Ibadah
Beranda » Berita » Taqwa Adalah Amal Terbesar Seorang Muslim

Taqwa Adalah Amal Terbesar Seorang Muslim

Taqwa adalah amal terbesar seorang muslim

Taqwa adalah amal terbesar seorang muslim.

 

Taqwa adalah kalimat pendek tapi taqwa amalan terbaik seorang hamba karna Allah tidak melihat bentuk kita tapi yang Allah nilai seorang ketaqwaan seorang hamba.

Allah SWT menilai dan menentukan kemuliaan seseorang berdasarkan ketakwaan dan amal kebaikan, bukan berdasarkan keturunan, jabatan, kekayaan, atau status dunia.

Firman Allah dalam QS. Al-Hujurāt [49]:13 menegaskan: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Mari kita perinci kembali karakteristik golongan manusia mulia tersebut

Orang yang Bertakwa

Takwa adalah puncak kemuliaan. Ia mencakup rasa takut kepada Allah, harapan kepada rahmat-Nya, dan usaha sungguh-sungguh menjalankan perintah serta menjauhi larangan. Ketakwaan membuat hidup manusia terarah, penuh makna, dan mendapat perlindungan Allah.

Allah SWT melimpahkan pahala besar pada setiap amal yang dilakukan dengan keikhlasan, tanpa memandang besar atau kecilnya amal tersebut.

Sebaliknya, amal yang tampak besar tetapi bercampur riya akan sia-sia. Maka, yang menjadikan amal mulia adalah keikhlasan niat, bukan besarnya bentuk perbuatan.

Pemilik Akhlak yang Baik

Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Tirmidzi). Akhlak yang baik merupakan cermin kebersihan hati.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Orang yang lembut tutur katanya, sabar, jujur, amanah, dan berbuat adil akan mendapat kemuliaan di dunia dan akhirat. Orang yang Beriman dan Beramal Shalih: Iman adalah akar, amal shalih adalah buah.

Tidak ada kemuliaan tanpa keduanya. Orang beriman tanpa amal akan kering, amal tanpa iman akan hampa. Allah selalu menggandengkan keduanya dalam Al-Qur’an: “Orang-orang yang beriman dan beramal shalih…”.

Orang yang Menjaga Lidah dan Perilaku

Lidah adalah cermin hati. Menjaga lisan berarti mengendalikan diri dari ghibah, fitnah, dusta, dan ucapan sia-sia. Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari & Muslim).

Orang yang mulia adalah mereka yang ucapannya menenangkan, menasihati, menguatkan, dan mendekatkan manusia kepada Allah.

Jadi, inti kemuliaan adalah ketakwaan, amal shalih, akhlak mulia, dan kendali diri. Semuanya bermuara pada kebersihan hati. Allah tidak menilai rupa, harta, atau status kita, tetapi menilai hati dan amal perbuatan kita.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

 

 

 


 

Menahan Lidah, Menjaga Hati.

 

Manusia lebih cepat menghakimi kekurangan orang lain daripada mengoreksi kelemahan dirinya sendiri. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, kita lebih mudah memperhatikan kusutnya pakaian orang lain daripada menyadari sobeknya pakaian sendiri. Manusia lebih mudah melihat kesalahan orang lain daripada memeriksa diri sendiri.

Nasehat ini mengingatkan kita akan satu hal penting: tahanlah lidahmu. Lidah yang tak terkendali bisa merusak hubungan, memicu perpecahan, dan memutuskan tali silaturahmi. Rasulullah ﷺ telah bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kita mengucapkan kata-kata dengan ringan, tapi menanggung akibatnya dengan berat. Mengungkit kekurangan orang lain adalah tindakan tidak adil, karena setiap manusia memiliki aib yang ingin disembunyikan.

Lidah: Kecil Wujudnya, Besar Dampaknya

Lidah hanyalah sepotong daging kecil dalam tubuh manusia. Namun, dari sanalah bisa lahir kebaikan yang menenangkan, doa yang menyejukkan, serta nasihat yang menyelamatkan. Tapi dari sana pula bisa keluar caci maki, ghibah, fitnah, dan kebohongan yang melukai.

Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Riyadhus Shalihin menekankan bahwa menjaga lisan adalah bagian dari keimanan. Orang yang menahan lidahnya berarti sedang melatih hatinya agar tetap bersih. Karena hati dan lisan saling terhubung: bila hati kotor, lidah pun mudah melukai.

Refleksi Diri Sebelum Bicara

Kita sering lupa bahwa orang lain pun punya perasaan, sama seperti kita. Jika kita tak ingin dipermalukan, maka jangan permalukan orang lain. Jika kita tidak suka aib kita dibuka, maka jangan buka aib orang lain.

Sungguh, betapa indahnya jika setiap kali lidah ingin meluncur mengkritik atau menggunjing, kita menahan diri sejenak lalu bertanya pada hati: “Apakah aku pun tidak punya kekurangan?”

Seperti yang dikatakan dalam nasehat di atas: “Dirimu pun punya kekurangan, dan orang lain pun punya lidah.”

Maksudnya jelas: jangan mudah menyingkap aib orang lain, karena bisa jadi suatu saat lidah orang lain akan membalas membuka aibmu.

Menjadi Cermin, Bukan Hakim

Daripada sibuk menjadi hakim bagi kehidupan orang lain, lebih baik kita menjadi cermin bagi diri sendiri. Setiap kekurangan orang lain yang kita lihat, jadikan pelajaran untuk memperbaiki kekurangan kita. Setiap aib yang kita ketahui, jadikan peringatan agar kita menjauhi perbuatan yang sama.

Jika setiap orang berusaha memperbaiki diri sebelum menunjuk kelemahan orang lain, maka kehidupan akan menjadi lebih damai. Inilah jalan menuju masyarakat yang penuh kasih, saling menutupi kekurangan, bukan membuka-buka aib.

Penutup: Nasehat ini seolah menampar kita yang kadang lebih senang berbicara tentang keburukan orang lain daripada memperbaiki kekurangan diri sendiri. Mari kita kendalikan lisan kita, sebab Allah akan meminta pertanggungjawaban atas setiap kata yang kita ucapkan di akhirat nanti.

Allah ﷻ berfirman: “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)

Semoga Allah ﷻ menjaga lisan kita dari keburukan, membersihkan hati kita dari kesombongan, dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang lebih sibuk memperbaiki diri daripada mencela orang lain. (Tengku Iskandar, M.Pd)

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement