Opinion
Beranda » Berita » Tertahan Masuk Surga Karena Hutang

Tertahan Masuk Surga Karena Hutang

Tertahan Masuk Surga Karena Hutang
Tertahan Masuk Surga Karena Hutang

SURAU.CO.Hutang adalah kewajiban bagi setiap muslim yang melakukannya. Berkaitan dengan hal tersebut, Islam pun mengaturnya dalam hadist tentang hutang yang dapat menjadi renungan. Islam memperbolehkan hutang. Namun terdapat konsekuensi yang berat jika seorang muslim mengingkari hutang tersebut. Jike seorang muslim yang berhutang tetapi tidak mau membayar, maka terdapat ancaman baginya. Allah SWT telah memperingatkan perihal utang dalam setiap wahyu-Nya. Simak ulasan berikut untuk memahami wahyu Allah SWT berupa hadist tentang hutang.

Dalam islam berhutang adalah mubah dan memberi pinjaman adalah sunah. Ketika masih punya tanggungan hutang, jangan berfikir tentang berbuat baik dulu selain membayar hutang. Orang menunda-nunda membayar hutang padahal dia mampu adalah suatu kezaliman. Islam sudah mengatur segala aspek kehidupan manusia secara umum dalam Al-Quran dan hadits. Salah satunya mengenai hukum hutang dan piutang.

Banyak sekali permasalahan dan konflik yang hadir dari soal hutang. Oleh karena itu apapun yang bisa berdampak pada permasalahan sosial, Islam pasti akan mengatur, setidaknya secara prinsip umum karena persoalan teknis bisa saja berubah. Hutang yang belum dibayar akan menjadi penghalang seseorang untuk masuk surga, meskipun ia mati syahid. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits. Syaikh Alwi bin Abdul Qadir Assegaf menjelaskan tafsir dari hadits ini. Kalimat barang siapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya adalah kiasan dari kematian.

Surat Al-Baqarah Ayat 282

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَٱكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِٱلْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَن يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ ٱلَّذِى عَلَيْهِ ٱلْحَقُّ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔا ۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِى عَلَيْهِ ٱلْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُۥ بِٱلْعَدْلِ ۚ وَٱسْتَشْهِدُوا۟ شَهِيدَيْنِ مِن رِّجَالِكُمْ ۖ فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَٱمْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ ٱلشُّهَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحْدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَىٰهُمَا ٱلْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ ٱلشُّهَدَآءُ إِذَا مَا دُعُوا۟ ۚ وَلَا تَسْـَٔمُوٓا۟ أَن تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَٰدَةِ وَأَدْنَىٰٓ أَلَّا تَرْتَابُوٓا۟ ۖ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوٓا۟ إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِن تَفْعَلُوا۟ فَإِنَّهُۥ فُسُوقٌۢ بِكُمْ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanū iżā tadāyantum bidainin ilā ajalim musamman faktubụh, walyaktub bainakum kātibum bil-‘adli wa lā ya`ba kātibun ay yaktuba kamā ‘allamahullāhu falyaktub, walyumlilillażī ‘alaihil-ḥaqqu walyattaqillāha rabbahụ wa lā yabkhas min-hu syai`ā, fa ing kānallażī ‘alaihil-ḥaqqu safīhan au ḍa’īfan au lā yastaṭī’u ay yumilla huwa falyumlil waliyyuhụ bil-‘adl, wastasy-hidụ syahīdaini mir rijālikum, fa il lam yakụnā rajulaini fa rajuluw wamra`atāni mim man tarḍauna minasy-syuhadā`i an taḍilla iḥdāhumā fa tużakkira iḥdāhumal-ukhrā, wa lā ya`basy-syuhadā`u iżā mā du’ụ, wa lā tas`amū an taktubụhu ṣagīran au kabīran ilā ajalih, żālikum aqsaṭu ‘indallāhi wa aqwamu lisy-syahādati wa adnā allā tartābū illā an takụna tijāratan ḥāḍiratan tudīrụnahā bainakum fa laisa ‘alaikum junāḥun allā taktubụhā, wa asy-hidū iżā tabāya’tum wa lā yuḍārra kātibuw wa lā syahīd, wa in taf’alụ fa innahụ fusụqum bikum, wattaqullāh, wa yu’allimukumullāh, wallāhu bikulli syai`in ‘alīm

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).

Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Hadist tentang Hutang
Ketentuan hutang meliputi orang yang sudah meninggal, yang mampu membayar, yang tidak mampu membayar, dan orang yang masih hidup. Berikut ini sederet hadist tentang hutang dan terjemahannya agar semakin memahami perihal utang.

1. Allah SWT Akan Membantu Seorang Muslim Jika Berniat Melunasinya

Hadist tentang hutang yang pertama adalah Allah SWT akan membantu seorang muslim melunasi hutangnya. Namun jika seorang muslim itu tidak berniat, maka Allah SWT akan merusak orang tersebut. Hal ini selaras dengan hadist sebagai berikut:

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا، أَدَّاهَا اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَهَا يُرِيدُ إِتْلَافَهَا، أَتْلَفَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلّ

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Artinya,“Siapa saja yang mengambil harta orang lain (berhutang) seraya bermaksud untuk membayarnya, maka Allah akan (memudahkan) melunasinya bagi orang tersebut. Dan siapa saja yang mengambilnya seraya bermaksud merusaknya (tidak melunasinya), maka Allah akan merusak orang tersebut,” (HR. Ibnu Majah).

2. Meskipun Mati Syahid Dosa Tidak Akan Diampuni

Beratnya dosa orang yang lalai akan hutangnya yakni meskipun ia dalam keadaan syahid, maka dosa hutang tidak terampuni. Hal ini selaras dengan hadis tentang hutang sebagai berikut:

 فِي الدَّيْنِ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلًا قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، ثُمَّ عَاشَ، ثُمَّ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، ثُمَّ عَاشَ، ثُمَّ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، ثُمَّ عَاشَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَقْضِيَ دَيْنَه

Artinya, “Dalam urusan hutang, demi Zat yang menggenggam jiwa Muhammad, seandainya seseorang terbunuh di jalan Allah, kemudian hidup lagi, kemudian terbunuh lagi di jalan Allah, kemudian hidup lagi, kemudian terbunuh lagi di jalan Allah, kemudian hidup lagi, tetapi ia memiliki tanggungan hutang, maka ia tidak akan masuk surga sampai melunasi hutangnya,” (HR. Ahmad).

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

3. Tidak Mendapat Ridho Allah SWT

Hadist tentang hutang berikutnya adalah seorang yang berhutang tidak akan mendapat ridho Allah SWT. Hal ini tercermin pada sikap Rasulullah SAW ketika sahabat meminta seorang jenazah disholatkan. Namun Rasulullah menolak setelah mengetahui ia memiliki hutang dan tidak meninggalkan sesuatu untuk melunasinya. Hal ini selaras dengan hadist sebagai berikut:

“Shalatkan saja sahabat kalian itu oleh kalian!” Namun, ‘Ali bin Abi Thalib menyela, “Biarlah kewajibanku melunasi hutangnya.” Mendengar hal itu, Rasulullah SAW berkenan maju dan menshalati jenazah tersebut.” (HR. al-Bukhari).

4. Kebaikan Orang yang berhutang Diambil oleh Orang yang Menghutanginya

Hadist tentang hutang berikutnya memuat hukuman yang sangat pedih. Setiap kebaikan orang yang berhutang akan diambil oleh orang yang menghutanginya. Jika tidak ada lagi kebaikan yang diambil, maka keburukan orang yang menghutangi akan dilimpahkan padanya.

 مَنِ ادَّانَ دَيْنًا وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يُؤَدِّيَهُ أَدَّى الله عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنِ اسْتَدَانَ دَيْنًا، وَهُوَ لَا يَنْوِي أَنْ يُؤَدِّيَهُ فَمَاتَ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: ظَنَنْتُ أَنِّي لَا آخُذُ لِعَبْدِي حَقَّهُ، فَيُؤْخَذُ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَيُجْعَلُ فِي حَسَنَاتِ الْآخَرِ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ الْآخَرِ فَجُعِلَتْ عَلَيْه

Artinya, “Siapa saja yang berhutang, seraya berniat untuk melunasinya, maka Allah akan melunasinya dari orang tersebut pada hari Kiamat. Sementara siapa saja yang berhutang, seraya tidak ada niat untuk melunasinya, kemudian ia meninggal, maka pada hari Kiamat, Allah berkata kepadanya, ‘Aku mengira bahwa Aku tidak mengambil haknya untuk hamba-Ku.’ Maka diambillah kebaikan-kebaikannya, lalu diberikan kepada kebaikan-kebaikan yang lain. Setelah tidak ada lagi kebaikan yang bisa diambil, maka keburukan yang lain dilimpahkan kepadanya.” (HR. Ath-Thabrani).

5. Orang yang Memberi Kemudahan Bagi Orang yang Berhutang Kepadanya

Islam juga memberi pahala dan balasan yang besar bagi orang yang memberi pinjaman dan rela memberi kelonggaran pada si peminjam jika kesulitan melunasi hutang. Berikut hadist tentang hutang mengenai hal tersebut:

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا، أَوْ وَضَعَ لَهُ، أَظَلَّهُ اللَّهُ فِي ظِلِّ عَرْشِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya, “Siapa saja yang memberi penangguhan kepada orang yang kesulitan membayar hutang, atau membebaskannya, maka Allah akan menaunginya di bawah naungan arasy-Nya pada hari Kiamat. Dalam riwayat lain, disebutkan, ‘….maka Allah akan melindunginya dari panasnya neraka jahanam.’” (HR. Ahmad).

6. Orang yang Melunasi Hutang Orang Lain

Hadist tentang hutang berikutnya adalah janji Allah SWT bagi orang yang melunasi hutang orang lain. Berikut terjemahan dan lafal hadistnya.

 لَيْسَ مِنْ عَبْدٍ مسلم يَقْضِي عَنْ أَخِيهِ دَيْنَهُ إِلَّا فَكَّ اللهُ رِهَانَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya, “Tidaklah seorang hamba muslim melunasi hutang saudaranya, kecuali Allah akan melepaskan tanggungannya pada hari kiamat,” (HR. ad-Daruquthni).

7. Dihitung Sedekah Setiap Hari Bagi Pemberi Hutang Sebelum Hutang Dibayarkan

Hadist tentang hutang selanjutnya yakni setiap sebelum dibayarkannya hutang, maka setiap hari tersebut adalah sedekah. Berikut lafal dan terjemahannya.

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ قَبْلَ أَنْ يَحِلَّ الدَّيْنُ، فَإِذَا حَلَّ الدَّيْنُ فَأَنْظَرَهُ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَيْهِ صَدَقَةٌ

Artinya, “Siapa saja yang memberi penangguhan kepada orang yang kesulitan bayar hutang sebelum jatuh tempo pembayaran, maka setiap harinya dianggap sebuah sedekah baginya. Sementara jika sudah jatuh tempo, maka setiap harinya dinilai dua kali lipat sedekah baginya,” (HR. Ahmad).

Jika Harus Berhutang

Jika harus berhutang, maka harus perhatikan hal-hal berikut ini jika akan melaksanakannya.

  1. Keadaan Terpaksa

Dalam keadaan terpaksa kita boleh berhutang terutama untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak. Usahakan untuk tidak berhutang untuk kebutuhan konsumtif atau kebutuhan sekuder atau tersier. Pastikan dan hitung terlebih dahulu serta tentukan apakah kita benar-benar mampu membayarnya di kemudian hari, agar berhutang lebih rasional.

  1. Jika Harus Berhutang, Niatkanlah untuk Membayarnya

Jika harus berhutang, maka niatkanlah untuk segera membayarnya. Jangan sampai kita terjebak pada hutang dan menunda-nundanya sampai akhirnya ada godaan untuk tidak mau membayarnya.

Dari Abu hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mengambil harta orang lain (berhutang) dengan tujuan untuk membauarnya (mengembalikannya), maka Allah SWT akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa yang mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya), maka Allah akan membinasakannya”. (HR Bukhari)

  1. Transaksi yang Tertulis

Usahakan dalam setiap transaksi hutang piutang maka harus ada saksi dan juga bukti tertulis. Hal ini agar tidak terdapat konflik atau permasalahan di waktu yang akan datang. Misalnya, tidak mengakui hutang, tidak merasa berhutang, atau hal-hal lain yang membuat hutang gagal bayar.

  1. Hindari Riba

Islam mengharamkan cara pengembangan harta melalui riba. Jangan sampai kita terjebak oleh riba. Riba adalah hal yang mencekik dan kita sebagai orang yang berhutang akan terlilit. Orang yang memberikan riba tentu saja berdosa, tapi juga jangan lupa bahwa keputusan untuk berhutang atau tidak ada dalam diri kita sendiri. Hindarilah dan jangan sampai terjebak olehnya.

  1. Segera Lunasi Hutang

Rasulullah SAW bersabda: “Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezaliman.” (HR Bukhari).

Untuk itu sebelum kita menjadi orang-orang yang dzalim, maka segera lunasi hutang kita. Apalagi jika kita memiliki kemampuan dan harta yang mumpuni untuk segera membayar hutang. Jangan tunda dan jangan biarkan hutang menumpuk dalam hidup kita.

Berdoalah kepada Allah memohon rezeki yang berkah agar apa yang menjadi tanggungan tersebut dapat kita selesaikan dengan baik sesuai amanah dan perjanjian dengan pemberi hutang. Salah satu rezeki yang berkah akan terbuka salah satunya dengan bersedekah. Insya Allah, sedekah akan menjadi magnet rezeki kita di dunia dan bekal untuk kelak di akhirat.

(Budi: mengutip dari berbagai sumber)

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement