Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai kalam-Nya kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk menjadi petunjuk hidup bagi seluruh manusia, dan Allah menganugerahkan kemampuan menghafal Al-Qur’an kepada sebagian hamba-Nya. Namun, hafalan itu bukanlah sebuah akhir perjalanan, melainkan awal dari sebuah tanggung jawab besar. Karena menjaga hafalan Al-Qur’an sama pentingnya dengan menghafalkannya.
Kita melakukan murajaah dengan mengulang-ulang hafalan agar tetap terjaga di dalam dada. Tanpa murajaah, hafalan yang dulunya kuat bisa perlahan memudar. Maka, murajaah bukan sekadar teknik menjaga hafalan, tetapi ia adalah tanda syukur seorang hamba atas nikmat yang luar biasa dari Allah.
Allah Ta’ala berfirman: وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Seorang penghafal Al-Qur’an yang terus bermurajaah berarti ia sedang bersyukur. Karena ia menyadari, betapa besar nikmat yang telah Allah titipkan di dalam hatinya. Ia tidak ingin nikmat itu hilang. Ia tidak rela ayat-ayat Allah yang dulu ia hafal dengan penuh perjuangan lenyap begitu saja dari ingatan.
Murajaah, Benteng Hafalan
Hafalan tanpa murajaah ibarat rumah megah tanpa pondasi. Lambat laun akan roboh. Murajaah menjadi benteng yang menjaga agar Al-Qur’an tetap hidup di hati. Rasulullah ﷺ bersabda: “Jagalah Al-Qur’an ini. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh ia lebih mudah lepas dibandingkan unta yang lepas dari ikatannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika kita tidak menjaga hafalan Al-Qur’an dengan murajaah, maka hafalan itu bisa hilang dengan cepat. Karena itu, seorang hamilul Qur’an (penghafal Al-Qur’an) harus menjadikan murajaah sebagai bagian dari rutinitas hidupnya.
Murajaah, Wujud Rasa Syukur
Kita mengucapkan syukur dengan lisan dan mewujudkannya dengan amal nyata.
Orang yang bersyukur atas nikmat hafalan Al-Qur’an akan menjaganya dengan murajaah. Sebab, bersyukur berarti menjaga amanah yang Allah titipkan.
Meninggalkan murajaah adalah tanda kelalaian. Sebagaimana tubuh memerlukan makanan untuk bertahan hidup, hafalan pun membutuhkan murajaah agar tetap terjaga.
Murajaah, Jalan Menuju Keberkahan
Tidak ada kerugian bagi orang yang murajaah. Bahkan, dengan sering bermurajaah, hidup akan semakin berkah.
Al-Qur’an akan terus menjadi cahaya yang menerangi jalan hidup, penyejuk hati, dan penguat iman.
Setiap kali mengulang ayat-ayat Allah, ia sedang menambah pahala, menambah ketenangan, dan menguatkan hubungan dengan Sang Pencipta. Banyak orang mungkin tidak memiliki keberkahan ini, tapi kita telah mendapatkannya.
Penutup: Jadikan Murajaah Nafas Harian
Jika engkau adalah seorang penghafal Al-Qur’an, maka ketahuilah: hafalanmu adalah nikmat yang sangat agung. Maka jangan pernah berhenti murajaah. Karena murajaah itu tanda syukurmu kepada Allah.
Jadikan murajaah sebagai nafas harianmu. Dengan itu, Allah akan menjaga hafalanmu, menambah ketenangan dalam hidupmu, dan menjadikanmu termasuk dalam golongan ahlul Qur’an yang dimuliakan di dunia dan akhirat.
“Murajaah itu tanda syukur. Maka, jangan pernah berhenti bersyukur.”
Kaya dan Miskin adalah Ujian.
Setiap manusia di dunia ini tidak pernah lepas dari ujian. Ada yang diuji dengan kelapangan, ada yang diuji dengan kesempitan. Ada yang diuji dengan kekayaan, ada pula yang diuji dengan kemiskinan. Semua keadaan ini adalah bagian dari sunnatullah—ketetapan Allah yang berlaku bagi seluruh hamba-Nya.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy rahimahullah menjelaskan bahwa kaya dan miskin, lapang dan sempit, adalah ujian dari Allah untuk melihat siapa di antara hamba-hamba-Nya yang bersyukur dan bersabar. Barang siapa berhasil menghadapi ujian itu dengan iman, maka Allah menjanjikan pahala yang besar. Sebaliknya, siapa yang lalai dan tidak bersyukur, maka Allah memperingatkan adanya azab yang pedih.
Kekayaan sebagai Ujian
Kekayaan bukan jaminan kemuliaan. Ia bisa menjadi nikmat sekaligus fitnah. Allah ingin melihat apakah seseorang menggunakan hartanya untuk kebaikan, bersyukur dengan memberi dan berbagi, atau justru terperdaya oleh dunia hingga lalai dari ibadah. Banyak orang yang tenggelam dalam kenikmatan harta hingga lupa bahwa semua itu hanyalah titipan.
Allah berfirman: “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal: 28)
Maka orang kaya yang bersyukur adalah mereka yang tetap rendah hati, dermawan, menunaikan zakat, bersedekah, dan tidak merasa dirinya lebih mulia dari orang lain.
Kemiskinan sebagai Ujian
Kemiskinan pun bukan berarti kehinaan. Ia juga ujian, untuk melihat apakah seseorang mampu bersabar, tetap berusaha, dan tidak mengeluh terhadap takdir Allah. Rasulullah ﷺ pernah berdoa agar dijauhkan dari kefakiran yang membuat lalai, sebab kemiskinan bisa menjadi beban berat yang mengguncang iman jika tidak diiringi kesabaran.
Namun, bagi orang yang sabar, kemiskinan justru menjadi jalan menuju kedekatan dengan Allah. Kesabarannya akan dibalas dengan pahala yang besar.
Syukur dan Sabar, Kunci Sukses Menghadapi Ujian
Dalam hidup, ada dua kunci utama dalam menghadapi segala keadaan:
Syukur ketika diberi kelapangan.
Sabar ketika diberi kesempitan.
Kedua sikap inilah yang menjadi tolok ukur keimanan seorang hamba. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Jika ia mendapatkan kelapangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesempitan, ia bersabar, maka itu baik baginya.” (HR. Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa kaya dan miskin sama-sama bisa menjadi jalan menuju kebaikan, asalkan disertai dengan syukur dan sabar.
Penutup: Hidup bukan tentang kaya atau miskin, lapang atau sempit. Hidup adalah tentang bagaimana kita menyikapi setiap keadaan yang Allah tetapkan. Kekayaan tanpa syukur hanya akan melahirkan kesombongan, dan kemiskinan tanpa sabar hanya akan menambah kesengsaraan.
Maka, marilah kita jadikan setiap keadaan sebagai ladang amal. Jika diberi nikmat, bersyukurlah. Jika diberi ujian, bersabarlah. Karena keduanya adalah jalan menuju keridhaan Allah dan balasan pahala yang besar di sisi-Nya.
“Kaya dan miskin hanyalah ujian. Yang utama adalah bagaimana hati tetap terikat kepada Allah dengan syukur dan sabar.” (Tengku)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
