhindar dari sifat dan perbuatan tercela ini. Mari kita selalu memohon petunjuk Allah dalam setiap langkah.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement